Mediaumat.id – Analisis Senior Pusat Kajian Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menyebutkan bahwasnya di sektor ekstraktif Cinalah pemilik sesungguhnya sumber daya alam (SDA) di negeri ini.
“Misalkan di sektor ekstraktif, kita lihat Cina hari ini sesungguhnya kalau boleh saya sederhanakan, dialah sesungguhnya ‘pemilik’ sumber daya alam kita saat ini,” tuturnya dalam diskusi Waspadai Investasi Cina di Tengah Update Kasus Rocky Gerung!! di kanal YouTube Pusat Kajian Analisis Data, Kamis (3/8/2023).
Terutama, lanjutnya, jika dilihat dari begitu masifnya investasi di tambang nikel sampai ke industri smelter.
“Jadi kalau para pemirsa, misalkan, pergi ke pusat-pusat tambang nikel hari ini, mulai dari di Sulawesi Tengah tepatnya di daerah Morowali kemudian di Sulawesi Tenggara, kemudian di Halmahera Utara di daerah Weda Bay, kemudian sampai ke daerah Pulau Obi, itu kita jumpa di sejauh mata memandang itu adalah industri-industri dari Cina,” ujarnya.
Sehingga, menurut Fajar, itulah yang menjadi alasan Cinalah yang paling menikmati SDA saat ini. “Dengan ketuk investasi tadi padahal sebenarnya itu adalah bagian dari kalaupun saya katakan neoimperialisme gitu ya, dan dibalik selimut investasi itu,” lanjutnya.
Problematik
Ia menuturkan, rezim saat ini terus mengundang Cina dan memperbanyak investasinya, padahal investasi-investasi yang dilakukan Cina sering kali menimbulkan problematik.
“Tidak hanya dari tadi sisi-sisi strategisnya, tapi juga sampai ke tataran-tataran yang, apa namanya, teknis sekalipun,” ulasnya.
Kepatuhan terhadap standar pengelolaan keselamatan dan lingkungan pun, menurutnya, masih bergantung pada Cina.
“Jadi bukan suatu hal yang yang aneh kalau misalkan kita pergi ke pusat-pusat pengolahan tambang, yaitu pusat pertambangan dan pengolahan hasil tambang itu, kita menjumpai bagaimana kualitas udara, kualitas air, kualitas tanah, dan seterusnya yang itu sudah sedemikian rupa buruknya,” ungkapnya.
Sehingga, lanjutnya, orang-orang ataupun masyarakat yang tinggal di perbatasan dengan industri-industri rentan terkena polusi. “Saya kok punya keyakinan bahwa mereka dalam jangka panjang itu terpapar dengan polusi yang sedemikian rupa, belum kemudian aspek keamanan dan seterusnya,” bebernya.
Jangka Pendek
Fajar juga mengimbau pada pemerintah, jangan hanya dilihat dari keuntungan ekonomi jangka pendek. “Tapi Pernahkah dihitung dampak eksternalitas tadi itu, atau eksternalitas cost atas kerusakan sumber daya alam kita, kerusakan lingkungan dan seterusnya,” imbuhnya.
Selain itu, ia khawatir, investasi yang begitu masif dari sebuah negara itu membawa misi tertentu. “Ya, tentu itu mengandung atau membawa misi-misi tertentu tidak mungkin kemudian, apa namanya, sebuah negara terutama seperti Cina ya, tidak punya misi tertentu,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi