Mediaumat.news – Terkait dengan permintaan Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas agar merevisi buku pelajaran ‘Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti’ untuk Kelas XI SMA, terbitan Kemdikbud tahun 2017 yang menurutnya berisi dogmatis dan bisa menciptakan segregasi dan permusuhan, Kristolog Abu Deedat Shihabuddin menilai justru umat Islam yang mestinya banyak keberatan.
“Kalau bicara dogma, ya tentu kita lebih banyak keberatan,” tuturnya dalam acara Fokus: PGI Offside? Ahad (07/03/2021) di kanal YouTube Fokus Khilafah Channel.
Abu Deedat mencontohkan keberatan umat Islam terkait tentang Allah punya anak. “Keberatan kita. Kenapa kita keberatan karena ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah at-Taubah ayat ke-30. Banyak lagi keberatan-keberatan kita,” ujarnya.
Apalagi tentang dogma, misalnya, tentang kematian Isa al-Masih, menurutnya di dalam Al-Qur’an tidak mati disalib karena orang yang mati di tiang salib itu orang yang terkutuk. “Keberatan kita. Tapi kita tidak pernah protes. Silakanlah, prinsip kita lakum diinukum waliyadiin dalam hal agama,” ungkapnya.
Offside
Terkait masalah PGI yang meminta Menag merevisi buku PAI, ia menilai, itu sudah offside karena memasuki ke arenanya kaum Muslimin. “Kalau dia keberatan agama Islam diberikan kepada siswa-siswi yang non Muslim, bolehlah Pak Gultom keberatan. Tapi, kalau berbicara pelajaran agama Islam dan untuk siswa-siswi yang Muslim, itu bagian dari keimanan kaum Muslim,” ungkapnya.
Ia mengatakan, umat Islam juga mestinya keberatan terhadap penggunaan kata Allah di Bible. “Di kalangan Kristen sendiri mereka meminta kepada lembaga Alkitab supaya alkitabnya tidak menggunakan kata Allah. Karena menurut Bible kata Tuhan itu namanya Yahwe. Kenapa kitabnya menggunakan kata Allah. Sementara di dalam Islam, Allah itu nama Tuhan sehingga orang Islam itu tidak sulit kalau bicara tentang Tuhan. Orang Muslim di mana pun kalau ditanya siapa Tuhannya? Pasti menjawab Allah. Sementara mereka kesulitan dengan nama itu. Jadi penggunaan kata Allah di dalam bible itu banyak yang rancu. Semestinya kita yang keberatan. Sementara di kalangan Kristen sendiri ada yang menggugat kata Allah karena itu versinya umat Islam,” ujarnya.
Ia mengatakan, kalau keberatan terhadap apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an atau dalam pelajaran agama untuk siswa tersebut bahwa kitab Injil maupun Taurat yang telah mengalami perubahan.
“Beda dengan pernyataan Al-Qur’an. Sesungguhnya Allah yang menurunkan Al-Qur’an Allah pula yang menjaganya. Sementara kitab-kitab sebelum Al-Qur’an itu Allah amanahkan untuk menjaganya kepada ulama-ulama mereka. Tapi setelah nabi yang bersangkutan tidak ada. Kitab-kitab itu mengalami perubahan itu. Perubahan itu bisa menambah bisa mengurangi,” bebernya.
Mestinya, menurutnya, Gultom lebih keberatan pada buku The Five Gospels. “Ini hasil seminar yang dihadiri 76 doktor teologi seluruh dunia. Ada 5 Gospel yang menyimpulkan hasil seminarnya itu 82 persen Injil tidak bersumber dari Yesus. Artinya di kalangan para teolog sendiri, pakar-pakarnya mengatakan demikian (banyak perubahan Injil). Jadi, 76 doktor teologi, ini artinya bukan umat Islam. Jadi, lebih layak Pak Gultom keberatan buku ini. Ini karangan doktor teologi,” ungkapnya.
Sementara kalau pelajaran agama untuk anak yang Muslim, menurutnya, kalau pak Gultom keberatan semestinya tidak baca buku PAI tersebut. “Kenapa baca buku itu? Kecuali kalau buku diajarkan dipaksakan kepada siswa siswa yang bukan Muslim. Kalau kepada Muslim apa keberatannya?” pungkasnya. [] Achmad Mu’it