Prank Yang Melukai Rakyat
Oleh: Rina Tresna Sari, S.Pd.i (Pendidik Generasi Khoiru Ummah dan Member AMK)
Tren prank melanda negeri. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah malah latah melakukan aksi “prank” kepada rakyat. Awalnya akan menurunkan iuran premi BPJS atas keputusan MK, ternyata batal. Pemerintah kembali mengubah iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri, yakni Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Sebagaimana dilansir oleh idtoday.co,18/05/2020, Salah satu kebijakan Jokowi yang paling disorot saat ini yakni kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kebijakan ini mendapat reaksi keras dari masyarakat. Pemerintah dituding mempermainkan Mahkamah Agung (MA) yang baru saja membatalkan kenaikan iuran BPJS. Selain itu, pemerintah juga dituding tidak memikirkan nasib rakyat. Iuran BPJS Kesehatan dinaikkan saat masyarakat dilanda kesulitan akibat Covid-19.
Perubahan iuran BPJS Kesehatan itu dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020, tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020, ada penerapan subsidi dalam kurun waktu tertentu untuk peserta kelas III. Namun, BPJS Watch menilai bahwa aturan ini masih memberatkan masyarakat. Pasalnya, iuran peserta mandiri kelas I dan II dianggap tidak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya.
“Kebijakan ini melukai hati masyarakat Indonesia, termasuk Aceh. Di tengah wabah Corona seperti sekarang, banyak masyarakat mengalami kesusahan di bidang ekonomi, serta PHK terjadi di mana-mana, ujar HM. Fadhil Rahmi, Lc., anggota DPD RI asal Aceh, mengenai kebijakan naiknya iuran BPJS yang dilakukan pemerintah belum lama ini. (Serambinews. com 18/05/2020)
Sungguh miris apa yang dilakukan pemerintah. Di tengah gelombang pandemi saat ini, rakyat sejatinya membutuhkan uluran tangan dan bantuan. Namun Pemerintah justru menambah beban, dengan menaikkan iuran BPJS tanpa melihat kondisi rakyat hari ini.
Banyak pihak yang kontra dan mengkritik sejak disahkannya BPJS. Pasalnya, kehadiran BPJS menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk memalak rakyat atas nama desakkan kesehatan. Padahal, sudah seharusnya menjadi kewajiban negara dalam pemenuhan dan pelayanan kesehatan. Namun kini seakan dilemparkan kepada rakyat.
Banyak rakyat yang mengeluhkan kenaikan iuran BPJS ini. Tapi apa mau di kata, para penguasa hanya mampu bergeming. Kalaupun ada yang bersuara untuk mengkritik, bisa jadi akan dimasukkan ke Penjara. Hukum seolah dirancang untuk menjadi pelindung para penguasa dzalim. Belum lagi undang-undang batil yang dibuat untuk melicinkan aksi kejahatan penjajah dan anteknya.
Seakan pemerintah telah buta dan tuli terhadap penderitaan rakyat hari ini. Pemerintah telah melepaskan beban negara ini di pundak-pundak rakyat yang rapuh. Sedangkan pemangku negara cenderung suka-suka membuat, mengubah, dan melanggar peraturan bernegara.
Sungguh sistem kapitalisme sekular telah membuat penguasa-penguasa negeri ini seakan manusia berhati iblis. Tak ada kepekaan, kalaupun ada terkesan hanya untuk pencitraan dan mencari sensasi. Ini menjadi sejarah pekat umat manusia ketika dipimpin oleh penguasa-penguasa dzalim yang tak punya belas kasih.
Inilah sistem kapitalisme, kehadirannya di negeri tercinta telah banyak melahirkan kebijakan-kebijakan dzalim. Berbagai masalah datang silih berganti, disegala bidang kehidupan. Negeri ini dibuat karut- marut tidak karuan oleh penguasa-penguasa dzalim seakan tidak punya wibawa di hadapan dunia, menjadi bualan-bualan para penjajah dan pengkhianat di negeri sendiri.
Betapa licik dan kotornya sistem ini. Rakyat pun dibuat kecewa dan marah dengan kelakuan pemerintah yang terkesan seenaknya. Wajar bila rakyat mempertanyakan, di mana pengamalan pancasila? Di mana slogan NKRI harga mati? Di mana mereka yang lantang berteriak merdeka? Semua seolah bungkam, tak ada yang berani protes saat iuran BPJS terus meroket. BPJS naik. Tak ada yang berkomentar ketika sumber daya alam dirampok besar-besaran, misalnya ketika Freeport, dan Blok Cepu terus dieksploitasi asing lewat kontrak yang terus diperpanjang tak ada habisnya. Tak ada pembelaan yang lantang saat rakyat diperbudak di atas kapal, kasus pelarungan ABK asal Indonesia yang diperbudak di kapal cina contohnya, belum terselesaikan hingga detik ini.
Inilah masanya. Saat rakyat telah kehilangan kepercayaan kepada penguasa disebabkan oleh ulah penguasa itu sendiri. Akibat sering mengingkari janji dan membuat kebijakan yang dzalim.
Inilah kepemimpinan ala demokrasi kapitalisme sekular yang merusak segala sendi bernegara. Tidak ada keadilan, yang ada hanya kedzaliman di atas kedzaliman. Selama demokrasi kapitalisme melanggengkan eksistensinya, keadilan tidak akan pernah dirasakan.
Berbeda dengan Islam, didalam Islam, seorang pemimpin adalah raa’in (pengurus rakyat). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Islam sangat gamblang dan peka dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Memberikan pelayanan kesehatan yang baik. Rakyat dibebaskan dari biaya oleh khalifah. Sebab, semua kebutuhan di tanggung penuh oleh negara.
Adapun sumber biaya untuk meriayah rakyat, diperoleh dari pengelolahan sumber daya alam oleh negara. Kekayaan ini diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, tanpa campur tangan penjajah. Sehingga, rakyat tidak perlu khawatir dan cemas untuk memenuhi kebutuhan. Sebab negara telah bertanggung jawab penuh.
Tidak ditemui masa setelah kejayaan Islam, ada keadilan dan kesejahteraan yang menyamai masa kekhilafahan. Sebaliknya, baik negeri ini maupun belahan dunia manapun, nyatanya telah gagal mengurusi rakyat, yang ada hanya kedzaliman yang berbuah penderitaan.
Inilah saatnya menyadarkan umat. Bahwa kapitalistik hari ini telah membuat banyak kerusakan, dan mewarisi kesengsaran dari generasi ke generasi. Sudah saatnya umat berhenti percaya pada kapitalistik liberal, dan bersama berjuang menegakkan sistem Khilafah ‘ala minhaj nubbuwah. Wallahu’alam.[DFT]