Pernyataan SAS Soal 3 Periode Jabatan Presiden Tidak Bisa Dipertanggungjawabkan
Mediaumat.news – Pernyataan Said Aqil Siradj yang mengatakan, ‘Dalam fikih Islam mau dua periode mau tiga periode jabatan presiden tidak masalah yang penting adil, jujur, amanah, dan prorakyat’ dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Dari sisi fikih pun tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena jelas konsep adil itu harusnya dikembalikan kepada hukum syara’,” tutur Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah Al-Islamiyah Bogor Ustaz Arief B. Iskandar kepada Mediaumat.news, Jumat (10/9/2021).
Memang, dalam Islam, menurutnya jabatan kepala negara tidak ada pembatasan dari segi waktu, selama kepala negara atau khalifah itu lurus tidak ada penyimpangan-penyimpangan, bisa saja berkuasa seumur hidup. “Ketika ada penyimpangan-penyimpangan yang tidak bisa ditoleransi secara syar’i. Penguasa melakukan kekufuran yang nyata, bisa memberlakukan sebagian hukum kufur, ini bisa kemudian segera dimakzulkan,” jelasnya.
Jika dikatakan yang penting adil, justru di situ titik persoalannya, ia mengatakan, kaum Muslim tidak bisa mengharapkan pada kepemimpinan yang adil dalam sistem sekuler, karena ukuran adil atau tidak adil itu syariat Islam. “Bagaimana kita berharap pemimpin yang adil ketika pemimpin tadi tidak melakukan syariat Islam?” ungkapnya.
Ia kutip AL-Qur’an surah al-Maidah ayat 45, yang artinya, ‘Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan (hukum syariat) mereka itulah pelaku kezaliman.’
“Hukum syara’ menyatakan bahwa siapa pun yang pemerintah atau berkuasa atau memimpin, kemudian mereka tidak berhukum dengan hukum syariat, maka sebetulnya mereka adalah pelaku kezaliman,” jelasnya tegas.
Seharusnya, Said Aqil Siradj merespon hal yang lebih besar dan urgen, seperti kegagalan pemerintah dalam menangani covid, utang yang semakin membengkak, pengangguran, PHK. “Ini lebih urgen untuk direspon secara fikih, seperti apa pandangan fikihnya. Ketimbang kemudian ngomongin wacana jabatan presiden tiga periode,” pungkasnya.[] Ade Sunandar