Oleh: Fajar Kurniawan (Analis Senior PKAD)
“Masih ingat dulu Aidit klaim Pembela Pancasila, ternyata siapa yg melakukan kudeta & penghinat Pancasila? Masih ingat Jend.AH Nasution mengingatkan kita ? Bahwa PKI selalu menipu dengan membuat pertentangan antara Islam & Pancasila.” Demikian kutipan cuitan Mardani Ali Sera di Twitter yang dipost 14 September 2018.
Cuitan tersebut mengingatkan kita pada sosok tokoh PKI D.N Aidit pernah mengklaim “Membela Pantjasila ” ditulis tahun 1964. So what happen? Setahun setelah itu Aidit (Ketua CC PKI) dan juga kelompoknya melaksanakan pengkhianatan terhadap Pancasila dalam kejadian yang diketahui G – 30S/PKI 1965. Dalam buku tersebut Aidit menuangkan pandangannya tentang Pancasila dan mencoba berkamuflase bahwa PKI seakan-akan menerima Pancasila, termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Aidit dengan menerima sila Ketuhanan berarti di Indonesia tidak boleh ada propaganda anti-agama, tetapi juga tidak boleh ada paksaan beragama. Paksaan beragama bertentangan dengan sila Kedaulatan Rakyat. “Orang Indonesia yang tidak atau belum beragama, ia tetap bangsa Indonesia, tetap manusia yang harus diperlakukan secara adil dalam masyarakat. Tentang ini dengan tegas dikatakan oleh Presiden Sukarno bahwa “ada perbedaan yang tegas antara keperluan negara sebagai ‘negara’ dan ‘urusan agama.” ujar Aidit seperti dimuat di majalah Pembina pada 12 Agustus 1964.
Setahun kemudian, PKI justru melakukan pemberontakan. Dengan meletusnya pemberontakan G30S PKI, maka klaim PKI sejalan dengan Pancasila dengan sendirinya tumbang. Klaim sepihak PKI yang membela Pancasila merupakan salah satu gaya propaganda PKI untuk menarik simpatik publik kala itu dan meredam kecurigaan pihak-pihak yang menolak ideologi komunis.
Baginya, PKI menerima sila ketuhanan hanya secara keseluruhan. Sila ini juga diartikan sebagai bentuk anti terhadap propaganda agama. Namun demikian, kata Aidit, Pancasila juga memberikan ruang kepada mereka yang tidak beragama, atau dalam arti lain tidak ada paksaan dalam beragama. “Kami menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Pancasila sebagai satu-kesatuan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan kenyataan bahwa jumlah terbanyak dari bangsa Indonesia menganut agama yang monoteis (bertuhan satu)” kata Aidit yang dimuat dalam majalah Pembina pada 12 Agustus 1964
“Dengan menerima sila Ketuhanan berarti di Indonesia tidak boleh ada propaganda anti-agama, tetapi juga tidak boleh ada paksaan beragama. Paksaan beragama bertentangan dengan sila Kedaulatan Rakyat. Juga bertentangan dengan sila Kebangsaan, Kemanusiaan, dan Keadilan Sosial.”ucap Aidit. Aidit dalam pernyataannya selalu membawa nama Soekarno bahwa dikatakannya Soekarno selalu mendukung ide dan gagasannya terkait sila ketuhanan. “Tentang ini dengan tegas dikatakan oleh Presiden Sukarno bahwa “ada perbedaan yang tegas antara keperluan negara sebagai ‘negara’ dan ‘urusan agama’.”tegasnya.
PKI (Partai Komunis Indonesia), sebelumnya dikenal dengan nama Perkumpulan Sosial-Demokratis Indonesia (Indiskhe Sociaal Democratiskhe Vereniging – ISDV), yang berdiri pada bulan Mei tahun 1914 di Semarang, atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet. Tujuannya ialah untuk menyebarkan Marxisme di kalangan kaum buruh dan Rakyat Indonesia. Barulah pada tahun 1924, berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Lahirnya paham sosialisme akibat terjadinya kondisi buruk dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan setelah terjadinya revolusi industri. Aliran sosialisme sangat menentang hadirnya para kapitalis yang dianggap membawa kesengsaraan bagi rakyat. Para penganut sosialis memimpikan terbangunnya suatu masyarakat tanpa kelas, sehingga semua manusia dapat menikmati kesejahteraan secara bersama.
Karl Heinrich Marx (1818-1883), mencetuskan sosialisme yang didasarkan atas ilmu pengetahuan. Ia mengembangkan sosialisme secara radikal. Karya monumental Karl Marx “Das Kapital” menyebut bahwa sejarah manusia adalah sejarah perjuangan kelas. Pemenang dari peperangan itu adalah kaum proletar. Karl Marx lalu menyebut ajarannya itu sebagai komunisme dan pengikutnya disebut komunis.
Istilah komunisme sendiri sebenarnya bukan ciptaan Karl Marx, melainkan ciptaan sosialis Prancis, Cabet. Kata “komunis” itu berasal dari bahasa Latin “communio” yang artinya milik bersama. Komunisme memprogramkan tercapainya masyarakat yang makmur tanpa kelas. Semua orang sama, sama rata sama rasa. Dalam komunisme, perubahan sosial harus dimulai dari pengambilalihan alat-alat produksi dan harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata melalui peran Partai Komunis.
Dalam penggunaan keseharian, istilah “sosialisme” sering dicampuradukkan dengan “komunisme”. Oleh karena itu, kedua istilah tersebut pada akhirnya dianggap sama. Tidak salah jika ada yang menyatakan bahwa sosialisme “sepaket” dengan “komunisme” karena kesamaan ide dasarnya.
Negara pertama di dunia yang menerapkan ideologi sosialisme adalah Uni Soviet. Namun, Uni soviet berumur pendek, negara ini runtuh pada tahun 1991.Korea Utara juga menganut sistem ekonomi sosialis. Negara ini pernah mengalami beberapa hal yang terburuk dalam sejarahnya, terutama bencana kelaparan yang melanda rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi sosialis di Korea Utara bisa dibilang tidak cukup sukses. Sampai sekarang, pertumbuhan ekonominya mengalami kemunduran dan tidak lebih baik dari tetangganya, Korea Selatan. Sampai saat ini masih ada beberapa negara yang tercatat sebagai negara yang menerapkan ideologi sosialis-komunis, seperti China, Kuba, Vietnam, Laos, dan Transnistia.
Seperti telah dijelaskan di atas, Sosialisme muncul sebagai reaksi terhadap kapitalisme pada abad ke-19. Kemunculannya tidak lepas dari efek Revolusi Industri pada tahun 1750-1840 di Inggris. Dampak paling mencolok dari revolusi industri ini adalah kesenjangan antara kaum buruh dan kaum borjuis. Nasib kaum buruh (proletar) tidak dipedulikan majikannya. Mereka harus hidup di perumahan kumuh dan mengais-ngais makanan dan dieksploitasi. Dalam sehari, jam kerja mereka bisa mencapai lebih dari 12 jam, tetapi mereka tetap miskin.
Revolusi Industri juga mengakibatkan melimpahnya hasil industri di tengah kurangnya bahan mentah. Untuk menjual hasil industri, para pemilik modal membuat jaringan perdagangan, yaitu perdagangan bebas yang melahirkan konsep liberalisme. Sementara itu, untuk mengatasi kekurangan bahan mentah, Inggris kemudian mencari kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan manusia untuk dimanfaatkan demi kepentingan industri mereka. Inilah faktor utama pendorong lahirnya imperialisme modern yang dimotori oleh Inggris. Sehingga, jajahan Inggris di Asia dan Afrika semakin luas dan banyak.
Kehadiran sosialisme termasuk di dalamnya komunisme, yang mengusung “masyarakat tanpa kelas”disambut dengan suka cita, khususnya oleh kalangan buruh dan tani. Pada masa penjajahan, paham sosialisme-komunisme banyak mendapat simpati dari bangsa pribumi yang terjajah. Sosialisme-komunisme semakin berpengaruh setelah konsep ini digunakan sebagai salah satu senjata menghadapi imperialisme. Wajar jika banyak pemimpin di Asia-Afrika tertarik dengan sosialisme yang anti kapitalisme.
Meskipun negara utama pengusung sosialisme-komunisme telah runtuh, sebagai sebuah ideologi sosialisme-komunisme tidak akan pernah mati. Hingga saat ini masih saja ada masyarakat yang tergiur (termasuk kaum muslim) dengan sosialisme-komunisme gaya baru. Saat ini, penyebaran idenya dilakukan secara halus, tetapi menyusup ke mana-mana. Wajar jika bermunculan aktivis, tokoh, politisi, akademisi, bahkan “ulama”, yang sadar atau tanpa sadar mendukung kebangkitannya.
Sosialisme-komunisme gaya baru dijajakan dengan berbagai pendekatan, yang dimulai dengan pendangkalan akidah Islam di kalangan kaum muda muslim melalui berbagai sarana, seperti film, buku, novel, dan grup-grup sosial media. Mereka menyebarkan ide-idenya dengan membonceng isu HAM, demokrasi, hak-hak buruh, dan anti SARA. Tidak sedikit anak muda muslim yang tergiur. Mereka melihat solusi atas berbagai persoalan yang tengah mendera masyarakat di dalam ide-ide ini. Sebaliknya, mereka menilai bahwa Islam sudah tidak relevan lagi dalam menjawab tantangan zaman kekinian.
Padahal, ide-ide yang diusung oleh ideologi ini sangat berbahaya karena beberapa alasan. Pertama, bagi kaum muslim, sosialisme-komunisme merupakan ideologi kufur yang bertentangan dengan Islam. Secara umum, sosialisme berlandaskan pada teori Materialisme Dialektika bahwa materi adalah satu-satunya substansi. Paham ini tidak mengakui adanya pencipta (atheis) serta menganggap agama (termasuk Islam) dan hal-hal berbau “akhirat” sebagai candu masyarakat. Pandangan seperti ini dapat mengeluarkan seorang muslim dari Islam. Pasalnya, ciri utama keislaman seseorang adalah pengakuan (iman) terhadap adanya Allah Swt sebagai pencipta dan ketundukannya pada hukum syariat.
Kedua, menghilangkan hak milik individu. Sosialisme-komunisme menghilangkan hak milik individu. Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik negara atau masyarakat secara keseluruhan. Jelas hal ini bertentangan dengan fitrah manusia yang punya naluri mempertahankan diri. Dalam hal ini, Islam telah mengatur masalah kepemilikan dengan sangat jelas, ada kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. Jadi, setiap individu boleh memiliki harta (termasuk aset), asal melalui sebab-sebab kepemilikan yang dibenarkan syariat.
Ketiga, jauh dari keadilan yang hakiki. Sosialisme termasuk di dalamnya komunisme berusaha mewujudkan persamaan secara mutlak di antara individu. Persamaan seperti ini jelas mustahil diwujudkan. Menyamaratakan manusia – padahal kenyataannya terdapat ragam perbedaan kemampuan di antara mereka– justru jauh dari keadilan yang hakiki. Padahal konon keadilan itulah yang terus berupaya diwujudkan oleh orang-orang sosialis. Dalam Islam, setiap individu dipandang secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Islam menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh, dengan kemungkinan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kemampuannya.
Keempat, rawan konflik sosial. Marx menekankan bahwa kunci perubahan dari masyarakat kapitalis ke komunis ada di tangan kaum proletar itu sendiri. Perubahan itu hanya akan terjadi dengan cara perebutan paksa melalui revolusi sosial hingga terbangunnya masyarakat baru, yaitu masyarakat komunis. Sejarah menunjukkan bahwa revolusi sosial selalu melibatkan kekerasan dan jatuhnya korban. Revolusi Prancis, Revolusi Jerman, termasuk Revolusi Rusia telah memakan banyak korban. Di Indonesia, sepak terjang penganut sosialisme-komunisme penuh dengan catatan kebiadaban, seperti pelecehan, pembantaian, dan penghinaan terhadap al-Qur’an.
Itulah beberapa pemikiran pokok sosialisme termasuk di dalamnya komunisme. Sebenarnya masih banyak pemikiran lainnya yang dapat dikritisi. Namun, dari pemaparan di atas cukup untuk sampai pada kesimpulan bahwa sosialisme-komunisme merupakan ideologi kufur yang lahir dari manusia. Kebobrokan dan bahaya pemikiran-pemikiran itu sudah sangat nyata. Oleh karena itu, kita wajib menolak ideologi dan gerakan kufur dan sesat tersebut.[]