Politisi Ulung Adalah Mampu Mendayagunakan Sur’atul Badihah dan Mulahazhah Dengan Baik
Oleh: Lalang Darma
“Karakter politisi sejati adalah kreatif dan cerdik, tidak berkepribadian lemah. Politisi muslim hendaknya memiliki ambisi besar agar membawa umat ini menjadi umat yang unggul dan berpengaruh. Maka termasuk tugas gerakan – gerakan dakwah untuk menghasilkan membina kader-kadernya menjadi para negarawan yang mukhlis yang sadar manuver musuh umat yang licik yang tak mengenal rasa kasihan ” Umar Syarifudin – pengamat politik internasional.
Sangat penting bagi seorang muslim berhati-hati dan waspada agar tidak terjebak dalam kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Seorang Muslim harus senantiasa membangun kesadaran agar tidak mengulangi kesalahan dua kali apalagi berkali-kali. Dengan kata lain, kita harus mengambil pelajaran dari apa yang kita alami dan apa yang dilakukan agar tidak terjebak pada kesalahan yang sama.
Dalam hal ini penting menjadi orang yang cerdas. Dalam sebuah hadis disebutkan, orang yang cerdas yakni orang yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain. Belajar dari sejarah orang lain itu penting agar kesalahan dan hal buruk yang terjadi pada orang lain itu bisa dihindari.
Sifat belajar dari sejarah ini penting dimiliki oleh umat Islam apalagi oleh para pemimpin umat Islam. Dengan begitu, umat Islam bisa terhindar dari keburukan dan musibah semaksimal mungkin.
Kaum muslim hendaknya memperhatikan terhadap urusan politik. politisi ulung yang memiliki sur’atul badîhah (kecepatan dalam mengambil kesimpulan) dan sur’atul mulahazhah (kecepatan dalam melakukan pengamatan). Berbekal kedua hal ini, ia bisa dengan cepat mengetahui apa yang diinginkan pihak lain serta mampu mengambil sikap atau tindakan yang tepat. Meski demikian, mereka bukanlah orang yang tergesa-gesa dan ‘nekat’ dalam mengambil sebuah kebijakan, yang akhirnya malah membuat mereka berada dalam situasi dilematis. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang memiliki kesadaran sempurna sehingga tidak mudah terjabak perangkap musuh. Mereka senantiasa memperhatikan pernyataan, tindakan dan kebijakan pihak luar. Mereka bukanlah tipe orang pemarah, kecuali dalam hal-hal yang memang mesti menunjukan kemarahan. Mereka senantiasa mengendalikan emosinya dan menyembunyikan nafasnya hingga benar-benar mencapai target yang telah ditetapkan.
Untuk menjadi politisi sejati, seseorang wajib memiliki kepekaan politik. Hal tersebut tidak bisa diraih kecuali secara sinambung melakukan monitoring terhadap berita dan peristiwa politik, sebagai prasyarat utama melakukan tafkir siyâsiy (berfikir politik). Selanjutnya menghubungkan kejadian dan peristiwa tersebut dengan kejadian dan peristiwa lainnya, juga mengaitkannya dengan konstelasi politik dunia beserta perubahan – perubahnnya. Dengan begitu, ia bisa memahami perkara-perkara yang menyelimuti setiap peristiwa dan kejadian; siapa aktor dan apa tujuannya; mana yang mungkin terjadi dan mana yang tidak?
Saat melakukan analisis politik, penting dibedakan antara pihak yang memanfaatkan situasi dan peristiwa (pendompleng) dan pihak yang benar-benar berada di balik itu (aktor utama). Pasalnya, bisa jadi yang berhasil mengambil keuntungan dari sebuah kejadian politik bukanlah aktor utamanya.
Agar tidak terjurumus dalam penyesatan dan agar setiap peristiwa bisa disikapi dengan tepat, membedakan antara aktor utama dan pendompleng sangatlah penting. Saat mengetahui bahwa ‘Revolusi Muslim Semi’ murni merupakan gerakan masyarakat, sementara campur tangan asing datang belakangan untuk mengendalikan, membelokkan dan memperalatnya, maka seharusnya seorang yang sadar politik mendukung dan mengawal gerakan masyarakat tersebut. Namun, bila suatu revolusi atau gerakan masyarakat sejak awal merupakan rekayasa penjajah, bukan murni kehendak mereka, maka tidak layak didukung.
Sebaliknya, politisi sejati wajib menyadarkan masyarakat untuk tidak terlibat gerakan semacam itu, dan memahamkan mereka tentang makar dan rencana penjajah tersebut, meskipun hal itu menyebabkan benturan dengan pihak yang secara sadar atau tidak sadar berada di belakang agenda penjajah tersebut.[]