Presiden Tunisia Tunjuk Seorang Perdana Menteri yang Memusuhi Politik Islam dan Khilafah

Pada 1/8/2023, Presiden Tunisia Kais Saied memecat perdana menterinya, Najla Bouden, yang keberadaannya mirip pegawai bagi sang presiden, yang hanya memberikan pidato dan arahan, serta melaksanakan apa yang dia minta darinya. Alasan pemecatannya tidak diumumkan, tetapi Tunisia menyaksikan krisis ekonomi dan keuangan yang menyebabkan kekurangan beberapa komoditas pokok di pasar, terutama roti yang disubsidi negara. Menteri Sosial Tunisia Malik Zahi menyatakan (1/8) dalam sesi dengan anggota parlemen, mengatakan: “Jumlah rakyat Tunisia yang berada di bawah garis kemiskinan telah melebihi empat juta,” atau lebih dari sepertiga populasinya, sekitar 12 juta jiwa.

Ahmed Hachani, mantan direktur Bank Sentral, kemudian ditunjuk sebagai penggantinya. Berdasarkan jejak digital Hachani, yang diedarkan oleh para aktivis di media sosial setelah pengangkatannya, menunjukkan bahwa mentalitasnya sekuler dan memusuhi Islam. Dalam beberapa jejak digitalnya, dia membela pendekatan negara modern sekuler dan emansipasi wanita, serta mengkritik para pendukung pemerintahan agama dan sistem Khilafah. Sebagaimana dia sangat memusuhi partai politik Islam, terutama yang menyerukan pendirian Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah. Dia mendukung Presiden Saied dalam kampanye pemilu yang membawanya ke Istana Kartago pada 2019.

“Kami akan bekerja untuk memenuhi keinginan rakyat kami, mencapai keadilan yang diinginkan, dan mencapai martabat nasional, juga kami tidak akan pernah mundur,” kata presiden Tunisia, di tengah penunjukan perdana menteri barunya, seperti yang dilaporkan kantor kepresidenan Tunisia di akun Facebook.

Bukan rahasia lagi bahwa rakyat Tunisia ingin menerapkan agama mereka yang hanīf (benar dan lurus) di semua bidang kehidupan. Mereka tidak menginginkan sekularisme dan sejumlah kerusakannya yang telah membawa negara ke titik terendah sejak penerapan sistem Barat yang korup yang didatangkan oleh penjajah dan dikonsolidasikannya melalui para anteknya, termasuk Hachani ini. Sungguh, rakyat telah memberontak melawan sekularisme, para penjajah yang membawanya, dan kaum sekuler yang menjadi anteknya.

Jika bicara keadilan, maka itu hanya dapat dicapai dengan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Sebaliknya, mustahil keadilan dapat dicapai dengan sekularisme yang zalim, yang memisahkan agama dari kehidupan, dan menjadikan manusia sebagai Tuhan tandingan selain Allah, yang memerintah menurut keinginan hawa nafsunya. Jadi, hanya dengan Islam saja, martabat, kehormatan dan kehidupan yang baik akan kembali kepada rakyat Tunisia dan kepada seluruh umat Islam (hizb-ut-tahrir.info, 4/8/2023).

Share artikel ini: