PKAD: Amerika Rapuh dalam Menghadapi Krisis Global

 PKAD: Amerika Rapuh dalam Menghadapi Krisis Global

Mediaumat.id – Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan mengatakan, negara adidaya Amerika itu rapuh dalam menghadapi krisis global di tahun 2023 nanti.

“Ini sebenarnya menunjukkan rapuhnya mereka. Negara-negara yang kita anggap superpower, Amerika itu pun rapuh,” tuturnya dalam diskusi Live (Perspektif): Kemandirian Ponpes Menghadapi Cengkeraman Kapitalisme Global, Senin (14/11/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Ia menceritakan bagaimana Amerika marah-marah ke Presiden Ukraina. “Kenapa? Bolak-balik minta duit, Amerika itu jebol,” imbuhnya.

Memang Amerika tinggal printing money, butuh berapa tinggal cetak, lanjutnya, tanpa back up emas. “Tapi saya kira ini akan mengganggu pasar dolar. Sampai tahun 2015, dolar masih menguasai 90 persen peredaran uang di dunia. Hari ini tinggal 70 persen,” paparnya.

Menurutnya, ada upaya Cina dan Rusia mengisolasi dolar. “Mau beli minyak, memakai rubel (mata uang Rusia), “tambahnya.

Fajar memaparkan, adanya prediksi krisis pada tahun 2023 lebih parah dibanding tahun 1998. Hal ini karena krisisnya ada lima macam. Pertama, krisis climate change (perubahan iklim).

Ia menjelaskan bahwa climate change menjadi permasalahan tersendiri. Adanya anomali cuaca menyebabkan perubahan suhu ekstrem, kerusakan lingkungan, gletser mencair, dan menimbulkan varian-varian penyakit baru. “Kalau itu tidak dikendalikan, maka bisa menjadi semakin buruk,” ungkapnya.

Kedua, krisis karena dampak covid. “Covid ini kan berjilid-jilid, sekarang ada varian XBB. Jadi covid ini belum sepenuhnya selesai, masih berlanjut. Dan beberapa negara masih melakukan pembatasan, bahkan di Cina, beberapa kota melakukan lockdown kembali,” bebernya.

Ketiga, krisis konflik Rusia-Ukraina. “Banyak yang memprediksi krisis ini hanya berlangsung 2-3 bulan, namun sekarang krisis ini sudah berjalan 8 bulan, belum menunjukkan kapan berakhir,” jelasnya.

Keempat, krisis harga komoditas. Ada dua harga komoditas penting yang mengalami inflasi, yaitu pertama pangan, terutama gandum dan barli. “Karena Rusia dan Ukraina menguasai pasar kurang lebih 27 persen pasokan dunia,” tambahnya.

Sementara komoditas kedua, adanya krisis energi. Menjelang musim dingin di Eropa, pasokan gas Rusia dipotong habis-habisan. “Maka negara-negara di Eropa Barat, bersiap-siap membeku,” imbuhnya.

Kelima, krisis cost of living (biaya hidup), harga komoditas naik, maka biaya hidup pun naik. “Kenapa di Inggris, pelacuran/prostitusi naik? Banyak orang yang tidak mampu makan, di Prancis juga sama. Kemarin demo besar-besaran di Prancis karena cost of living-nya itu naik,” urainya.

Fajar mencontohkan, yang seharusnya tagihan listrik, pangan biasanya sekian poundsterling/euro, sekarang harus naik berkali-kali lipat. “Karena tagihan naik, ini yang menjadikan inflasi naik. Sekarang tingkat inflasi di Eropa kurang lebih 8-9%. Di Amerika juga kurang lebih sama, bahkan mungkin lebih tinggi,” pungkasnya.[] Nita Savitri

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *