Petisi 100: Proyek Rempang Skandal yang Bikin Malu Negara

 Petisi 100: Proyek Rempang Skandal yang Bikin Malu Negara

Mediaumat.id – Proyek Rempang Eco City yang memicu konflik warga etnis Melayu dengan aparat negara di Rempang dinilai Para tokoh lintas profesi dan lintas daerah yang tergabung dalam Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat sebagai skandal nasional yang memalukan negara.

“Bahwa konflik warga etnis Melayu dengan aparat negara di Rempang merupakan skandal nasional yang memalukan negara dan sekaligus menurunkan martabat bangsa Indonesia,” ujar Badan Pekerja (BP) Petisi 100 dalam siaran pers tertandatangan Marwan Batubara dan Syafril Sofyan yang diterima Mediaumat.id, Sabtu (7/10/2023).

Menurut BP Petisi 100, kriminalisasi dan tindakan represif aparat gabungan ini dilakukan dalam rangka mengamankan proyek oligarkis, Rempang Eco City (REC) yang dikelola oleh perusahaan Makmur Elok Graha (MEG), milik taipan oligarkis Tomy Winata.

Untuk proyek itu BP Petisi 100 menyebut, rezim Jokowi telah berencana dan bertindak secara biadab dan melawan hukum guna mengosongkan Pulau Rempang dari penduduk asli dan etnis Melayu yang telah tinggal di pulau tersebut lebih dari 100 tahun.

BP Petisi 100 membeberkan, proyek REC diproses sangat cepat dan mendadak. Perencanaannya hanya berlangsung sekitar 4 bulan sejak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meluncurkan REC pada April 2023.

Kemudian dilanjutkan penandatangan MOU antara PT MEG, Xinyi Investment (Hong Kong) dan Menteri Investasi/Kepala BKPM pada 28 Juli 2023, hingga pemberian status Proyek Strategis Nasional (PSN) pada tanggal 28 Agustus 2023. Dan setelah itu, rakyat digusur paksa pada tanggal 7 September 2023.

BP Petisi 100 melihat, untuk menjustifikasi dan melancarkan pelaksanaan proyek REC tersebut, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang melanggar konsitusi, melanggar sejumlah UU dan melanggar hak/HAM rakyat.

BP Petisi 100 mengatakan, Menko Airlangga Hartarto, secara semena-mena dan ilegal, telah menerbitkan Permenko No.7 Tahun 2023 tanggal 28 Agustus 2023 yang menetapkan proyek Rempang Eco City (REC) sebagai PSN. Hal ini jelas melanggar UU dan peraturan, sebab proyek PSN haruslah merupakan proyek pemerintah, BUMN atau BUMD, bukan protek swasta.

Selain itu kata BP Petisi 100, ditemukan fakta bahwa Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) sejauh ini tidak mempunyai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Pulau Rempang. Sekalipun BP Batam memiliki hak mengelola lahan, BP Batam tidak berhak menggusur tempat tanggal warga yang telah ditempati secara sah dan turun temurun.

Artinya, jelas BP Petisi 100, semua tindakan BP Batam di Pulau Rempang merupakan tindakan ilegal dan melanggar hukum,  khususnya mematok tanah masyarakat dan menggusur, atau relokasi paksa, yang jelas merupakan tindakan ilegal, melanggar hukum dan melanggar HAM berat.

BP Petisi 100 menjelaskan, setiap pengeluaran pemda harus merujuk mata anggaran berdasarkan fungsi, organisasi dan program di dalam APBN/APBD, dengan persetujuan DPR/DPRD. Sedangkan, proyek penggusuran dan relokasi warga Rempang berlangsung mendadak dan super cepat. Maka, dapat dipastikan tidak tersedia mata anggaran untuk penggusuran, relokasi atau kompensasi proyek REC tersebut dalam APBN/APBD tahun anggaran 2023.

BP Petisi 100 menduga, ada motif lain di balik rencana investasi Cina yang diakui bernilai Rp381 triliun (hingga 2080) tersebut. Salah satunya adalah untuk tersedianya wadah pencucian uang bagi para konglomerat busuk yang terlibat berbagai tindak KKN, termasuk para perampok dana rekapitalisasi BLBI yang nilainya sekitar Rp 700 triliun.

Di samping memperoleh keuntungan dari invesasti yang ditanam, tegas BP Petisi 100, Cina akan memperoleh pasar bagi industri terkait PLTS di Cina daratan dan juga kesempatan kerja bagi TKA Cina. Melalui REC, Cina mendapat pijakan menjalankan program OBOR, jalur sutra modern, termasuk melaksanakan eksodus rakyat Cina ke Rempang.

“Rezim Jokowi telah semakin membuka kesempatan bagi Cina menjajah Indonesia,” ucap BP Petisi 100.

BP Petisi 100 menilai, proyek REC yang merupakan salah satu implementasi delapan butir kesepakatan Jokowi-Xi Jinping di Chengdu, Cina pada 27 Juli 2023 lalu itu juga akan membuka peluang bagi penjajahan Singapura ke Indonesia, sebab Singapura sangat berkepentingan melakukan ekspansi wilayah.

BP Petisi 100 mencontohkan, pada Mei 2023 yang lalu, pemerintah telah menerbitkan PP No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. PP ini akan menjadi pembuka jalan bagi ekspor pasir laut ke Singapura. Sebab Singapura memang sangat membutuhkan pasokan pasir laut untuk reklamasi pantainya untuk memperluas dan merelokasi berbagai infrastruktur, termasuk pelabuhan, kawasan industri, kawasan wisata, perumahan dan lainnya

BP Petisi 100 menyatakan, kebijakan rejim Jokowi baik di pulau Rempang maupun di IKN yang menetapkan HGU 190 tahun dan HGB 160 tahun melalui PP No.12/2023 jelas melanggar konstitusi,

Sebab, yang menjadi dasar PP tersebut yakni UU No.5/1960 dan Putusan MK No.21-22/ 2007 yang menyatakan lamanya pemberian HGU dan HGB tersebut melanggar UUD 45. Sehingga, BP Petisi 100 menduga motif di balik proyek REC diyakini tak lepas dari adanya kepentingan oligarki, asing Cina dan motif pencucian uang para konglomerat hitam.

Pemakzulan

Berdasarkan uraian dan berbagai fakta tersebut, BP Petisi 100 juga menuntut Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara/pemerintahan untuk segera menjalani proses pemakzulan dikarenakan telah terjadi berbagai pelanggaran hukum/UU, dan adanya indikasi pengkhianatan terhadap negara.

Terakhir, BP Petisi 100 meminta semua pejabat negara, terutama pimpinan lembaga/kementerian yang diduga telah terlibat melakukan tindakan melanggar hukum, mengkriminalisasi rakyat dan ditengarai melakukan kebohongan publik, agar segera menjalani proses hukum.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *