Persidangan HRS Daring, LBH Pelita Umat: Tidak Ada dalam Undang-Undang

Mediaumat.news – Terkait pelaksanaan sidang daring (online) Habib Rizieq Syihab (HRS), Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menilai dalam undang-undang tidak dikenal persidangan online.

“Persidangan online itu tidak dikenal dalam undang-undang,” tuturnya dalam acara Kabar Malam: Peradilan Sesat pada Kasus HRS? Rabu (24/3/2021) di kanal YouTube News Khilafah Channel.

Chandra menilai tidak ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) itu yang menyatakan bahwa persidangan itu daring. “Itu tidak ada. Persidangan online itu hanya ada di Peraturan Mahkamah Agung (perma) yang baru dikeluarkan pada tahun 2020 dalam menyikapi pandemi ini,” ujarnya.

Tetapi, di dalam perma itu, menurutnya tidak memerintahkan kepada hakim harus secara daring. “Perma tidak memberikan perintah. Artinya kalau tidak memberikan perintah mewajibkan menggunakan online, berarti pilihannya itu pada majelis. Apakah majelis mau mengambil online atau offline. Jadi, pilihannya ada pada majelis itu sendiri,” tegasnya.

Hanya saja kalau kemudian daring, Chandra mempertanyakan daringnya tersebut diberlakukan untuk siapa.

“Tentu ini menjadi pertanyaan, online itu bagi siapa? Apakah online ini bagi terdakwa atau bagi semuanya? Kalau bagi terdakwa, tentu ini juga patut dipertanyakan. Kenapa hanya terdakwa saja yang online sementara kuasa hukum atau lawyer kemudian jaksa dan majelis hakim di dalam persidangan? Ini yang saya pikir patut dipertanyakan. Kenapa demikian?” ungkapnya.

Jika alasannya karena pandemi, menurutnya, mestinya semua majelis hakim tidak di persidangan. “Semua tidak di pengadilan termasuk lawyer dan jaksa. Tetapi pada fakta dan realitanya tidak demikian. Kebetulan saya juga menangani beberapa kasus di pengadilan dan ini agak aneh. Terdakwa dihadirkan secara online, sementara jaksa, lawyer dan hakim berada dalam ruangan yang sama. Nah ini yang saya pikir juga perlu dipertanyakan,” bebernya.

Menurutnya, berdasarkan KUHAP bahwa persidangan itu dihadiri oleh terdakwa. “Terdakwa itu di dalam persidangan. Artinya apabila hakim itu menggelar sidangnya di dalam ruangan maka terdakwa harus dihadirkan di dalam ruangan itu,” jelasnya.

Ia mengatakan, kalau terdakwa tidak dihadirkan di dalam ruangan maka dalam KUHAP itu disebut in absentia. “Jadi, in absentia itu artinya persidangan yang tidak dihadiri oleh terdakwa. Jika persidangan tidak dihadiri oleh terdakwa setelah terdakwa dipanggil secara patut sebanyak tiga kali maka majelis hakim dapat memperkenankan melakukan persidangan,” bebernya.

Jika kuasa hukum atau penasehat hukum terdakwa hadir di persidangan sementara terdakwa tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut secara patut, maka menurut Chandra kuasa hukumnya itu mesti ditolak. “Artinya majelis akan menolak kuasa hukum terdakwa,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Share artikel ini: