Mediaumat.news – Penandatanganan UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi di tengah penolakan berbagai pihak dan kejanggalan Pasal 6, dinilai Sekjen LBH Pelita Umat Panca Putra Kurniawan sebagai bentuk ugal-ugalan dan ketidak profesionalan pemerintah.
“Dikatakan ugal-ugalan dan tidak profesional karena dibuat semaunya penguasa, tidak transparan, minim keterlibatan publik, objektif yang tidak terpenuhi, dan banyak lagi yang lainnya, padahal ini prinsip-prinsip pembuatan UU dan amanat konstitusi,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Selasa, (3/11/2020).
Ia juga kecewa sekali dan sangat menyesalkan UU ini ditandatangani dan diundangkan, sehingga menjadi berlaku dan mengikat. Menurutnya, aspirasi penolakan jutaan rakyat dari berbagai elemen harus takluk di hadapan arogansi kekuasaan berdalih konstitusional.
Kemudian, menurut Panca, di luar polemik dan penolakan terhadap UU ini, bekerja cepat itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang sangat terlatih, profesional, berkompeten dan ahli sehingga minim kesalahan (error). Namun, dalam pembuatan UU ini, publik justru dipertontonkan pelaksana amanat negara yang tidak profesional di saat dunia melaju kencang dalam modernitas.
“Di dalam ilmu hukum dikenal adanya legislative atau legal drafting dalam penyusunan UU. Dengan begitu banyaknya koreksi, perubahan format, penghapusan pasal dan pasal yang tidak ada rujukannya, kita bisa menilai ketergesa-gesaan seperti apa dan suasana kepentingan oligarki dan kapitalis dalam penyusunan UU Omnibus Law ini” ujarnya.
Salah satu kejanggalan yang terdapat pada UU ini adalah Pasal 6 yang merujuk pada Pasal 5 ayat 1, padahal dalam Pasal 5 sama sekali tidak memiliki butir ayat.
“Secara pribadi saya meyakini kejanggalan bukan hanya pada Pasal 6 ini, tapi akan ditemukan lagi yang lain. Sebagai contoh pasal tentang definisi juga irit sekali, tentang ‘Ekosistem Investasi’ tidak jelas maksudnya karena tidak ada dijelaskan, padahal kata ini menjiwai UU ini,” bebernya.
Hal ini, menurutnya, sekaligus mengindikasikan bahwa UU memang tidak dibuat untuk rakyat Indonesia.
“Yang jelas UU ini dapat dipastikan lahir dari kebutuhan dan tekanan yang luar biasa, karena UU ini dibuat serba cepat. Sayangnya ini semua sepertinya bukan untuk rakyat Indonesia,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq