Mediaumat.id – Terkait unggahan video Ning Imaz yang sudah dibubuhi cercaan, perbuatan Eko Kuntadhi, pendengung (buzzer), dinilai sebagai islamofobia tingkat akut dan keterlaluan.
“Ini kan sudah islamofobia tingkat akut dan keterlaluan. Sangat-sangat keterlaluan,” ujar Peneliti dari Pusat Kajian dan Analisis Data Hanif Kristianto dalam Kabar Petang: Buzzer, Gerombolan Pembenci Islam yang Berbahaya, Jumat (23/9/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Lantaran itu, lanjutnya, keberadaan para pendengung bayaran di media sosial kerap menimbulkan keresahan. “Orang NU saja dihina gitu loh ya, termasuk Ning dalam artian ini adalah putri seorang ulama itu saja, ketika menyampaikan ajaran Islam itu dihina sedemikian rupa,” bebernya.
Dengan kata lain, para pendengung bayaran tidak membuat wacana publik menjadi berkualitas. Justru sebaliknya, hanya membuat media sosial menjadi ajang caci maki, adu domba, membuat hoaks, memecah belah, termasuk menghina dina agama Islam berikut para tokohnya.
Makanya ia pun prihatin dengan kondisi seperti itu. “Wajar ketika Pak Kiai Cholil Nafis, bahwa MUI sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial,” ulasnya.
Karenanya pula, imbauan itu harus menjadi panduan bagi masyarakat, apalagi mayoritas di negeri ini adalah umat Islam untuk senantiasa berhati-hati.
Sebab tatkala bermedia sosial tanpa diimbangi dengan keimanan juga ketakwaan, ia bisa memastikan, hasilnya ngawur. “Tadi ada kata-kata yang mungkin jorok ataupun juga menghinakan seseorang, bahkan, naudzubillah min dzalik kalau itu sampai menghinakan Islam,” tandasnya.
Terbukti baru-baru ini video yang memiliki keluku atau thumbnail bertuliskan ‘Lelaki di Surga Dapat Bidadari, Wanita Dapat Apa?’ di media sosial, menjadi viral dikarenakan cuitan hinaan.
Padahal dalam video yang diproduksi oleh NU Online itu, Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, sedang menjelaskan tentang tafsir Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 14.
Dijelaskan bahwa orientasi kenikmatan tertinggi bagi laki-laki adalah perempuan, sedangkan kenikmatan tertinggi perempuan adalah perhiasan.
Namun tak sependapat dengan penjelasan Ning Imaz, Eko Kuntadhi mengunggah ulang potongan video tersebut di Twitter-nya dengan membubuhkan _caption_ tak pantas. “Jadi bidadari itu bukan perempuan? T***l tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi s*******ngan,” tulis Eko Kunthadi, Selasa, 13 September 2022.
Karenanya, lanjut Hanif, meski diketahui pencuit sudah menghapus unggahan video tersebut, negara harus peduli kepada urusan umat Islam dengan memberikan sanksi atau paling tidak teguran keras agar tidak terulang.
Alasan Klise
Lantas kalaupun dalihnya mengonter kelompok yang dia anggap radikal, misalnya, menurut Hanif itu adalah alasan klise.
Lebih jauh sikap islamofobia mereka, ia nilai justru telah mengonfirmasi bahwasanya ketakutan tersebut adalah bagian dari fakta yang ditunjukan oleh Allah SWT, berkenaan dengan kebencian mereka terhadap Islam.
Kendati begitu, ia tidak bisa menuduh langsung apakah dia tergolong kaum munafik atau bukan. “Apakah dia munafik atau apa, ini kita belajar dari ceminan kaum munafik pada zaman Nabi (SAW),” lanjutnya.
Hanif pun menyampaikan, terdapat rangkuman hadits riwayat dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah, yang menerangkan sebab turunnya firman Allah SWT di Al-Qur’an surah at-Taubah ayat 65-66 yang masing-masing artinya,
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’.”
“Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Dikisahkan, pada suatu perjalanan perang, yakni Perang Tabuk ada orang di dalam rombongan tersebut berkata, ‘Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini, (yang dimaksudkan adalah Rasulullah dan sahabat beliau) kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh’.
Mendengar hal ini Auf bin Malik ra. berkata kepada orang tersebut, ‘Kamu dusta, kamu ini munafik. Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah SAW’.
Lalu Auf bin Malik ra., pergi menghadap Rasulullah SAW. Namun sebelum Auf sampai, wahyu telah turun kepada Rasulullah tentang peristiwa itu.
Sementara, orang yang bersenda gurau dengan menjadikan Rasulullah sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau yang saat itu berada di atas untanya,dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami tadi hanyalah bersenda gurau. Kami melakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan’.
Ibnu Umar salah seorang sahabat Nabi yang berada di dalam rombongan bercerita, sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah SAW. Sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain saja
Lantas, Rasulullah pun berkata kepada dia dengan membacakan firman Allah yaitu Surat At-Taubah ayat 65 sampai 66 tersebut, dengan tanpa menoleh ke orang tersebut dan beliau juga tidak bersabda lebih dari itu. “Ini cerminan,” cetusnya.
Dengan demikian, ia menyebutkan, siapa saja yang melakukan seperti yang dilakukan orang tadi kepada Rasulullah SAW, termasuk golongan orang-orang munafik.
“Kita sendiri sebagai individu misalnya, orang tua kita diolok-olok, saudara kita, itu kan sudah marah,” tandasnya.
Apalagi ini adalah ajaran islam yang suci nan mulia. Dan ini berasal dari Allah yang Mahabaik, serta dari Rasulullah yang menjadi teladan bagi seluruh alam.
Karena itu, ketika sistem kehidupan Islam tegak, para pembenci termasuk Eko Kuntadhi akan dihukum sesuai dengan yang dinistakan.
“Seandainya mereka menistakan agama Islam, misalnya sampai menistakan Allah dan Rasul-Nya, bisa jadi negara akan memberikan takzir,” ucapnya.
Atau bahkan, tambahnya, mungkin yang paling kejam, ada hukuman mati bagi seseorang yang terbukti menghina Allah dan Rasul-Nya. “Ini penting sekali dan kalau tidak segera disanksi tegas oleh negara maka kita berharap kepada siapa lagi? Masa nanti nunggu di pengadilan akhirat. Ini masalahnya sekarang ini,” pungkasnya, sembari mengimbau agar negara berperan lebih aktif lagi karena sudah didukung oleh fatwa MUI.[] Zainul Krian