Mediaumat.id – Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut ‘Agama Islam ini kan bukan dari Indonesia, Islam dari tanah Arab yang masuk ke Indonesia’, dinilai batil dan mungkar.
“Ya tentu saja. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang batil sekaligus pernyataan yang mungkar,” tutur Pengasuh Majelis Tafsir Kaffah Ustaz Utsman Zahid as-Sidaniy kepada Mediaumat.id, Ahad (30/10/2022)
Menurutnya, pernyataan tersebut batil dari sisi asasnya dan juga mungkar dari sisi asas maupun turunan atau derivasi-derivasinya. “Menyatakan bahwa agama Islam bukan dari Indonesia ini merupakan sebuah kebatilan. Karena memang tidak bisa Islam ini dinyatakan berasal dari daerah, dalam arti dari bumi, karena Islam ini bukan agama bumi, bukan dinun ardhi. Islam ini disebut sebagai dinun samawi, agama langit, artinya agama langit adalah Islam ini adalah bersumber, berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga menyatakan bahwa Islam ini bukan dari Indonesia, itu sudah keliru sejak akarnya, sudah batil sejak dari asasnya,” ungkapnya.
Oleh karena itu maka semua yang dibangun di atas asas ini, kata Ustaz Utsman, asas yang batil maka hasilnya adalah batil. “Maka pernyataan berikutnya yang menyatakan bahwa Islam itu dari tanah Arab ini juga merupakan pernyataan yang batil. Karena kalau Islam ini bukan dinun ardhi, bukan agama yang lahir dari dunia, artinya dari planet bumi, ini artinya bukan lahir oleh manusia bukan lahir oleh budaya bukan lahir oleh hasil dialektika manusia, bukan lahir dari ciptaan manusia, bukan dari kreativitas makhluk, sebaliknya dia adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka agama Islam ini tidak bisa disebut dengan agama dari tanah Arab,” jelasnya.
Ia juga menyebut, kalau agama ini bukan dari Indonesia dan juga bukan dari tanah Arab, alias semua ini adalah pernyataan yang batil, sebaliknya Islam adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka pernyataan-pernyataan berikutnya yaitu Islam harus menghargai budaya di Indonesia, Islam harus menyesuaikan dengan budaya di Indonesia, Islam harus begini-begini dengan masyarakat Indonesia, merupakan sebuah derivasi yang batil juga. Karena apa yang dibangun di atas kebatilan hasilnya adalah sebuah kebatilan,” bebernya.
Lebih dari itu, lanjutnya, sebagaimana yang sudah maklum bagi seluruh orang yang mengimani Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Wasallam bahwa Islam ini datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui wahyunya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam berupa Al-Qur’an dan sunah-sunah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengatur kehidupan manusia, dan Allah Subhanahu wa taala tidak mengutus Muhammad kecuali untuk seluruh manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyatakan bahwa Rasul Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ini diutus oleh Allah kepada seluruh manusia sebagai orang yang memberikan kabar gembira dan memberikan peringatan sehingga Islam ini sifatnya mengatur, bukan diatur dan menyesuaikan dengan budaya atau wilayah tertentu.
“Sebaliknya, Islam menginginkan, Islam mengharuskan, Islam meniscayakan, semua umat manusia tanpa terkecuali, untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh Islam. Oleh karena itu maka pernyataan bahwa Islam harus menghargai budaya, Islam harus begini dan begitu terhadap budaya Indonesia, ini sebuah pernyataan yang batil,” tegasnya.
“Sejak kapan Allah Subhanahu wa Ta’ala diharuskan menghargai budaya manusia? Sejak kapan Allah Subhanahu wa Ta’ala diharuskan untuk menyesuaikan dengan keinginan manusia? Apakah mereka yang telah menjadi Tuhan atau Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah mereka yang menciptakan alam semesta ini sehingga kemudian mereka berhak mengatur Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri sehingga mereka berhak untuk mengatur diri mereka sendiri dan bahkan mengatur Allah Subhanahu wa Ta’ala?” tanyanya retoris.
Zindiq
Menurutnya, pandangan semacam ini sebenarnya berangkat dari sebuah pemahaman dan akidah yang batil. Akidah yang dibawa oleh orang-orang yang zindiq.
“Di tengah-tengah kaum Muslim, kita pernah mendengar orang bernama Nasr Hamid Abu Zayd dari Mesir yang kemudian difatwakan oleh ulama Mesir pada sekitar tahun 90-an, dia telah murtad dan wajib bercerai dengan istrinya. Jika tidak maka akan dihukum gantung, begitu beritanya. Akhirnya Si Abu Zayd, ini lari ke barat, tepatnya ke Spanyol, melarikan diri. Orang-orang semacam ini yang punya pemikiran bahwa agama ini adalah produk budaya. Al-Qur’an ini dianggap sebagai sebuah produk budaya, sehingga maknanya, Islam ini adalah sebuah produk budaya,” bebernya.
“Nah, dari sinilah lahirnya sebuah pernyataan bahwa Islam ini bukan dari Indonesia tetapi Islam ini dari negara Arab. Karena Islam ini bukan dari Indonesia dan Islam adalah dari negara Arab maka Islam harus menyesuaikan dengan budaya bangsa Indonesia. Jadi inilah sumber lahirnya ucapan-ucapan batil ini yaitu memandang bahwa Al-Qur’an ini bukan sebagai wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi sebagai sebuah produk budaya. Memandang Islam ini bukan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebaliknya memandang Islam ini sebagai sebuah produk budaya dan ini merupakan sebuah kebatilan yang nyata,” terangnya.
“Oleh karena itu, maka semua turunannya ini merupakan sebuah kebatilan,” imbuhnya.
Soal bahwa menolong seseorang itu tanpa memperhatikan agamanya apa, ada orang kelaparan lalu kemudian dibantu, apakah perlu menanyakan agamanya apa? Ustaz Utsman menilai Islam sudah berbicara jauh lebih baik daripada ucapan-ucapan yang tidak ada nilainya seperti ini.
“Islam tidak pernah mensyaratkan bahwa orang yang kita bantu ketika kelaparan, ketika dia kesulitan hidup mempersyaratkan bahwa dia adalah orang yang beriman atau orang Muslim, tidak pernah mempermasalahkan itu. Tidak ada satu pun agama yang melebihi baiknya Islam dalam mengatur dan dalam memberikan hak-haknya seluruh manusia tanpa melihat sudut pandang agamanya, tanpa melihat sudut pandang afiliasi politiknya, tanpa melihat sudut pandang pemikirannya. Islam memberikan sebuah aturan yang begitu detail, aturan yang begitu baik terkait dengan persoalan menjaga dan menunaikan haknya seluruh manusia. Jangankan manusia, hewan saja Islam mengatur bagaimana menunaikan haknya hewan. Bagaimana tidak menzalimi hewan,” jelasnya.
“Jadi, apa yang diucapkan bahwa misalnya budaya bangsa Indonesia yaitu saling menghargai, budaya bangsa Indonesia itu saling menolong, ini perkara yang sebenarnya sudah selesai di dalam Islam, sudah clear di dalam Islam,” tegasnya.
Menurutnya, ini tidak perlu kemudian dijadikan sebuah isu lalu dibenturkan dengan Islam, kemudian diinginkan bahwa Islam tidak mampu menyelesaikan persoalan ini, Islam tidak bisa memberikan solusi atas problematika seperti ini, ini merupakan ucapan-ucapan yang batil, ucapan-ucapan yang diinginkan untuk kebatilan dan lahir dari sebuah pemahaman yang batil yaitu adalah pemahaman bahwa Islam ini adalah produk budaya karena Al-Qur’an itu juga merupakan produk budaya, karena itu kemudian dikatakan dalam pernyataan tersebut bahwa Islam ini dari Arab.
“Menganggap bahwa Islam ini adalah produk budaya. Al-Qur’an adalah produk budaya, dan karena dia produk budaya yang lahir dari dan di tengah-tengah bangsa Arab, maka ketika datang di Indonesia harus menyesuaikan dengan budaya bangsa Indonesia. Ini adalah kebatilan yang dibangun di atas dasar kebatilan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it