Oleh: Iwan Januar
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI pada sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.
Ada beberapa poin penting yang perlu dicermati dalam pidatonya; Pertama, Presiden Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 ada pada kisaran 4,5 hingga 5,5 persen.
Kedua, presiden Jokowi menyatakan tidak main-main dalam upaya pemberantasan korupsi. Jokowi mengatakan upaya pencegahan korupsi harus ditingkatkan melalui tata kelola yang sederhana, transparan, dan efisien. “Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” katanya.
Ketiga, Presiden Jokowi mengingatkan kebebasan yang ada harus menghargai hak orang lain juga. Karena itu, dia mengingatkan agar tak ada masyarakat yang merasa paling benar sendiri dan menyalahkan orang lain serta agar tak ada masyarakat yang merasa paling beragama dibandingkan orang lain.
“Demokrasi memang menjamin kebebasan, namun kebebasan yang menghargai hak orang lain. Jangan ada yang merasa paling benar sendiri, dan yang lain dipersalahkan. Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilais sendiri,” ujar Jokowi.
Pertumbuhan Ekonomi
Target pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5 hingga 5,5 persen adalah tidak realistis. Sebelum pandemi sebenarnya ekonomi RI telah masuk ke dalam pusaran krisis. Ekonom Rizal Ramli menyebutkan sejumlah sinyal ambruknya perekonomian RI sebelum wabah corona. Ekonomi Indonesia sudah bermasalah karena pengaruh bubble economy; gelembung makro ekonomi, gagal bayar, anjloknya daya beli, kehadiran bisnis digital dan penurunan pendapatan petani.
“Semua indikator makro merosot lebih jelek dibandingkan 10-15 tahun lalu. Defisit neraca perdagangan, transaksi berjalan, taxation dan sebagainya,” kata Rizal Ramli di Surabaya, Minggu (8/3/2020).
Tahun 2020 ekonomi Indonesia tanpa Corona diprediksi bakal rontok hingga ke angka 4 persen. Dengan kehadiran Corona prediksi perlambatan laju ekonomi malah semakin parah. Rizal Ramli bahkan menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot di angka 3 persen. Sinyal tersebut, tambah Rizal, sudah mulai terjadi secara perlahan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Mei lalu mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal I/ 2020 tumbuh melambat sebesar 2,97 persen (year on year). Kepala BPS Suhariyanto mengatakan secara kuartalan atau dibandingkan dengan kuartal IV/2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 2,41 persen.
Karena itu, target pertumbuhan yang disampaikan Presiden Jokowi amat tidak realistis. Jangankan untuk melakukan lompatan besar, untuk bangkit pun susah benar.
Pemberantasan Korupsi
Pernyataan Presiden Jokowi soal pemberantasan korupsi juga tidak sesuai kenyataan. Ada beberapa indikasi pemerintah justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Pertama, pemerintah merevisi UU KPK yang membuat lembaga pemberantasan anti korupsi itu makin terpuruk dengan pembatasan sejumlah wewenang.
Dalam siaran pers 25 September 2019, KPK menyatakan ada 26 poin dalam revisi UU itu yang berpotensi membuat KPK menjadi impoten seperti Dewan Pengawas diangkat dari aparat penegak hukum yang masih menjabat sehingga berpeluang tidak independen, kemudian pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum, penghilangan wewenang penyelidikan dan penyadapan.
Kedua, pemerintah melalui Menkumham sering mengobral remisi pada terpidana korupsi. Misalnya pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019) kemarin. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 338 narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi.
Kemudian dengan memberikan HAM para narapidana, bersama Komisi III DPR, Kementerian Hukum dan HAM sepakat merevisi Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan yang secara otomatis bakal menghapus PP pengetatan remisi untuk terpidana korupsi, teroris dan napi kejahatan luar biasa. Revisi tersebut akan segera disahkan oleh DPR.
Padahal PP Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan itu dibuat dengan semangat untuk melakukan pengetatan remisi bagi narapidana yang digolongkan melakukan kejahatan luar biasa yaitu teroris, narkoba, dan korupsi. Dalam pelaksanaannya, PP tersebut sering dikritik karena dinilai melanggar HAM.
Ketiga, KPK juga semakin disorot karena pimpinannya, Firli melakukan tindakan kontroversi, seperti menggunakan helikopter milik swasta dalam perjalanan dinasnya. Hal ini dapat membuat cacat independensi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
Klaim Paling Agamis-Pancasilais
Pernyataan Presiden tentang larangan klaim paling agamis dan paling Pancasilais adalah sesuatu yang relevan bila ditujukan pada pemerintah dan segenap pendukungnya. Klaim paling Pancasilais justru datang dari para pendukung pemerintah dengan slogan Saya Pancasila & Saya NKRI.
Lalu dengan dalih menjaga Pancasila dan NKRI banyak pihak merasa berhak mempersekusi kelompok oposisi dan kelompok Islam yang berseberangan dengan pemerintah. Pihak yang kerap melakukan persekusi bahkan sampai membajak akun medsos, ponsel dan nomor WA, pada pihak-pihak yang dianggap menyerang pemerintah. Ironinya, meski berulangkali dilaporkan pada aparat, nyaris tak ada tindakan hukum pada mereka.
Klaim paling agamis juga malah banyak dilakukan kalangan pendukung rezim. Mereka melabeli kelompok Islam yang tidak sejalan dengan kepentingan politik pemerintah sebagai kelompok radikal, kemudian para penceramahnya dipersekusi dan dilaporkan pada pihak berwajib.
Pemerintah melalui Menag Fachrul Razi dan Kemenpan RB Tjahjo Kumolo, sebagai contoh, menyatakan larangan terhadap ASN yang cadar dan celana cingkrang. Sejumlah kampus Islam negeri juga ikut melarang mahasiswi dan dosen memakai cadar di lingkungan kampus, baik dengan dalih administrasi maupun alasan agama.
Begitupula sikap Kemenag yang akan menggeser materi Khilafah dan Jihad dari buku-buku pelajaran untuk dipindahkan ke dalam pelajaran sejarah. Mereka mengklaim bahwa hukum Khilafah dan Jihad sudah tidak relevan dengan konteks kekinian. Nah, bukankah ini berarti pemerintah menganggap diri mereka paling Pancasilais dan paling agamis, sampai melarang orang lain menjalankan keyakinan agamanya?
Pantas bila banyak orang menganggap pidato Presiden Jokowi kemarin tidak realistis karena justru pemerintah sendiri yang banyak melanggar ucapan mereka.[]