Pesta Demokrasi 2024, Sarat Perpecahan Antar Konglomerat?

 Pesta Demokrasi 2024, Sarat Perpecahan Antar Konglomerat?

Mediaumat.info – Pernyataan Pengusaha Sofjan Wanandi yang justru mengumumkan dukungan untuk pasangan capres-cawapres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, dinilai sebagai pengungkapan terjadinya perpecahan dan pertempuran di antara konglomerat.

“Pernyataan Sofjan Wanandi juga menandai perpecahan dan pertempuran sesama konglomerat dalam menyikapi pilpres 2024 ini,” ujar Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), dalam keterangan tertulis yang diterima media-umat.info, Selasa (30/1/2024).

Seperti dikabarkan, sejak awal kepemimpinan Jokowi bersama Jusuf Kalla, Sofjan masih mendukung secara penuh. Namun semakin ke sini, ia menilai Jokowi telah mengabaikan cita-cita reformasi. Indikasi kecurangan Pemilu 2024 pun disebut semakin terlihat.

“Pemilu ini yang paling mengkhawatirkan saya karena wasitnya menjadi pemain juga. Bagaimana kita bicara teori semua, yang terjadi persis tiada akal,” kata Sofjan, dilansir idntimes.com (28/1).

Padahal beberapa hari lalu, Garibaldi Thohir atau Boy Thohir, konglomerat batu bara sekaligus kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir, sesumbar menyatakan, ia dkk. yang saat ini tengah menguasai satu per tiga ekonomi Indonesia akan memenangkan Prabowo-Gibran satu putaran.

Artinya, pernyataan tandingan dari konglomerat Sofjan Wanandi yang mendukung pasangan capres Ganjar-Mahfud, dimaknai sebagai sangkalan keras terhadap pernyataan Boy Thohir, seperti yang pernah Anthony tulis sebagai sosok sangat arogan.

Bahkan Anthony menambahkan, beberapa kelompok konglomerat yang disebut Boy Thohir, antara lain Djarum Group, Sampoerna Group, Adaro Group, juga menyangkal pernyataan Boy Thohir terkait dukungan kepada Prabowo-Gibran.

“Mereka mengatakan, upaya pemenangan satu putaran Prabowo-Gibran adalah pendapat Boy Thohir pribadi, tidak mewakilkan kelompok grup mana pun,” tandasnya.

Untuk diketahui, Sofjan Wanandi dikenal sebagai ‘juru bicara’ para konglomerat di era Soeharto. Tak hanya itu, ia yang juga dikenal dengan kelompok Prasetiya Mulya, atau kelompok Jimbaran, yakni lebih dari 70 konglomerat kelas kakap yang diminta Presiden Soeharto mendirikan Universitas Prasetiya Mulya kala itu.

Namun demikian, dalam catatan Anthony, Sofjan Wanandi pernah menolak permintaan Soeharto terkait pengalihan sebagian saham konglomerat kepada koperasi milik rakyat.

Karenanya, ia pun kembali menegaskan, pernyataan Sofjan Wanandi yang mendukung Ganjar tersebut, layak dimaknai sebagai pernyataan sikap sebagian konglomerat saat ini yang menolak dan ‘melawan’ Joko Widodo.

Di saat yang sama, Anthony juga melihat popularitas paslon nomor urut satu, Anies-Imin, berikut antusiasme masyarakat yang hadir pada setiap kesempatan kampanyenya, tak terlepas kemungkinan ada konglomerat di belakangnya.

“Popularitas Anies-Imin tersebut, tidak terlepas kemungkinan bahwa ada konglomerat poros ketiga, the silent majority, yang juga merapat ke 01,” sebutnya.

Makanya, Anthony pun menyampaikan bahwa kontestasi pilpres tahun ini bakal makin membuka perlawanan masyarakat dan pengusaha kepada rezim Jokowi, sehingga menjadikannya terpojok dan melemah.

Selanjutnya, dinasti politik yang dibangun orang nomor satu di negeri ini bakal menjadi sejarah kelam.

“Dinasti politik Joko Widodo akan menjadi bagian sejarah kelam bangsa Indonesia,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *