PPN Naik Jadi 12 Persen Per 1 Januari, Pemerintah Tak Peduli Kesulitan Rakyat

Mediaumat.info – Penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dimulai 1 Januari 2025, menunjukkan pemerintah tak peduli lagi terhadap kesulitan hidup yang dialami rakyatnya. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah itu tidak peduli terhadap kesulitan rakyat,” ujar Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim kepada media.umat.info, Ahad (17/11/2024).
Sebagaimana diketahui, dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 hingga 2023 saja, daya beli masyarakat cukup terpuruk. Seiring hal itu, jumlah kelas menengah berkurang hingga 9,5 juta pada periode itu.
Pada 2019, masih dari catatan BPS, jumlah rakyat kelas menengah sebanyak 57,33 juta jiwa. Namun pada 2023, susut besar menjadi 48,27 juta jiwa. Tahun ini, turun lagi menjadi 47,85 juta penduduk.
Tentu saja, kenyataan di lapangan tak ‘seindah’ angka-angka BPS tentang kemiskinan kelas menengah itu. Kuat kemungkinan jumlahnya lebih besar lagi.
Artinya, meski penaikan PPN hanya 1 persen, berdampak kepada naiknya biaya produksi termasuk harga bahan baku. Karena tak mau rugi, industri barang maupun jasa akan menaikkan harga.
Bagi industri yang tak kuat, pilihannya sangat pahit. Mengurangi operasional pekerja atau PHK (pemutusan hubungan kerja). Dua-duanya memberikan dampak kepada semakin beratnya daya beli.
Dengan dalih menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Watak Kapitalis
Karenanya, penaikan PPN di tengah kesulitan hidup masyarakat, juga menunjukkan watak pemerintah dalam hal ini Menkeu, benar-benar kapitalis. Makanya, Arim pun tak heran, apa saja kebijakan pemerintah selalu mendapat dukungan dari para oligarki kapitalis.
Sehingga wajar pula, jika sosok menteri tersebut kerap mendapatkan dukungan oligarki dan penghargaan internasional. “Makanya dia selalu mendapat dukungan dari para oligarki kapitalis dan wajar pernah mendapat penghargaan Menkeu terbaik versi penjajah kapitalis,” ungkapnya.
Sebab, yang ada di benak Menkeu dan justru disenangi para kapitalis, hanyalah pajak dan utang sebagai sumber pendapatan dominan APBN. Sebaliknya, kata Arim menambahkan, tak pernah terpikirkan cara untuk mendapatkannya hanya dari pengelolaan sumber daya daya alam (SDA) negeri ini.
Padahal, Indonesia berikut letak geografis dan astronomis Indonesia yang strategis, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar.
Oleh karena itu, dengan tetap mengandalkan sumber pendapatan negara dari pajak yang besarannya pun naik signifikan, maka bisa dipastikan rakyat kelas menengah ke bawah yang bakal terbebani.
“Yang akan semakin menderita akibat kenaikan pajak PPN ini adalah konsumen akhir yang tidak lain mayoritas rakyat miskin, termasuk kelas menengah yang sudah menurun menjadi orang miskin baru akibat pemiskinan struktural yang disebabkan oleh kebijakan negara,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat