Di mata setiap Muslim dan non-Muslim tampak begitu jelas bahwa umat Islam tengah diselimuti kelemahan, keburukan, kemerosotan, dan kehinaan. Semua itu bukan karena kemiskinan, sedikitnya jumlah mereka, atau kurangnya akomodasi. Namun semuanya disebabkan perpecahan, dan tidak adanya pengelolaan potensi, serta sumber pendapatan dan kekuatan umat. Kami dapati bahwa negara-negara terkaya di dunia, di antaranya adalah negara di negeri-negeri Muslim; tentara paling kuat di dunia, di antaranya adalah tentara di negeri-negeri Muslim; dan populasi terbesar di dunia, di antaranya adalah negara di negeri-negeri Muslim.
Pada saat yang sama Anda menemukan komunitas paling rentan dan lemah di dunia adalah di antara kaum Muslim; dan Anda menemukan kelaparan di dunia terjadi di negeri-negeri Muslim. Krisis umat ini sebenarnya terjadi akibat kesalahan pengelolaan umat. Sedangkan solusi atas permasalahan umat ada pada pemerintahan terpusat yang menerima, mendistribusikan, mengelola dan melindungi umat, sebab serang Muslim di Niger memiliki bagian atas minyak Arab Saudi dan gas Qatar, seorang Muslim di Burma memiliki hak untuk mengarahkan senjata nuklir Pakistan guna melindunginya dan mencegah musuh-musuhnya, seorang Muslim di Yaman punya hak untuk mendapatkan kursi di universitas yang ada di Turki, dan seorang Muslim di Australia memiliki hak perlindungan untuk mendakwahkan Islam tanpa takut akan tuduhan terorisme terkait aktivitas dakwahnya.
Menurut pendapat saya, satu-satunya solusi, dan hanya satu-satunya, adalah pemerintahan tunggal, pemerintahan terpusat untuk umat, di bawah panji Khalifah, seperti yang diperintahkan Allah SWT. Hal ini mendorong saya untuk mencari cara mencapai solusi ini. Saya mulai mencari dan membaca tentang berbagai kelompok Islam dan partai yang berbeda. Semua kelompok hanya fokus pada perbaikan individu sesuai keyakinannya bahwa jika individu baik, maka masyarakat juga baik, terlepas dari fakta bahwa Allah SWT telah menunjukkan kepada kita dalam Al-Qur’an terkait kesalahan metode ini, dan meski metode itu tampak baik dan mulia, namun itu membuang-buang waktu dan tenaga sebagai sebuah metode perubahan. Al-Qur’an menunjukkan kepada kita bahwa jika kepalanya sehat (baik), maka kita dapat memperbaiki seluruh bagian tubuhnya. Saya sampai pada pemahaman ini dari dua cerita di negeri yang sama dan rakyat yang sama, yaitu Mesir. Pertama, Mesir di era Musa dan Harun ‘alaihimas salam diperintah oleh Fira’un. Allah SWT berfirman melalui lisan seseorang dari ujung kota, “maka keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.” (TQS. Al-Qashash [28] : 20), ketika itu Mesir merupakan negara zalim yang dipimpin oleh Fir’aun, meski di situ ada seorang Rasul dan Nabi. Kedua, Mesir di era Yusuf ‘alaihis salam, ketika dia menerima kekuasaan dan menjadi pemimpin Mesir, Allah berfirman melalui lisannya, “Masuklah kamu ke negeri Mesir, in sya Allah dalam keadaan aman.” (TQS. Yusuf [12] : 99). Jadi, rakyatnya sama dan negerinya sama, namun jika kepalanya berubah, maka berubah pula semuanya.
Sejauh ini, cara saya dalam menjalani hidup adalah tidak membeli apapun kecuali dari seorang Muslim, atau produk yang dibuat di negeri-negeri Muslim, dan saya hanya bekerja dengan pekerjaan yang berurusan dengan kaum Muslim. Mungkin dengan ini, saya akan menyerahkan uang saya ke tangan seorang Muslim yang menjadikannya kuat dan tumbuh, di mana kami membutuhkannya pada suatu hari. Tapi ini semua adalah pekerjaan individu, yang dengannya saya tidak akan pernah mencapai tujuan. Sehingga, keputusannya adalah saya harus mencari kelompok atau partai, di mana saya akan beraktivitas bersamanya dan mengadopsi cara yang sama untuk menyelesaikan krisis umat.
Suatu hari, seorang kolega saya dari Palestina menyebut nama Hizbut Tahrir di depan saya—dan menurut saya dia bukan dari syabab (aktivis) Hizbut Tahrir—tetapi dia menyebutkannya dalam konteks perbandingan antara gerakan perlawanan di Palestina. Saya simpan nama itu, dan itu pertama kalinya saya mendengarnya, itu pada tahun 2017. Saya mulai membaca tentang pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir, dan membaca beberapa kitab yang saya dapat dari situs internet, seperti kitab al-Khilāfah, ad-Dustūr, dan Manhaj Hizb at-Tahrīr. Saya mendapatkan masalah yang mengganjal terkait hubungan Organisasi Negara (ISIS) dengan Hizbut Tahrir. Untuk menghilangkan masalah yang mengganjal ini, saya mencari pendapat Hizbut Tahrir tentang ISIS, dan saya menemukan ceramah oleh Profesor Ahmed Al-Qasas, yang isinya sangat mencerahkan bagi saya tentang pandangan Hizbut Tahrir. Jadi, Hizbut Tahrir sama sekali tidak ada hubungannya dengan ISIS.
Pada 2019 M, saya memutuskan untuk mengirim pesan ke laman Hizbut Tahrir, dan itu adalah pesan berbahaya dalam pandang saya, karena saya tidak tahu apakah laman itu dipantau atau mungkin aslinya adalah milik badan keamanan, namun setelah berpikir dan melakukan istikharah, maka tidak ada jalan lain selain harus menjalin komunikasi. Lalu, saya mengirim pesan, dan baru ada tanggapan setelah satu atau dua hari. Mereka meminta nomor telepon untuk menghubungi saya. Kecemasan saya pun meningkat, tetapi saya mengirim nomor itu, karena itu satu-satunya cara untuk bisa berkomunikasi, dan itu adalah nomor ponsel yang saya gunakan untuk bekerja sehingga saya dapat menemukan jalan keluar jika sesuatu hal terjadi. Akhirnya, salah satu anggota Hizbut Tahrir menelepon saya, dan meminta untuk bertemu dengan saya di tempat kerja saya. Saya sangat cemas, karena saya tidak tahu siapa yang akan datang, dan apa akan terjadi. Saya pun memutuskan untuk mengambil risiko atau melupakan masalah solusi selamanya. Kemudian saya bertemu dengan syabab itu, dan kami berbicara. Sungguh itu adalah percakapan yang sangat menarik, karena saya banyak berbicara, dan seolah-olah saya telah menemukan apa yang saya cari selama sepuluh tahun. Setelah itu saya mulai ikut per-halqah-an. Dan dia adalah musyrif pertama saya di Hizbut Tahrir.
Sebelum mengenal Hizbut Tahrir, saya pikir bahwa saya memikul cita-cita umat ini sendirian, dan bahwa saya satu-satunya orang yang punya solusinya, sampai saya mengenal Hizbut Tahrir dan mengenal orang-orang yang tidak takut sama sekali menghadapi risiko besar di depannya. Alhamdulillah, Allah SWT menolong dan membawa saya kepada sebuah partai (Hizbut Tahrir) yang bersamanya saya berjuang untuk menegakkan negara Khilafah ‘ala minhājin nubuwah. Semoga Allah SWT segera menaungi kami di bawah pemerintahannya dengan izin-Nya. [Al-Waie (Bahasa Arab), edisi 414-415-416, Tahun ke-35, Rajab, Sya’ban dan Ramadhan 1442 H./Februari, Maret dan April 2021 M.]