Praktisi: Kekuasaan Oligarki Bukan Terkait PT, Tapi Demokrasi

Mediaumat.id – Praktisi Hukum Ahmad Khozinudin mengungkap, kekuasaan oligarki bukan ditentukan oleh besaran presidential threshold (PT), tapi demokrasi yang diterapkan di negeri ini.

“Memang di satu sisi PT ini menjadi problem, tapi saya berulang kali menyampaikan di berbagai tulisan saya bahwa kalau persoalannya oligarki justru demokrasi itulah yang menjadi akar masalah kekuasaan oligarki,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (13/1/2022).

Menurutnya, meskipun PT dibuat nol persen atau bahkan tanpa ketentuan PT pun oligarki akan tetap berkuasa. “Bahkan oligarki bisa melakukan transaksi politik langsung dengan partai-partai gurem, atau dengan calon presiden langsung, sehingga kekuasaan oligarki jauh lebih power full jika PT-nya dibuat jadi nol persen,” ujarnya.

Kendati demikian, Ahmad mengapresiasi ikhtiar dari sejumlah tokoh yang berusaha menggugat atau mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait pemberlakuan ketentuan pasal 222 Undang-Undang Pemilu yang mengatur permasalahan ambang batas pencalonan presiden 20 persen dan harus melalui partai politik atau gabungan partai politik.

“Saya justru menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) karena MK itu kan sebagai garda konstitusi tidak layak lah soal masalah legal standing dipersoalkan begitu rupa sehingga seolah-olah ada kesan rakyat atau segenap warga negara mau mencari keadilan dengan mengajukan juducial review ke MK itu seperti dihalang-halangi atau dipenggal,” ungkapnya.

Padahal, menurutnya, enggak ada soal mau yang mengajukan satu atau dua, mau pernah mengajukan, mengajukan lagi, enggak ada masalah. “Kan nanti dalam putusannya bisa dipertimbangkan bahwa terhadap pemohon A substansinya sama dengan pemohon B, maka dengan substansi yang sama itu, pertimbangan majelis terhadap pemohon itu demikian. Mahkamah memperhatikan pasal bla bla bla dan seterusnya. Itu kan sederhana. Enggak ada masalah,” katanya.

“Enggak perlulah belum masuk proses sudah dipenggal-penggal. Itu kan dalam proses prosedurnya saja Mahkamah tidak memberikan keadilan apalagi putusannya?” sindirnya.

Ia pernah protes kepada hakim MK pada saat uji judicial review Perppu Ormas. “Karena saya tidak diperlakukan adil sebagaimana pemohon lainnya, sementara dari pemerintah begitu leluasa menyampaikan pandangan, saya sampaikan kepada Ketua Hakim MK saat itu, Arif Hidayat, kalau kami tidak memperoleh keadilan dalam prosesnya bagaimana mungkin kami mendapatkan keadilan dari putusannya?” ungkapnya.

“Saya kira substansi pertanyaan saya itu tetap relevan untuk ditanyakan ulang ke Mahkamah Konstitusi hari ini yang terkesan menghalang-halangi upaya dari sejumlah pihak untuk mengajukan judicial review terkait ketentuan UU Pemilu dengan mempersoalkan legal standing,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: