Pertimbangan Tiga Hakim Atas Putusan Bertolak Belakang Dinilai Jumping Akrobatik
Mediaumat.info – Pertimbangan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) dengan mengeluarkan putusan bertolak belakang 180 derajat, dinilai Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki jumping akrobatik.
“Sejumlah pertimbangannya itu jelas jumping akrobatik,” ujarnya dalam Bincang Mantan Ketua KY RI, Bongkar Modus Kerja Mafia Hakim di Pengadilan, Senin (4/11/2024) di kanal YouTube Novel Baswedan.
Berdasarkan catatan dari Komisi Yudisial (KY), menurut Suparman, ada banyak sekali laporan tentang tiga orang hakim ini.
Selama di KY, katanya, ada signifikansinya antara laporan yang banyak, sekalipun laporan itu ada yang tidak terbukti tidak terverifikasi dan lain-lain.
“Ada signifikansinya antara jumlah laporan miring oknum hakim itu dengan dia tertangkap karena peristiwa penyuapan,” ungkapnya.
Putusan yang terjadi di PN Surabaya itu, ia menyimpulkan memang tiga orang ini tampaknya sudah tidak lagi berpikir hukum, sudah tidak lagi memeriksa, mengadili perkara.
“Mereka memang akan menjadikan perkara itu instrumen untuk mencapai sesuatu, mendapatkan sesuatu dan terbukti kemudian sesuatunya besar,” bebernya.
Suparman pun menceritakan saat ia mewawancarai calon hakim agung dan calon hakim agungnya itu sudah selesai jadi hakim agung, ketua mahkamah agung dan sekarang terpilih menjadi hakim agung. Pertanyaan yang diajukan kepada mereka berdua itu sama.
“Apakah hakim bisa mempermainkan pertimbangan hukum dalam putusannya karena ada sesuatu di balik itu? tanyanya. Kemudian dijawab dengan tegas oleh mereka, ‘Iya.’ Sampai mengajukan pertanyaan itu dua kali untuk mempertegas,” katanya.
Jadi, menurutnya, tidak mungkin sesuatu pertimbangan yang naif, yang aneh, yang ajaib jungkir balik begitu tanpa ada sesuatu di belakangnya dan kemudian terbukti sesuatu itu memang ada nyatanya.
“Akhirnya terbukti bahwa sebetulnya perkara itu. Perkara yang sudah disiapkan untuk diputus bebas karena ada uang di baliknya,” simpulnya.
Suparman mengungkapkan, jika hakim tertentu yang mengadili perkara tertentu itu harusnya dipantau dari awal.
“Jadi ada perkara sensitif, sensitif itu bukan hanya dari segi dia mengadili satu perkara di mana ada kerugian besar, di situ ada uang besar di sana atau mengadili seseorang yang berpengaruh, ini artinya perkaranya sensitif,” ujarnya.
Ia menuturkan, sensitivitas perkara ini di- cross check ke hakimnya. Coba lihat majelis hakim yang menangani ada A, B, C. Antara sensitivitas kasus dengan majelis yang ditunjuk di antisipasi, dilakukanlah pemantauan.
Ia menyebutkan, pemantauan itu ada pemantauan terbuka dan ada pemantauan tertutup. “Nah kalau sensitivitasnya tinggi di antara ini pilihannya adalah pemantauan tertutup. Ada orang di persidangan itu yang memantau seluruh pergerakan, seluruh komunikasi yang terjadi semuanya dianalisis,” lanjutnya.
“Pemeriksaan saksi, pemeriksaan alat-alat bukti, bahasa tubuh dia di persidangan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh majelis itu sudah bisa menggambarkan mau ke mana arah perkara ini,” imbuhnya.
Menurutnya, ini salah satu cara KY bisa ambil peran sebetulnya untuk mencegahnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat