Prof. Siti Zuhro: Sejarah Politik Indonesia Sering Salah Urus

Mediaumat.info – Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A. menyatakan sejarah perpolitikan Indonesia seringnya salah urus.
“Dalam sejarah politik itu menunjukkan bahwa Indonesia ini seringnya mengalami salah urus. Itu masalahnya,” ujarnya dalam Diskusi Online: Revisi UU (Kementrian, Polri, TNI, Penyiaran, MK, Wantimpres) di Akhir Jabatan, Ada Apa? di kanal YouTube Media Umat, Ahad (14/7/2024).
Karena, menurutnya, kekuasaan itu sangat menggoda. “Diberi satu periode minta dua periode, diberi dua periode minta tiga periode, diberi tiga periode minta seumur hidup gitu. Karena apa? Kekuasaan itu menggoda,ke kuasaan itu nikmat gitu ya. Karena apa? Semuanya difasilitasi dengan otoritas tinggi,” jelasnya.
Ia menilai, saat ini di Indonesia apa pun hal dijadikan komoditas politik untuk modalitas atau istilahnya community politics.
“Jadi politisasi apa pun yang dijadikan komoditi tadi itu yang membuat Indonesia tidak sehat. Bangsa ini sedang tidak sehat, sangat tidak sehat, tidak baik-baik saja. Karena apa? Hampir semua hal itu bisa jadikan komoditi politik. Kita lebih mengedepankan itu ya, politik mendominasi kehidupan kita. Jadi, Indonesia negara hukum itu kayaknya bukan, Indonesia negara politik saat ini,” jelasnya.
Jadi ujarnya, semua kental dengan politiknya dan hukum saat ini sudah terkapar. “Maka kita lalu menyaksikan para guru besar dari berbagai kampus sangat prihatin dengan keadaan kita saat ini, jadi itu bukan sandiwara itu serius sekali seorang budayawan, seorang guru besar, antropolog, sosiolog, gitu ya ahli apa pun itu konsen dengan negara kita,” tuturnya.
Karena, lanjutnya, pelanggaran etika itu pelanggaran yang paling dalam dan kalau sudah sampai seperti itu apalagi itu pemimpin yang paling berkuasa di Indonesia melakukan itu, itu yang menimbulkan keprihatinan yang mendalam.
“Jadi, kalau menurut saya, kesalahan yang kita lakukan jangan ditambah lagi ini sudah terlalu banyak, saya khawatir resistensi akan terakumulasi ketika itu ya seolah-olah kita buntu, menghadapi jalan buntu, tidak ada way out gitu, karena lalu dari cabang-cabang kekuasaan yang ada baik itu legislatif, eksekutif, yudikatif, sami mawon, tidak ada yang bisa,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat