Ponpes Dijadikan Pilot Project Deradikalisasi, Siyasah Institute: Bagian Kebijakan Politik Global AS
Mediaumat.id – Dijadikannya Pondok Pesantren Baitul Quran al-Jahra Magetan sebagai pilot project (proyek percontohan) deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar bagian dari kebijakan politik global AS.
“Apa yang sekarang terjadi di Indonesia itu bagian dari kebijakan politik global AS. Indonesia manut saja dengan arahan AS,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (21/8/2023).
Sedari awal, Iwan melihat kalau Islam itu ditargetkan Barat untuk dilumpuhkan. “Mulai dari agenda war on terrorism (WOT/perang melawan terorisme), sampai kemudian muncul agenda deradikalisasi. Barat mengidap permusuhan pada Islam dan takut kebangkitan Islam, maka dirancanglah agenda WOT,” ungkapnya.
Maka langkah berikutnya, kata Iwan, adalah menargetkan sekolah Islam, pondok pesantren, dan sebagainya, untuk dimasukkan program deradikalisasi.
“Ini sebenarnya sudah diminta oleh Collin Powel, Menteri Pertahanan AS era Bush, yang meminta semua sekolah Islam untuk mengubah kurikulum mereka alasannya agar tidak melahirkan paham radikalisme dan terorisme,” ujarnya.
Menurutnya, Barat dan AS paham kalau cuma Islam agama yang punya karakter sebagai ideologi yang bisa menumbangkan arogansi dan dominasi kekuasaan Barat khususnya AS di dunia Islam.
“Maka yang disasar ya sekolah-sekolah Islam. Karena hanya Islam yang menolak sekulerisme dan liberalisme, sementara agama lain sejalan dengan political will Barat. LGBT sudah banyak masuk ke gereja, tapi terus ditolak di ormas-ormas Islam dan masjid-masjid. Maka yang disasar jelas sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid,” terangnya.
Padahal, kalau mau jujur, kata Iwan, tindakan pemerintah AS terhadap dunia Islam, mulai dari Bush, Clinton, Bush Jr, lalu Obama lebih brutal terhadap dunia Islam. Atas nama war on terrorism AS dan sekutunya menginvasi Irak lalu Afghanistan, membunuhi ratusan ribu warga. Belum lagi invasi ke Libya yang banyak jatuh korban.
“AS pantas disebut sebagai the real terrorist,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it