Mediaumat.info – Wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) pertalite dan solar dengan alasan untuk mengurangi kerusakan lingkungan udara menjadi persoalan karena dirasa tidak adil
“Yang menjadikan persoalan, adalah ketika kebijakan-kebijakan itu dirasa tidak adil,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pertalite Akan Dihapus, Motif Bisnis Dibungkus Alasan Lingkungan? di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (27/1/2024).
Pasalnya, yang paling bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan udara adalah justru negara-negara maju selaku negara industri, bukan Indonesia.
“Merekalah yang memang harus lebih awal melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk mengurangi emisi mereka. Bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia,” tandasnya.
Artinya, negara-negara industrilah yang menjadi kontributor utama emisi gas yang menimbulkan efek rumah kaca di bumi ini pasca-era Revolusi Industri di tahun 1850-an.
Artinya pula, sumber polusi udara berikut tingginya emisi gas buang baik dari kendaraan bermotor terlebih dari cerobong industri dimaksud, menjadi salah satu faktor perubahan suhu di bumi atau biasa dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming).
“Negara-negara industri mereka inilah yang menjadi penyebab utama pemanasan global sehingga suhu bumi ini sudah lebih dari 2 derajat celcius di atas pra (era Revolusi) Industri,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, mengungkapkan ada kemungkinan pertalite dan solar bakal dihapuskan.
Disebutkan, langkah ini ditempuh demi meningkatkan kualitas udara di Indonesia dan mengakselerasi target netralitas karbon pada 2060 mendatang, sekaligus mendorong percepatan pembentukan industri kendaraan listrik.
Sebagai gantinya, Luhut mengatakan Indonesia tengah membahas tentang BBM euro 4 yang sepadan dengan penggunaan bahan bakar kadar oktan minimal 92 atau sekelas pertamax, dan euro 5 untuk jenis solar.
Dampak Buruk
Menurut Ishak, pergantian dari pertalite ke euro 4 dan solar ke euro 5 memberikan dampak buruk bagi masyarakat menengah ke bawah.
“(Kebijakan) itu akan menjadi dilematis, akan berdampak buruk terhadap perekonomian masyarakat kita,” khawatirnya, yang meski demikian ia tak menampik turut mengapresiasi rencana pemerintah untuk memperbaiki kualitas lingkungan ini.
Namun demikian, dari penerapan standar euro 4 dan 5 ini, sambung Ishak, memiliki konsekuensi harga BBM pengganti pertalite dan solar bakal lebih mahal. Sehingga bisa dipastikan bakal meningkatkan tarif angkutan darat, kenaikan harga kebutuhan dan jasa, hingga terjadinya inflasi.
Celakanya, jelas Ishak, semua dampak buruk tersebut bakal ditanggung oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yakni dari kalangan menengah ke bawah, para pengguna kendaraan berbahan bakar BBM bersubsidi ini.[] Zainul Krian