Polemik Bjorka versus Menkominfo, Begini Tanggapan Pengamat

 Polemik Bjorka versus Menkominfo, Begini Tanggapan Pengamat

Mediaumat.id – Pernyataan Hacker Bjorka yang menilai lembaga pemerintah (Menkominfo) akan tetap bobrok selama dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya, mendapat tanggapan dari Pengamat Kebijakan Publik Rizqi Awal.

“Sebenarnya di dalam Islam itu kan ada perkataan dari Nabi SAW yakni serahkan segala sesuatu itu pada ahlinya. Dalam hal pernyataan-pernyataan Menkominfo yang terkait dengan apa yang terjadi belakangan dan beberapa fakta yang terjadi memang dirasa agak tepat, bahwa seharusnya yang memimpin di dunia teknologi itu adalah orang yang mengerti tentang dunia teknologi. Artinya sesuatu yang mengerti tentang bagaimana peran dan fungsi teknologi itu seperti apa?” tuturnya kepada Mediaumat.id, Selasa (13/9/2022)

Ia menilai bahwa sesuatu yang diserahkan bukan kepada ahlinya maka hasilnya kurang maksimal. “Kita mengerti benar bahwasannya posisi kementerian itu bukan diisi sekadar oleh profesional saja, tapi diisi juga oleh politisi ini yang membuat kadang kinerja kementerian itu kurang maksimal. Di bidang Kominfo misalnya itu, karena tidak mengerti polanya segala macam jadi sering kali mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontradiktif dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat tentunya,” ungkapnya.

Menurutnya, hal ini berawal dari tahun 2018, ketika ada permintaan agar semua registrasi telepon seluler yang menggunakan sim card (subscriber identity module card/kartu modul identitas pelanggan) lokal itu harus registrasi menggunakan NIK (nomor induk kependudukan).

“Artinya ini permintaan dari pemerintah. Untuk meregistrasi nomor HP itu dengan alasan supaya tidak terjadi penipuan dan segala macamnya, penyalahgunaan sim card dan segala macam. Tapi pada faktanya banyak terjadi justru Kominfo seakan-akan lepas tangan, meminta agar pengguna itu menjaga KK-nya, nomor induk KK-nya, nomor induk kependudukannya. Padahal kita mendaftarkan itu sim card butuh NIK,” ujarnya.

“Artinya ada ketidaksigapan, ketidaksiapan pemerintah ketika terjadi kebocoran data, kebocoran privasi, dan akhirnya menyerahkan tanggung jawab ini kepada BSSN, sementara BSSN pun merasa bahwasanya ini bukan tanggung jawab mereka, harus tanggung jawab bersama,” ungkapnya.

Pelajaran

Rizqi mengatakan, pelajaran yang bisa dipetik dari kasus bocornya data ini adalah di dalam sistem demokrasi akhirnya tidak ada tanggung jawab pemimpin. “Bahkan kadangkala pemimpin itu mengorbankan rakyatnya, mengorbankan orang lain agar posisinya tetap berada pada tempatnya atau mencari kambing hitam. Yang kedua, sekali lagi, ketika sesuatu tidak diserahkan kepada ahlinya maka itu akan bisa berdampak luar biasa,” katanya.

Kebijakan-kebijakan itu, lanjutnya, justru bisa jadi kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan atau berlawanan ketika tidak didukung dengan profesionalisme dan juga keahlian tertentu.

Di samping itu, kata Rizqi, di dalam Islam juga ada faktor yang lain yaitu faktor ketakwaan yang harus disertai agar setiap amanah itu terjaga dan bisa istiqamah dalam mempertanggungjawabkan setiap amanah yang diemban.

“Jadi kalau kita melihat dari pernyataan yang lepas tanggung jawab tersebut, tentu kita melihat Indonesia ini negara yang relatif tidak aman. Ada satu hal terakhir yang lagi ramai itu kan ketika Bjorka mengungkapkan, kenapa Menkominfo justru mengganti nomor WhatsApp-nya dengan +1? Apakah nomor + 62 itu sudah tidak aman lagi? Nah, ini menjadi pernyataan dan pertanyaan menggelitik tentunya,” bebernya.

“Sekali lagi, ketika tanggung jawab dan amanah itu dilepaskan begitu saja dan tidak diberikan kepada orang yang profesional dan ahli di bidangnya, maka tunggulah kehancuran akan tiba. Begitu di dalam Islam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *