Perppu Ormas Kehilangan Landasan Sosiologis

Sejumlah tokoh dan ulama dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan, Ahad (15/10) tadi berkumpul di Kota Banjarbaru, menghadiri acara Muhasabah Muharam 1439 Hijriah yang digelar oleh Forum Komunikasi Ulama dan Tokoh Banua (FKUT Banua) di Hotel Montana Syariah.

Sekretaris FKUT Banua Dr Ir H Wahyudi MP menyebut, forum ini diinisiasi beberapa tokoh dan ulama yang peduli dengan permasalahan umat. “Dalam wadah ini kami mencermati, mengkritisi dan bersikap terhadap ancaman dan gangguan pada umat Islam, dengan pemecahan berdasar syariat Islam, untuk memperjuangkan sebab-sebab ridanya Allah,” ujarnya.

Salah satu permasalahan yang saat ini mencemaskan umat di penghujung tahun 1438 Hijriah adalah terbitnya Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Setelah dikaji secara mendalam menurut Wahyudi, FKUT Banua melihat ada ancaman terhadap eksistensi perjuangan umat melalui organisasi. “Karena setiap ormas yang berseberangan, berbeda pemikiran dengan rezim, dapat langsung dibubarkan, tanpa melewati jalur hukum,” ujarnya.

Ada tiga pembicara yang dihadirkan dalam diskusi yang dipandu oleh Ustaz H Sholeh Abdullah, pengasuh Majelis Taklim Darul Qolam Banjarbaru. Pertama Deden Koswara SH MH, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Lambung Mangkurat, jurnalis Radar Banjarmasin Budian Noor dan Mubalig dari Martapura, Ustaz Muhammad Taufik NT.

Deden dalam kajian kritisnya memaparkan sejumlah masalah dalam Perppu Ormas. “Perppu ini kah dikatakan untuk melengkapi aturan yang ada, yakni UU Ormas. Kalau dilengkapi itu berarti kan ditambah. Ini malah dikurangi, tidak ada lagi proses pengadilan di dalamnya,” ujarnya.

Proses peradilan menurut Deden dalam negara hukum sangat penting. Untuk memutuskan nasib seorang pencuri saja, apakah ia bersalah atau tidak, perlu pengadilan. Apalagi menyangkut Ormas yang melibatkan nasib dan hak berserikat banyak orang. Dimana kebebasan untuk berserikat dilindungi oleh UUD 1945.

Karena itu, ia menilai wajar jika banyak ormas akhirnya menolak Perppu ini. “Banyaknya penolakan juga membuat Perppu Ormas kehilangan landasan sosiologis sebagai aturan yang baik, ini saja sebenarnya sudah cukup bagi DPR untuk menolak,” terangnya.

Sementara itu, Budian Noor, jurnalis Radar Banjarmasin mengungkap, Perppu Ormas tidak hanya ditolak oleh elemen ormas Islam yang membawa Perppu ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), dimana sudah ada tujuh gugatan yang mulai disidangkan MK. Tetapi juga oleh Koalisi Masyarakat Sipil Pro Demokrasi. “Sayang keinginan mereka untuk turut menggugat Perppu ini sebagai pihak terkait ditolak MK. Padahal kata Presiden, yang tidak setuju Perppu silakan menggugat,” ungkapnya.

Adapun Mubalig asal Martapura, Muhammad Taufik NT yang juga pengasuh Pesantren at Taubah Lapas Karang Intan menjelaskan, menurut Islam, menghilangkan proses peradilan adalah sebuah kezaliman. Ia pun menggambarkan bagaimana keadilan dalam Islam bisa diwujudkan. Meskipun ketika seorang rakyat biasa, seorang Yahudi pula, berhadapan dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perkara baju besi. Qadhi Syuraih ternyata memenangkan Yahudi tersebut.

“Demikian pula ketika seorang pedagang kuda berselisih dengan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Ia membawa perkara tersebut kepada Syuraih. Ternyata Syuraih selaku hakim tidak menerima dalil-dalil dari Umar dan memenangkan pedagang kuda tersebut,” tandasnya.

Usai pemaparan dari para pembicara, beberapa ulama dan tokoh, diantaranya dari Tanjung, Barabai, Kandangan, Marabahan, Banjarmasin dan Banjarbaru, menyampaikan pandangan mereka terkait Perppu Ormas ini dan sepakat untuk menolaknya. Seluruh peserta juga menandatangani pernyataan sikap yang akan disampaikan FKUT Banua kepada DPRD Kalsel.

“FKUT Banua juga mendapatkan undangan untuk hadir mengawal sidang paripurna DPR-RI yang akan membahas Perppu ini dalam aksi sejuta umat di Jakarta,” terang moderator Ustaz Abdullah mengakhiri diskusi.[]

Sumber: kalsel.prokal.co

Share artikel ini: