Perpres Pencegahan Ekstremisme Menargetkan Siapa Nich?

 Perpres Pencegahan Ekstremisme Menargetkan Siapa Nich?

Oleh: Mahfud Abdullah (Direktur Indonesia Change)

Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Dasar dikeluarkannya Perpres tersebut sebagaimana tercantum dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setkab.go.id yang dikutip di Jakarta, Minggu, (17/1/2021).

Adanya perbedaan sikap pemerintah dalam menyikapi antara terorisme dan gerakan separatisme, mengundang berbagai kritikan. Pemerintah sepertinya memberikan banyak kelonggaran terhadap tindakan yang nyata-nyata merupakan upaya memisahkan diri seperti yang terjadi di Aceh, Papua dan Maluku. Sampai-sampai di depan presiden aktivis RMS bisa mengibarkan bendera RMS meskipun belum benar-benar berkibar. Di Papua, polisi bahkan tidak bisa masuk ke dalam gedung , saat bendera Bintang Kejora dikibarkan dengan disertai teriakan merdeka berulang-ulang. Hal yang sama terjadi di Aceh, pembentukan partai GAM dengan bendera GAM, seperti tidak disikapi dengan serius , meskipun berbagai pihak telah banyak mengecam.

Beda halnya, saat sikap pemerintah terhadap apa yang dituduh sebagai terorisme. Sikap represif pun digunakan oleh pemerintah terutama oleh Densus 88 yang dibentuk untuk memerangi terorisme. Penahanan tanpa bukti yang jelas, penyiksaan untuk mendapat pengakuan, sampai tembak di tempat, menjadi lumrah dilakukan terhadap kelompok yang dituduh teroris.

Kita juga menyayangkan sikap pemerintah ini yang cenderung mengikuti paradigma asing dalam perang melawan terorisme, karena Perpres ini berpotensi besar akan menempatkan kelompok Islam dan umat Islam sebagai musuh utama. Sebab, menurutnya, perang melawan terorisme yang terjadi sekarang sesungguhnya adalah perang melawan Islam.

Pendapat ini memang ditunjang oleh beberapa fakta. Sejak awal dulu, perang Bush telah mengisyaratkan ini dengan menyebut perang melawan terorisme adalah crusade (perang salib). Meskipun mengaku salah ucap , kata-kata yang senada diulangi lagi oleh Bush dan pejabat di bawahnya. Perang ini pun menjadikan Islam sebagai monster dan iblis. Tampak dari istilah-istilah berkonotasi buruk yang disandingkan dengan Islam oleh Bush untuk menamakan musuhnya seperti istilah islam fasis , islam radikal, atau islam militan. Bush di depan The National Endowment for Democracy (september 2003) menyebut ideologi teroris dengan istilah ‘the murderous ideology of the Islamic radical’ dan menyamakan perang ini sama dengan perang melawan komunsime.

AS dan sekutunya pun menjadikan konsepsi Islam seperti syariah, jihad dan Khilafah menjadi musuh dalam perang ini. Jihad yang demikian mulia dalam pandangan Islam pun dikonotasikan jelek dan merusak. AS dan sekutunya juga sering mengkaitkan bahwa ideologi teroris yang menurutnya bercita-cita menerapkan syariah Islam dan Khilafah. Bush dalam sebuah pidatonya mengatakan para teroris hendak membangun sebuah imperium radikal Islam dari spanyol sampai Indonesia. Rumsfeld pun mengatakan hal yang sama dengan mengatakan di Irak akan berdiri Khilafah Islam kalau tentara AS ditarik dari sana (Washintonpost 5/12/2005). Inggris melalui Blair sekutu dekat AS pun lebih jelas lagi dengan menyebut empat ciri ideologi setan para teroris : anti Israel, anti Nilai-nilai Barat, ingin menerapkan syariah Islam, dan mempersatukan umat Islam dengan Khilafah (BBC News 16/07/2005).

Demikian kalau melihat sebagai besar nama orang dan data organisasi yang dianggap teroris adalah orang Islam dan organisasi dengan nama Islam. Lebih-lebih lagi kalau dihitung jumlah korban yang paling besar justru adalah umat Islam . Perang Irak dan Afghanistan telah menelan ratusan ribu kaum muslim. Bandingkan dengan 3000 korban WTC. Disamping itu negeri-negeri Islam-lah yang menjadi sasaran perang ini seperti Irak dan Afghanista. Sementara Iran dan Suriah sepertinya menunggu giliran berikutnya. Yang pasti kalau AS juga menyerang kedua negara ini, akan semakin sulit negara Paman Sam ini menolak bahwa yang mereka perangi sesungguhnya adalah umat Islam.

Walhasil, bisa dimengerti kenapa Miliarder George Soros berpendapat, perang melawan terorisme merupakan hal yang menyesatkan karena kita tidak tahu pasti sosok dan keberadaan teroris. Jenis perang seperti ini rawan manipulasi. Terbukti, menurut Soros, para “ekstremis” dalam pemerintahan Presiden AS George W Bush menggunakannya sebagai alat pembenaran menginvasi Afganistan dan Irak (George Soros, America After 9/11: Victims Turning Perpetrators; Open Democracy, 20/5/2004).[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *