President Treshold 20% Diuji Lagi, Saya Yakin Jebol

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama sejumlah anggota bersiap meninggalkan ruangan seusai membacakan putusan perkara pengujian UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12). Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon dalam perkara tersebut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama/17.

Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman (Anggota Komisi Hukum DPR 2004 – 2009, Advokat, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU).

PT 20% itu memang tidak fair. 20% itu dihitung dari hasil Pemilu 2014. Andai tiket bioskop, sudah dipakai pada tahun 2014, mau dipakai lagi tahun 2019. Tiketnya sudah disobek. Filmnya sudah ditonton. 1000% curang. Tidak JURDIL (jujur dan adil). Padahal azas Pemilu kudu JURDIL. Itu reasonnya.

Sebelumnya, pokok perkara yang sama sudah diuji. Kalah pemohonnya. Menang Jokowi yang merancang Kotak Kosong untuk lanjut dua periode. Kemenangan itu berkat Arief, Ketua MK yang memihak rezim.

Tapi ia sudah tersingkir dari Ketua MK karena sejumlah profesor protes atas pelanggaran etika.

Ketua MK yang baru kabarnya netral. Kesitulah pikiran waras JR dititip. Jika gol, jadi Prof Yusril Ihza, Prof Amien Rais, Prof SBY, Prof Rizal Ramli, Jenderal Gatot Nurmantio, tak lupa Jenderal Prabowo Sùbianto, maju jadi Capres.

Mending orang-orang jelas ini jadi presiden, kapok beli kucing dalam karung. Ini siaran pers Deny Indrayana tentang permohonan JR itu.

Bahwa syarat ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold) telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.

Syarat tersebut yang diadopsi dalam pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah menyebabkan rakyat tidak bebas memilih, karena pilihannya menjadi sangat terbatas.

Maka, syarat demikian harus lagi-lagi diuji ke hadapan Mahkamah Konstitusi, karena nyata- nyata bertentangan dengan UUD 1945.

Meskipun telah diuji sebelumnya, tetapi berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi, Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tersebut dapat—dan wajib—diajukan kembali ke MK.

Inilah perjuangan konstitusional untuk mengembalikan daulat rakyat dan mengembalikan kebebasan rakyat untuk secara lebih bebas memilih pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Karena itu, kami sudah mempersiapkan dan hari ini akan mendaftarkan lagi Permohonan Pengujian konstitusionalitas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tersebut.

Kami meminta MK dapat segera memutuskan permohonan ini, sebelum masa pendaftaran capres berakhir pada 10 Agustus 2019 yang akan datang.

Permohonan baru ini akan diajukan oleh 12 (dua belas) Pemohon, sbb:

1. M. Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua KY), 2. M. Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), 3. Faisal Basri (Akademisi), 4. Hadar N. Gumay (Mantan Pimpinan KPU), 5. Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), 6. Rocky Gerung (Akademisi), 7. Robertus Robet (Akademisi), 8. Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas), 9. Angga Dwimas Sasongko (Profesional/Sutradara Film), 10. Dahnil Azhar Simanjuntak (Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, 11. Titi Anggraini (Direktur Perludem). 12. Hasan Yahya (Profesional).

Bertindak selaku ahli yang mendukung permohonan ini, di antaranya adalah:
1. Dr. Refly Harun
2. Dr. Zainal Arifin Moctar
3. Dr. Bivitri Susanti

Kuasa hukum permohonan ini adalah INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society).[]

Share artikel ini: