Mediaumat.id – Serangan polisi Israel kepada puluhan jemaah di Kompleks Masjid Al-Aqsa dinilai sebagai kebiadaban dan sebuah kejahatan yang sangat nyata.
“Serangan polisi Israel pada para jamaah kaum muslimin di Kompleks Masjid al-aqsa di bulan Ramadan ini yang sedang beribadah jelas ini adalah sebuah kebiadaban dan sebuah kejahatan yang amat sangat nyata yang dilakukan oleh pihak aparat kepada rakyat sipil,” tutur Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari kepada Mediaumat.id, Selasa (11/4/2023).
Menurutnya, ini menunjukkan betapa pengecutnya para polisi Israel yang melakukan serangan itu kepada orang-orang yang tidak memiliki senjata. “Ini jelas adalah sebuah kejahatan. Sebuah hal yang tidak bisa diterima baik oleh alasan apapun. Ditambah lagi hal itu dilakukan di bulan Ramadhan yang sangat diketahui bahwasannya bulan Ramadhan itu adalah bulan suci kaum Muslimin yang memang di situlah momentum aktivitas ibadah ritual yang dilakukan oleh kaum muslimin itu masive dilakukan,” ujarnya.
Iranti menegaskan ini jelas akan senantiasa memicu konflik-konflik dan memicu serangan-serangan lainnya karena tidak menutup kemungkinan dari pihak Palestina juga melakukan serangan balasan. “Dan itu nanti akan dijadikan lagi alasan oleh militer Israel sebagai bentuk alasan mereka untuk menyerang kembali. Seperti itu berputar-putar terus. Serangan yang mereka lakukan itu karena Palestina menyerang duluan dan sebagai narasi-narasi seperti itu mereka munculkan dalam rangka mendapatkan legitimasi atas serangan yang mereka lakukan terhadap muslimin Palestina,” bebernya.
Padahal, katanya, mau bagaimana pun penyerangan itu tidak bisa dibenarkan. “Penyerangan yang mereka lakukan dengan persenjataan yang lengkap, dengan granat, dengan senapan dan sebagainya, itu jelas tidak bisa dibenarkan kepada kaum muslimin secara khusus,” tandasnya.
Penguasa Adem Ayem
Iranti menyesalkan, kondisi penindasan dan kondisi keterjajahan yang dialami oleh kaum muslimin yang ada di Palestina ternyata tidak cukup untuk membuka mata para penguasa Negeri muslim ini secara lebar.
“Ibaratnya itu nyawa sudah tercabut banyak sekali, tetapi para penguasa Negeri muslim ini malah masih adem ayem. Masih diam saja. Bahkan ada yang mungkin menunggu respon yang seharusnya mereka berikan seperti apa, karena mempertimbangkan berbagai maslahat dalam dalam sudut pandang mereka. Misalkan maslahat ekonomi, maslahat diplomasi dengan berbagai negara yang menyokong dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Ia menilai ini berarti ada hal yang sangat mendasar yang tidak dipahami oleh para pemimpin Negeri muslim terkait kewajiban untuk membela saudara Muslim yang dijajah oleh kaum kafir. “Penguasa memiliki kekuatan, memiliki kesempatan untuk melakukan yang lebih dari sekedar memberikan kecaman-kecaman, dari sekedar memberikan bantuan donasi yang memang itu sifatnya hanya temporer saja. Sementara setiap hari, nyawa-nyawa itu masih bisa terus bisa melayang karena senjata itu senantiasa ditembakkan atas kita, sementara donasi tidak cukup untuk menutup atau untuk menjadi tameng atau menjadi perisai daripada peluru-peluru itu tertembakkan atas kaum muslimin,” terangnya.
Menurutnya, inilah juga yang menjadi masalah besar kenapa banyak di antara penguasa Negeri kaum muslimin yang khususnya di Jazirah Arab itu malah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab. “Bahkan beberapa waktu yang lalu juga Arab Saudi, meskipun tidak secara normatif melakukan normalisasi tetapi secara tidak langsung begitu mereka sudah lebih terbuka, lebih bersahabat dengan Israel. Itu kan berarti sudah terjadi pengkhianatan sebenarnya terhadap pembelaan mereka kepada kaum muslimin yang ada di Palestina. Karena di sisi yang lain mereka berusaha untuk membantu, mereka berusaha untuk menghapuskan penjajahan atas Palestina oleh Israel, tetapi di sisi yang lain malah mereka berjabat tangan, malah mereka melakukan persahabatan dengan Israel,” jelasnya.
Iranti melihat, meskipun itu terlihat sederhana tetapi masalah ini adalah masalah aqidah. “Mereka tidak menempatkan bahwa aqidah Islam itu mengharuskan setiap kaum muslimin itu meletakkan al wala atau loyalitas itu hanya kepada Islam, hanya kepada kaum muslimin dan hanya kepada rasul saja. Bukan kepada kaum kafir tidak kemudian bersahabat, berjabat tangan dengan kaum kafir yang secara nyata menumpahkan darah saudara mereka sendiri. Justru kepada mereka seharusnya diberikan al bara’ atau disloyalitas atau ketidakpercayaan atau permusuhan dan kebencian karena mereka sudah memusuhi kaum muslimin secara nyata,” tuturnya.
Menurutnya, ini yang seharusnya dipahami secara spesifik oleh para penguasa Negeri kaum muslimin agar tidak salah dalam mengambil langkah. “Agar tidak salah dalam mengambil sikap, bagaimana seharusnya membela saudara mereka sendiri tetapi di sisi yang lain malah mereka bersahabat dengan penjajah saudara mereka itu sendiri,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it