Mediaumat.id – Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim mengkritik pemerintah yang terkesan tidak memiliki cara lain selain memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen yang telah dimulai 1 April 2022 kemarin. “Bukan tidak ada alternatif lain, tetapi tidak mau berpikir untuk mencari alternatif lain,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Senin (4/4/2022).
Seperti halnya tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPN ditetapkan naik dari 10 menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Namun ia tak heran, pemikiran pemerintah saat ini memang sudah didominasi oleh kapitalisme yang melihat sumber anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya dari pajak dan utang.
Celakanya, di saat yang sama, pengelolaan sumber daya alam (SDA) diserahkan ke swasta untuk dieksploitasi dan dijarah. “Padahal sumber daya alam bisa menggantikan pajak kalau dikelola oleh negara,” tegasnya.
Tak pelak, kata Arim, kenaikan tarif PPN akan semakin menambah beban derita rakyat, karena berdampak langsung terhadap harga-harga kebutuhan termasuk sembako.
Perlu diketahui juga, tarif PPN yang telah ditetapkan sejak beberapa tahun lalu hingga hari ini sebesar 10 persen, seringkali ditemukan dari proses sehari-hari masyarakat.
Sebab dalam suatu transaksi, beban PPN dikenakan kepada konsumen akhir atau pembeli. Sehingga saat pembayaran dilakukan, biaya yang harus dirogoh oleh konsumen makin tinggi.
Apalagi di tengah perekonomian yang sedang krisis berikut kondisi masyarakat yang juga tidak sedikit dari mereka yang kehilangan pekerjaan. “Kenaikan harga-harga barang pokok itu tentu sangat memberatkan rakyat,” sedihnya.
Maka itu Arim menawarkan, kalau pemerintah mau, sebenarnya terdapat solusi alternatif yang komprehensif di dalam Islam. “Dharibah atau pajak dalam sistem ekonomi Islam hanya pendapatan insidental,” jelasnya.
Dengan kata lain, adalah haram pajak digunakan sebagai sumber utama pendapatan negara. “Syariat Islam mengharamkan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara,” tegasnya.
Jelasnya, di dalam sistem ekonomi Islam, sumber utama APBN bukan dari pajak. “Sumber utama APBN dalam Islam adalah dari pengelolaan SDA milik umum dan pungutan lain yang tidak memberatkan seperti zakat,” []Zainul Krian