Mediaumat.id – Pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan yang akan menindak tegas ormas yang bertentangan dengan Pancasila dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap khilafah ajaran Islam.
“Ya benar. Ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi terhadap khilafah ajaran Islam,” tutur Aktivis Indonesian Justice Monitor (IJM) Luthfi Afandi kepada Mediaumat.id, Jumat (17/6/2022).
Menurutnya, khilafah merupakan ajaran Islam, warisan Rasulullah SAW yang dilaksanakan oleh para sahabat yang mulia, kewajibannya ditulis oleh para ulama dunia bahkan ulama Nusantara. “Maka upaya menangkap dan menetapkan sebagai tersangka, membubarkan organisasi yang memperjuangkan khilafah jelas merupakan bentuk dari kriminalisasi dari ajaran Islam yang mulia,” tegasnya.
Luthfi juga mengingatkan, tidak ada satupun produk UU yang melarang ajaran khilafah. “Tidak ada satu pun! Lalu, atas landasan hukum apa mereka menangkap dan menetapkan sebagai tersangka pihak yang mengusung gagasan khilafah?” tanyanya.
Di sisi lain, parpol penguasa yang jelas-jelas membuat draf RUU yang mengubah Pancasila menjadi trisila bahkan ekasila justru aparat diam saja. Menurut Luthfi, ini yang disebut dengan ketidakadilan dan kebijakan yang meggunakan standar ganda.
“Kalau aparat bertindak adil, seharusnya pihak yang akan ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka, adalah orang-orang yang ada di dalam partai politik yang sudah jelas-jelas menyusun RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang di dalamnya terdapat klausul yang memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila,” ungkapnya.
“Tidak hanya itu, seharusnya parpolnya pun dibubarkan,” imbuhnya.
Perlu diketahui, lanjut Luthfi, bahwa mereka (pengusung trisila dan ekasila) bukan hanya berwacana, melainkan sudah action (beraksi). Bahkan peluang mereka sangat besar untuk mengganti Pancasila karena mereka memiliki partai politik, bahkan parpol yang berkuasa. Artinya, jika aparat tidak menyentuh mereka, tidak membubarkan partainya, maka jangan salahkan jika publik menduga bahwa aparat bertindak tidak adil dan menggunakan standar ganda.
“Seolah, pihak yang bersalah adalah jika dia Islam, mengusung ajaran Islam. Sementara kelompok sekuler, asal teriak saya NKRI dan Pancasila, maka dia aman, walaupun sepak terjangnya membahayakan rakyat dan negara,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it