Mediaumat.id – Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rachmah menegaskan, maraknya kasus perundungan anak hingga salah satunya menewaskan seorang bocah di Tasikmalaya merupakan tanggung jawab besar negara.
“Memang tanggung jawab bersama, tetapi yang paling besar tanggung jawabnya adalah pemerintah, negara,” tegasnya kepada Mediaumat.id, Selasa (26/7/2022).
Pasalnya, lanjut Iffah, negaralah yang memiliki otoritas dan mampu membuat regulasi untuk menutup semua celah terulangnya kasus serupa.
Seperti diketahui, bocah kelas enam SD berakhir tragis. Ia mendapatkan perundungan ekstrem dan diminta untuk melakukan perbuatan asusila dengan kucing sambil direkam menggunakan ponsel oleh teman sebayanya, hingga berujung depresi dan meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia, bocah itu sempat dibawa ke rumah sakit pada Ahad (17/7) malam. Saat dibawa ke rumah sakit, bocah mengalami kondisi penurunan kesadaran sehari sebelumnya. Bahkan bocah tersebut tak mau makan dan minum serta mengalami demam.
Namun terlepas itu, negara dengan sistem sekuler demokrasi seperti saat ini diberlakukan, enggak bakalan bisa melarang peredaran pandangan, opini dan perilaku yang menurut Iffah, liberal semacam itu. “Makin hari makin beragam perbuatan keji di luar nalar,” sedihnya.
Sehingga, hanya karena sudah menyampaikan belasungkawa atas kasus dimaksud dan minta kejadian itu tidak terulang lagi, tidak lantas kemudian seorang presiden atas nama negara, bebas dari tanggung jawab yang melekat di pundaknya.
“Jangan sampai pernyataan kepala negara hanya menjadi alibi untuk melepas tanggung jawab solusi kepada keluarga dan masyarakat,” urainya.
Sebagaimana pula diwartakan, Jokowi mengatakan kasus ini adalah tanggung jawab bersama. Dia meminta para orang tua menjaga anak-anaknya.
“Dan ini adalah tanggung jawab kita semuanya. Tanggung jawab orang tua, tanggung jawab para pendidik, tanggung jawab sekolah, tanggung jawab masyarakat agar bullying, perundungan, ke depan tidak terjadi lagi,” katanya, seusai menghadiri peringatan Hari Anak Nasional di Kebun Raya Bogor, Sabtu (23/7/2022).
Padahal seperti yang Iffah tegaskan sebelumnya, bahwa tanggung jawab paling besar ada di pundak pemerintah dengan alasan tersebut tadi. Kendati demikian, ia tetap mengimbau seluruh pihak untuk segera membuat perubahan besar.
“Keluarga harus mendidik lebih baik agar tidak lahir pelaku bullying sejenis itu,” tuturnya, seraya menyampaikan agar anak tetap bisa bergaul, tanpa bisa mengakses konten pornografi, misalnya.
Tak hanya itu, tambah Iffah, agar juga si anak tidak terhipnotis wabah ‘viral’ hingga melakukan tindakan di luar nalar demi kepopuleran.
“Agar lahir anak-anak tangguh yang tahu cara mengantisipasi tindakan kejahatan atau perlakuan buruk,” imbuhnya.
Pun begitu dengan lingkungan. Selain harus peka, umat diharapkan memiliki spirit amar makruf nahi mungkar dengan tidak membiasakan anak-anak bersikap buruk atau tidak berlaku makruf pada teman-temannya.
Dan yang tak kalah pentingnya, media massa dan media sosial harus dikendalikan dengan tegas oleh negara terkait penghapusan serta pelarangan total konten liberal, porno, dan yang sejenis lainnya. “Negara bisa memberlakukan sanksi tegas bagi yang melanggar,” tandasnya.
Bahkan negara bisa membuat sendiri platform penyedia konten video sejenis YouTube yang tidak membuka celah tampilnya porno berikut liberalisasinya.
Namun perlu dipahami juga, pungkas Iffah, negara semacam itu hanya lahir dari sistem Islam yang telah menjadikan halal dan haram sebagai patokan dasar untuk menilai, mengambil, dan mempraktikkan seluruh ketentuan tersebut secara mandiri tanpa lagi tersandera kepentingan kaum liberal.[] Zainul Krian