Mediaumat.id – Menanggapi wilayah Polandia yang dihantam rudal buatan Rusia, Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana menduga ada provokasi untuk menyelesaikan krisis Ukraina.
“Ada dugaan provokasi untuk penyelesaian krisis Ukraina,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (18/11/2022)
Menurutnya, krisis Ukraina yang berlarut-larut hingga berbulan-bulan butuh exit strategy. Skenario Rusia melakukan aneksasi secara penuh, sepertinya dihindari oleh Rusia. “Rusia lebih memilih melakukan tekanan melalui serangan terukur untuk membuat Ukraina mengurungkan keinginannya untuk bergabung dengan NATO dan Uni Eropa,” ujarnya.
Kemampuan Ukraina untuk mengusir Rusia pun masih belum bisa diwujudkan, kata Budi, dukungan negara-negara Barat terhadap Ukraina juga tetap mempertimbangkan agar krisis Ukraina ini tidak meluas menjadi peperangan yang besar. “Terlebih dihindari oleh negara-negara Eropa tempat arena peperangan terjadi yang pastinya akan mendapatkan dampak langsung bila peperangan meluas,” bebernya.
Namun, serangan roket ini diduga mendorong penyelesaian dengan meningkatkan eksalasi peperangan. “Dengan memanfaatkan pertemuan para pemimpin utama NATO yang sedang berkumpul di Bali, sehingga dapat memberikan respons bersama dengan cepat,” katanya.
Dibantah Rusia
Budi mengatakan, peristiwa ini sudah dibantah oleh pihak Rusia, dan sedang diinvestigasi terkait dengan rudal ini. “Dalam konteks bahwa Polandia anggota NATO dan Rusia memahami bahwa serangan kepada anggota NATO berarti mengibarkan bendera perang terhadap NATO, maka tentunya Rusia tidak akan gegabah melakukan serangan yang akan berdampak luas bahkan terhadap konstelasi internasional,” ungkapnya.
Menurutnya, Rusia tahu betul memang risikonya demikian. Dengan prinsip serangan kepada satu anggota NATO berarti serangan ke semua anggota NATO, maka hal ini pastinya menjadi pertimbangan bagi Rusia untuk melakukan serangan tersebut. “Karena dengan peperangan yang melibatkan semua anggota NATO, artinya adalah terjadinya perang skala global atau perang dunia,” tegasnya.
Belum Berperan
Di sisi lain, kata Budi, umat Islam masih belum bisa berperan terhadap persoalan global saat ini. “Negeri-negeri Muslim yang ada, leverage politiknya masih lemah. Walaupun ada tiga negara Muslim yang menjadi anggota G20, yang bisa dianggap sebagai representasi negara dengan kapabilitas negara yang cukup besar secara ekonomi (GDP), seperti Indonesia, Turki dan Arab Saudi,” ujarnya.
Namun negara-negara tersebut, menurutnya, belum bisa menunjukkan posisinya sebagai negara yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh dalam skala global.
Sedangkan negara-negara anggota G7 yang kebetulan sedang menghadiri KTT G20 memberikan respons dengan cepat. “Ketika peristiwa rudal di Polandia terjadi, maka para pemimpin negara anggota G7 memanfaatkan keberadaan mereka bersama untuk merespons kasus rudal di Polandia tersebut,” katanya.
Budi menilai, forum KTT G20 memiliki goals tersendiri yang tidak berkorelasi kuat dengan peristiwa rudal Polandia ini. “Sehingga sebenarnya tidak bisa juga diartikan bahwa fotum KTT G20 ini tidak berarti,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it