Mediaumat.news – Terkait simpang siur jumlah halaman UU Omnibus Law Cipta Kerja pasca disahkan 5 Oktober lalu, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menilai perubahan terkait pasal UU sapu jagad tersebut setelah pengesahan adalah tidak sah.
“Undang-undang yang sah itu pada saat diketuk berapa jumlah halamannya berapa pasal saat di ketuk, kalau sudah diketuk direvisi menjadi berubah pasalnya berkurang atau bertambah pengurangan atau penambahan itu tidak sah,” ujarnya dalam acara Kabar Malam, Selasa (13/10/2020) di kanal YouTube Khilafah Channel.
Menurutnya kalau ingin mengurangi atau menambah pasal maka, harus melalui mekanisme revisi undang-undang. “Jadi tidak boleh seenaknya saja ditambah dan dihapus,” ucapnya.
Ia berpendapat bahwa penambahan pasal setelah diketuk tanpa ada proses mekanisme revisi dengan mengajukan ke prolegnas (program legislasi nasional) adalah kesalahan yang sangat fatal.
Chandra menyebut, dalam mekanisme pembuatan UU ada yang disebut secara formil dan secara materiil. Secara formil adalah ketika pada saat disahkannya UU itu harus memiliki draf final. “Draf final mana yang disahkan tinggal dicek saja ke anggota dewan yang datang,” bebernya.
Bila secara formil saja sudah dilanggar, maka itu sudah terkategori melanggar hukum. “Ya kalau secara formil saja dilanggar ya itu pelanggaran hukum” tegasnya.
Menurutnya yang bisa dilakukan masyarakat saat ini adalah melakukan kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah eksekutif maupun legislatif kemudian menyadarkan pada masyarakat apa yang sedang terjadi pada negara ini, tapi tentu tindakan ini jangan sampai terpancing emosi baik secara tindakan maupun lisan.
“Saya melihat masyarakat ini sedang dibuat marah tapi tidak boleh marah, kalau marah ada potensi dikriminalkan,” pungkasnya.[] Agung Sumartono