Menurut The Guardian:
Kebocoran pakta ekonomi dan keamanan yang luas mengungkapkan China berharap untuk menandatangani kesepakatan dengan 10 negara Pasifik yang secara fundamental dapat mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan itu yang mencakup hampir sepertiga dunia. Sekarang negara-negara Pasifik menghadapi suatu pilihan yang akan membentuk kawasan itu selama beberapa dekade mendatang.
Hal ini dimulai dengan pengumuman bahwa menteri luar negeri China Wang Yi akan memulai perjalanan “luar biasa dan belum pernah dilakukan sebelumnya” di sekitar kepulauan Pasifik dari tanggal 26 Mei hingga 4 Juni, dengan mengunjungi 8 negara dalam 10 hari. Wang mendarat di Kepulauan Solomon pada hari Kamis, sebelum pindah ke Kiribati dan Samoa pada hari Jumat; Fiji, Vanuatu, Tonga, Papua Nugini, dan Timor-Leste akan menyusul pekan depan.
Tur ini merupakan persiapan untuk kesepakatan keamanan regional, seperti yang dijelaskan the Guardian selanjutnya:
Kesepakatan itu – yang diusulkan antara China dan 10 negara Pasifik – mencakup segala sesuatu mulai dari area perdagangan bebas dengan kawasan itu, hingga bantuan kemanusiaan dan Covid-19, hingga mengirim kelompok seni ke pulau-pulau itu. Tetapi yang paling memprihatinkan, adalah visi yang ditetapkannya dari hubungan yang jauh lebih dekat dalam masalah keamanan, dengan China mengusulkan akan terlibat dalam pelatihan kepolisian, keamanan siber, pemetaan laut yang sensitif, dan mendapatkan akses yang lebih besar atas sumber daya alam.
Hal ini berarti perubahan signifikan dalam tatanan keamanan regional, dan menempatkan negara-negara kepulauan Pasifik dengan kuat di pusat tarik ulur geopolitik antara China dan AS serta sekutunya.
Jadi apakah ini berarti bahwa negara-negara kepulauan ini telah bergeser ke kubu China? Faktanya, Amerika telah mengejar strategi kompleks dengan sengaja mendorong negara-negara yang berada dalam orbitnya sendiri untuk terlibat dengan China. Fiji adalah contohnya; negara itu menjadi tuan rumah bagi menteri luar negeri China dan KTT regionalnya. Tetapi pada saat yang sama Fiji telah memilih untuk menyelaraskan dirinya dengan Amerika. The Guardian mencatat:
Dalam sebuah langkah yang signifikan, diumumkan pada hari Jumat bahwa Fiji akan bergabung dengan Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) bersama Joe Biden, dan menjadi negara di kepulauan Pasifik yang pertama melakukannya, ketika AS berusaha untuk menopang aliansi dengan negara-negara Pasifik.
Pada hari Kamis, dalam pidato yang penting, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menjelaskan kompleksitas strategi Amerika:
China adalah satu-satunya negara dengan niat untuk membentuk kembali tatanan internasional dan, semakin banyak memiliki kekuatan ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologi untuk melakukannya …
Kami tidak mencari konflik atau Perang Dingin baru. Sebaliknya, kami bertekad untuk menghindari keduanya…
Tapi kami tidak bisa mengandalkan Beijing untuk mengubah lintasannya. Jadi kami akan membentuk lingkungan strategis di sekitar Beijing untuk memajukan visi kami untuk sistem internasional yang terbuka dan inklusif.
China bukanlah ancaman langsung bagi Amerika saat ini. Tetapi Amerika tidak dapat mentolerir kebangkitan negara yang mungkin menjadi ancaman bagi China di masa depan. Oleh karena itu AS berkomitmen penuh saat ini untuk menahan kebangkitan China. Model negara-bangsa Westphalian yang seharusnya menjadi dasar tatanan dunia saat ini akan membuat kita berpikir bahwa negara-negara pulau kecil membuat keputusan mereka sendiri secara mandiri. Namun, pada kenyataannya dunia sebagian besar didominasi oleh beberapa kekuatan besar, sebagaimana biasanya. Amerika, yang terpenting, menggunakan kepura-puraan Westphalia untuk menipu China agar terlibat dengan negara-negara yang benar-benar mengikuti kebijakan Amerika.
Dengan izin Allah (Swt) umat Muslim akan segera bangkit dan mendirikan kembali Negara Khilafah Islam di atas manhaj Nabi (Saw) yang akan menyatukan semua negeri Muslim, membebaskan wilayah pendudukannya, menerapkan syariat Islam, memulihkan cara hidup Islam dan membawa cahaya Islam ke seluruh dunia. Negara Khilafah hampir dari sejak tegaknya kembali, bergabung kembali dengan barisan kekuatan besar, dan bekerja untuk membawa pengekangan dan stabilitas ke urusan dunia dengan menghadapi, menahan dan menenangkan intrik kekuatan besar lainnya dan mengembalikan dunia ke keadaan damai dan kemakmuran yang ada selama seribu tahun Negara Khilafah sebelumnya adalah kekuatan utama dunia.
Setelah menentang perluasan NATO untuk mengikutsertakan Swedia dan Finlandia, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tampaknya menyerah pada tekanan AS untuk memasukkan mereka. Menurut Reuters:
Ankara mengamati sikap positif terhadap pencabutan embargo ekspor senjata selama pembicaraan dengan delegasi dari pemohon menjadi anggota NATO yakni Finlandia dan Swedia, kata juru bicara Presiden Tayyip Erdogan pada Rabu. “Kami telah melihat sikap positif terhadap pencabutan embargo terkait produk industri pertahanan selama pertemuan ini. Ini adalah perkembangan yang menyenangkan,” kata Ibrahim Kalin.
Swedia dan Finlandia telah melarang ekspor senjata ke Turki setelah serangannya di Suriah terhadap milisi YPG Kurdi Suriah. Ankara menganggap kelompok itu identik dengan PKK.
Dalam konferensi pers setelah pembicaraan, Kalin juga mengatakan kekhawatiran dan harapan terorisme Turki tentang langkah-langkah konkret untuk mengatasinya disampaikan kepada rekan-rekannya.
Finlandia dan Swedia secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan NATO pada hari Rabu, menyusul invasi Rusia pada tanggal 24 Februari ke Ukraina.
Turki mengejutkan sekutu NATO pekan lalu dengan pernyataan keberatan dengan keanggotaan kedua negara (Swedia dan Finlandia), dengan mengatakan mereka menyembunyikan orang-orang yang terkait dengan kelompok militan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan pengikut Fethullah Gulen, yang dituduh Ankara mendalangi upaya kudeta tahun 2016.
Semua 30 negara NATO harus memberikan persetujuan mereka sebelum anggota baru dapat diterima dan dengan demikian mendapat manfaat dari jaminan keamanan kolektif.
Salah satu tujuan utama konflik Ukraina, bagi Amerika, adalah penguatan dominasinya atas Eropa. Penambahan Swedia dan Finlandia ke dalam NATO adalah hadiah besar bagi Amerika, yang mengharuskan agar Turki juga menerimanya.
Turki adalah salah satu dari sedikit negara Muslim besar yang tersisa setelah Barat menghasut pembagian tanah Muslim menjadi lebih dari 50 negara, beberapa di antaranya secara efektif hanya berupa negara-negara kota. Tetapi bahkan negara seperti Turki mendapati dirinya tunduk pada dominasi Barat karena, seperti semua negara Muslim lainnya, negara ini diatur oleh kelas penguasa agen yang terus menerapkan sistem pemerintahan Barat dan mengikuti tujuan kebijakan Barat.
Para penguasa umat Islam dapat secara sadar atau tidak sadar menjadi agen bagi kekuatan asing, meskipun mereka umumnya cukup sadar akan kesetiaan asing mereka. Definisi agen dalam politik bukan hanya seseorang yang berada di daftar gaji kekuatan asing, meskipun sebagian memang secara pribadi mendapat manfaat finansial dari layanan terlarang mereka. Pandangan yang benar tentang seorang agen adalah seseorang yang merupakan budak kepentingan orang lain, sehingga ia mengorbankan kepentingannya sendiri dengan preferensi untuk kepentingan tuannya. Seperti penguasa lainnya, Erdogan cocok dengan deskripsi seperti itu. Dia tahu betul apa yang menjadi kepentingan umat Islam Turki; dia bahkan secara terbuka mengartikulasikan beberapa kepentingan ini dalam pidatonya. Namun dalam tindakannya, ia menempatkan kepentingan Amerika di atas kepentingan umat Islam Turki.
Dengan izin Allah (Swt) ummat Islam akan segera menggulingkan seluruh kelas agen ini dan menggantikannya di tempat mereka dengan pemimpin Muslim yang tulus, terpelajar, sadar politik, yang akan setia kepada Allah (Swt) dan Rasul-Nya (Saw) dan menempatkan kepentingan ummat di atas kepentingan orang lain. Orang-orang seperti itu ada di dalam Ummat bahkan pada saat ini tetapi mereka menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan karena ketidakpercayaan dan sebaliknya bekerja untuk implementasi Islam yang murni. Dukungan mereka meningkat di antara umat Islam dan di antara orang-orang yang berkuasa, jadi hanya masalah waktu sebelum janji Allah datang. Allah (Swt) berfirman dalam Al-Qur’an yang Mulia:
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“ Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan kebajikan bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridai; dan Dia sungguh akan mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Siapa yang kufur setelah (janji) tersebut, mereka itulah orang-orang fasik.” [TQS An-Nur:55].
Sumber:
==========
https://www.hizb-ut-tahrir.info/en/index.php/2017-01-28-14-59-33/international-news-review/23165.html