Pola Pengesahan UU Kesehatan Mirip dengan Pencabutan BHP HTI

Mediaumat.id – Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menilai kondisi pengesahan UU Kesehatan yang banyak dipersoalkan masyarakat memiliki pola yang hampir sama dengan kondisi pencabutan Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (BHP HTI).

“Saya lihat pola pengesahan UU Kesehatan hampir sama dengan yang dilakukan terhadap HTI dan FPI (Front Pembela Islam) ketika mencabut badan hukum dan tidak memperpanjang SKT (Surat Keterangan Terdaftar),” tuturnya dalam diskusi PKAD: Kontroversi UU Kesehatan Ditunggangi HT1-FP1 Atau Oligarki? di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Sabtu (15/7/2023).

Kesamaan pola yang dimaksud Chandra adalah ketika ingin mencabut BHP HTI dan tidak memperpanjang SKT FPI, rezim melakukan perubahan regulasi terlebih dahulu.

“Regulasinya diubah dulu, baru setelah itu dilakukan eksekusi pencabutan dan tidak perpanjangan SKT. Sebelum dilakukan perubahan regulasi, ada berbagai narasi yang dibangun untuk masyarakat oleh rezim,” jelasnya.

Sedangkan terkait UU Kesehatan yang baru saja disahkan, ungkap Chandra, narasi yang dilontarkan itu sifatnya menyudutkan dan ini terjadi pada IDI (Ikatan Dokter Indonesia).

“Jadi ketika RUU itu (Kesehatan) dibahas, narasi yang berkembang di masyarakat adalah bahwa seolah-olah terjadi keributan atau pertentangan antara IDI dengan pemerintah. Ini diawali saat kasus Menkes Terawan dulu,” tambahnya.

Tuduhan itu, menurutnya, semakin berkembang tatkala IDI dituduh melakukan monopoli dalam konteks perizinan dan lainnya.

Selain itu, jelasnya, IDI juga dituduh sebagai orang yang melawan pemerintah bahkan ada yang menyatakan IDI itu kadrun.

“Seperti pada HTI dan FPI, sebelum regulasinya diubah, framing bermunculan di mana-mana bahkan ada tagline, misalnya, negara tidak boleh kalah dengan ormas. Setelah itu barulah kemudian regulasinya diubah,” tandasnya.

Melihat pola yang kuat dan tersetruktur, Chandra menduga kuat masifnya narasi ini adalah pekerjaan cyber troop (pasukan dunia maya).

“Pasukan siber ini kan tujuannya menghancurkan pihak lawan. Bukan sekadar menghancurkan argumentasi tetapi menghancurkan lebih sifatnya pada karakteristik individual untuk menghancurkan kepercayaan atau wibawa,” ulasnya.

Ia juga mengungkapkan, pasukan siber ini membangun opini publik bahwa yang dilakukan oleh pemerintah adalah benar dan tidak akan pemerintah melakukan yang tidak benar.

“Opini publik itu tujuannya adalah legitimasi publik yaitu agar mendapat dukungan atau persetujuan dari masyarakat persetujuan dari masyarakat bahwa pemerintah mengambil tindakan itu benar karena faktanya begini dan begini,” bebernya.

Dari hal ini, ia menyampaikan ada pelajaran yang bisa diambil yaitu kaum Muslim harus memenangkan opini publik di tengah-tengah masyarakat serta membongkar ada apa di balik ini semua.

“Jadi, bukan sekadar melihat ada tuduhan terhadap IDI dan pertikaiannya dengan pemerintah. Tetapi di balik ini ada liberalisasi kesehatan yaitu berpindahnya paradigma health care (layanan kesehatan) menjadi health industry (industri kesehatan). Itu yang perlu kita garis bawahi,” pungkasnya.[] Erlina

Share artikel ini: