Soal:
Seperti diketahui, Al-Kadhimi memenangkan kepercayaan Parlemen yang mayoritasnya pro-Iran. Padahal, partai-partai yang pro Iran dan orang-orangnya Iran di Irak menuduh al-Kadhimi berkolusi dengan Amerika dalam pembunuhan Sulaimani. Mereka juga menggambarkan al-Kadhimi sebagai orangnya Amerika … Apakah ini berarti bahwa Al-Kadhimi memiliki dukungan kuat dari Amerika, sehingga dia tidak peduli dengan campur tangan Iran dan orang-orangnya di Irak? Dan apakah Amerika masih menganggap Irak sebagai pusat bobotnya, dan bahwa Al-Kadhimi adalah tangan kanan Amerika dalam mempertahankan pengaruhnya di pusat bobot ini? Dan semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik.
Jawab:
Agar pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi jelas, kami paparkan hal-hal berikut:
1- Amerika memberikan urgensitas tertinggi bagi Irak. Presiden AS, Trump baru-baru ini menyatakan: “Irak adalah negara yang kuat dan penting, dan memiliki peran sentral di kawasan dan dalam mencapai stabilitas regional dan internasional”. Dia menekankan ”perhatian Amerika Serikat untuk memperkuat hubungan antara kedua negara dan kesiapan negaranya untuk menyediakan bantuan ekonomi yang diperlukan untuk mendukung perekonomian Irak” … (The Independent and the World, 11/5/2020). Karenanya, Amerika memfokuskan diri pada Irak, sehingga AS mengirim pasukan besar untuk menduduki Irak dengan pasukan berjumlah 250 ribu tentara, dan membentuk aliansi 49 negara yang berpartisipasi dengan sekitar 50 ribu tentara, di samping sejumlah perusahaan keamanan, yang terkenal jahat, seperti Blackwater Amerika yang berkantor pusat di North Carolina Amerika, untuk melakukan misi kotor; mulai dari pembersihan, pembunuhan dan perampokan, serta perlindungan terhadap para pejabat Amerika, markas mereka dan misi mereka, … Amerika mendirikan pangkalan militer permanen di Irak, yang saat ini ada tiga pangkalan utama yaitu ‘Ain al-Assad di provinsi Anbar, pangkalan udara “Balad” di provinsi Shalahuddin dan pangkalan at-Taji di Utara Baghdad. Ada Perjanjian Kerangka Strategis, yang diterbitkan oleh Amerika Serikat dan Irak pada 17 November 2008. Perjanjian Kerangka Strategis menyatakan: (… kedua pihak -yakni AS dan Irak- menegaskan keinginan tulus negara mereka untuk membangun hubungan kerja sama dan persahabatan jangka panjang… Dan keduanya menegaskan kembali hubungan jangka panjang ini di bidang ekonomi, diplomatik, budaya dan keamanan … Perjanjian ini akan tetap berlaku kecuali salah satu pihak memberikan pemberitahuan tertulis kepada pihak lain bahwa pihaknya bermaksud untuk mengakhiri perjanjian ini, dan penghentian akan berlaku satu tahun setelah tanggal pemberitahuan tersebut … Dan untuk menguatkan keamanan dan stabilitas di Irak, kedua pihak terus bekerja untuk mengembangkan hubungan kerja sama yang erat di antara mereka berkaitan dengan pengaturan pertahanan dan keamanan … dll). Perjanjian ini merupakan perjanjian kolonial dalam pengertian penuh, yang membuat Amerika berhak untuk ikut campur dalam urusan Irak atas nama “hubungan kerja sama yang erat antara mereka dalam kaitannya dengan pengaturan pertahanan dan keamanan”!
2- Protes di Irak mulai terjadi memprotes korupsi, favoritisme dan penggelapan oleh para pejabat. Juga memprotes tersebarnya pengangguran di tengah masyarakat dan memburuknya pelayanan publik, memburuknya kondisi hidup mereka, dan naiknya harga-harga terutama harga listrik. Protes itu mencakup area inkubasi populer dari rezim. Protes-protes itu telah dimulai sejak 2010 dan berulang tiap tahun dan meredup setiap kali terjadi baik setelah dipukul atau setelah janji palsu dari pihak berwenang untuk memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa, atau dengan menyerapnya melalui beberapa kekuatan politik yang terlibat dalam rezim. Tapi protes paling akhir ini yang meletus sejak awal bulan Oktober 2019 adalah berbeda. Sebab pengunjuk rasa menolak untuk menghentikan protes meskipun ada tindakan represif terhadap mereka. Mereka menolak kekuatan-kekuatan politik yang bekerja untuk menyerap protes. Sehingga tindakan represif terhadap mereka makin meningkat dalam bentuk dibunuh, dilukai, dan dipenjarakan. Protes kali ini makin jauh jangkauannya hingga mencakup serangan terhadap Iran. Para demonstran menumpahkan kemarahan mereka kepada Iran dan membakar konsulat-konsulat dan pusat-pusatnya Iran karena penentangan organisasi-organisasi Iran di Irak terhadap mereka. Juga karena mereka memandang sejauhmana keterkaitan rezim, kelompok-kelompok politik, dan milisi bersenjata dengan Iran dan keterkaitannya dengan Amerika secara langsung atau tidak langsung. Jadi momentum protes ini kuat. Rezim dan Perdana Menteri Adil al-Mahdi tampak tidak dapat mengendalikan situasi, mengatasi masalah, dan memenuhi tuntutan para pemrotes yang telah menyerukan penggulingan rezim. Hal itu memaksa Abdu al-Mahdi mengumumkan pengunduran dirinya pada 30 November 2019 untuk menyelamatkan rezim. Pada hari berikutnya, Parlemen segera menerima pengunduran dirinya itu dan Abdu al-Mahdi menjadi Kepala pemerintahan sementara. Presiden Barham Shalih dipaksa untuk melanggar konstitusi yang mana pada 26 Desember 2019 dia menolak untuk menugaskan As’ad al-‘Idani, kandidat kelompok terbesar parlemen Al-Bina` untuk membentuk pemerintahan. Yang demikian itu karena para pengunjuk rasa menolak kandidat ini dikarenakan perannya sebagai gubernur Bashrah dalam upaya menghancurkan para pengunjuk rasa di sana. Protes ini lebih berpengaruh daripada protes pendahulunya.
3- Di tengah situasi ini, ada faksi-faksi internal di antara al-Hasyad asy-Sya’bi yang menembakkan rudal ke pangkalan militer Amerika di dekat Kirkuk pada 28 Desember 2019 tanpa konteks yang berkaitan, yang menewaskan elemen Amerika yang bekerja di pangkalan tersebut … Dan ini tampaknya dilakukan di luar konteks. Sebab presiden Hay`ah al-Hasyad asy-Sya’bi, Falih al-Fayadh telah mengunjungi Washington sekitar dua bulan sebelumnya pada19 Oktober 2019 dan ia bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Mark Esber dengan dihadiri oleh Panglima Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley. Dia mengumumkan bahwa tengah belangsung pembahasan hubungan antara kedua negara, terutama kerja sama militer, sementara sekarang pembunuhan ini terjadi! Setelah pembunuhan elemen Amerika itu, tentara Amerika melakukan serangan udara pada tanggal 29 Desember 2019 terhadap kelompok bersenjata batalyon Hizbullah, salah satu faksi al-Hasyad asy-Sya’bi dan mengumumkan tewasnya setidaknya 27 elemen dan melukai 26 orang lainnya dari batalyon tersebut. Dan Amerika melancarkan serangan udara menggunakan pesawat drone pada 3 Januari 2020 di dekat bandara Baghdad, dan mengumumkan tewasnya Qassim Sulaimani, komandan Pasukan al-Quds yang ada di bawah Garda Revolusi Iran, yang dahulu memiliki pengaruh di dalam al-Hasyad asy-Sya’bi, dan bersamanya wakil komandan al-Hasyad asy-Sya’bi Abu Mahdi al-Muhandis dan empat perwira lainnya dari Garda Revolusi berpangkat brigadir jenderal, kolonel, mayor, dan kapten. Amerika telah menggunakan kejadian-kejadian ini untuk kepentingannya dan kepentingan presidennya, yang ingin mencatatkan poin untuk meningkatkan peluangnya untuk masa jabatan kedua sebagai presiden Amerika… Tetapi tampaknya peristiwa-peristiwa ini malah memanaskan suasana melawan Amerika. Karena itu Parlemen Irak pada 5 Januari 2020 mengambil keputusan bekerja untuk mengakhiri eksistensi apapun dari kekuatan asing. Parlemen menuntut Perdana Menteri menerapkan keputusan mereka. Kepala pemerintahan sementara, Abdu al-Mahdi, merespons mereka … Tanggapan Amerika terhadap keputusan Parlemen Irak itu disampaikan melalui Presiden AS Trump dengan mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Irak. Trump mengatakan, “Amerika Serikat tidak akan meninggalkan Irak kecuali pemerintah Irak membayar biaya pangkalan Amerika di sana”. Trump mengatakan, “kami punya pangkalan udara di sana yang sangat mahal. Butuh miliaran dolar untuk membangunnya jauh sebelum kedatangan saya. Kami tidak akan meninggalkan Irak kecuali jika mereka membayar biaya itu kepada kami. Dan jika Irak menuntut hengkangnya pasukan AS, dan itu tidak dilakukan di atas dasar yang ramah, kami akan menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Sanksi terhadap Iran, yang tetangganya itu, akan menjadi hal kecil“ (Sky News, 5 Januari 2020).
4- Kemudian Iran mengumumkan telah meluncurkan serangan rudal tepat pada pukul 1.20 waktu Teheran mengawali hari 8 Januari 2020 terhadap pangkalan-pangkalan Amerika di Irak, dan bahwa mereka membunuh setidaknya 80 orang Amerika dalam serangan rudal Iran terhadap pangkalan-pangkalan Amerika itu. Televisi mengatakan, “Kami membalas dendam atas tewasnya Sulaimani. Amerika mengakui adanya serangan itu tetapi menyangkal bahwa serangan itu telah membunuh salah satu anggotanya! Kemudian momentum peristiwa-peristiwa ini pun mereda dan tenang tanpa ada eskalasi lebih lanjut…! Setelah itu, Muhammad Tawfiq Allawi, mantan Menteri Komunikasi dalam pemerintahan al-Maliki, mengumumkan pada 1 Februari 2020 bahwa Presiden telah menugaskannya membentuk pemerintahan. Para pengunjuk rasa mengumumkan penolakan mereka terhadap pencalonan Allawi. Mereka mengumumkan bahwa mereka menolak setiap tokoh politik yang telah terlibat di dalam rezim sejak pendudukan Amerika pada tahun 2003. Sebelum mandatnya diperpanjang, Allawi mengundurkan diri… Kemudian Presiden pada 16 Maret 2020 menugaskan Adnan Al-Zarfi untuk membentuk pemerintahan. Dia memegang beberapa posisi keamanan di rezim dan gubernur untuk Najaf setelah pendudukan AS. Tetapi Al-Zarfi meminta maaf pada 9 April 2020 atas ketidakmampuannya untuk membentuk pemerintahan. Dan pada 9 April 2020 Presiden Irak, Barham Shalih mengumumkan penugasan Direktur Intelijen Irak Musthafa Al-Kadhimi untuk membentuk pemerintahan yang tidak berafiliasi kepada partai-partai. Dan ini merupakan pelanggaran konstitusi lainnya. Disebutkan bahwa Musthafa Al-Kadhimi dahulu menjadi oposisi rezim Saddam di luar negeri, dan setelah 2003 ia kembali ke Irak, ke Sulaimaniyah … Selama bekerja sebagai kepala editor urusan Irak di majalah US “Monitor”, ia dengan kuat membela bahwa hubungan AS-Irak harus kuat. Al-Kadhimi mengatakan di dalam sebuah artikelnya, “monitoring hubungan Irak-Amerika setelah 2003 menunjukkan bahwa ketika hubungan itu menjadi lemah dan marjinal, itu mungkin membuka pintu bagi masuknya pihak-pihak eksternal lain di satu sisi, dan juga menyebabkan kerugian bagi kepentingan bersama Irak dan Amerika di kawasan. Oleh karena itu, Irak dan Amerika Serikat perlu menilai kembali hubungan mereka dalam rangka membangun hubungan strategis yang kuat yang membantu memulihkan keseimbangan di antara kekuatan di kawasan, dan menjamin kepentingan bersama kedua pihak” (Website US Monitor, 02/10/2015). Dia bekerja secara rahasia dan terbuka untuk kepentingan dinas keamanan Amerika, dan dengan koordinasi penuh dengan pasukan pendudukan Amerika di Irak sejak ia kembali ke Irak setelah tahun 2003. Dan karena itu pulalah, banyak orang Irak menganggap aneh al-‘Abadi menunjuknya secara tiba-tiba pada tahun 2016 sebagai Direktur Intelijen, posisi yang sangat sensitif, padahal dia sangat membutuhkan person yang sangat dipercaya di Amerika. “Pada 2016, Perdana Menteri Haidar al-‘Abadi mengejutkan warga Irak dengan menunjuk pribadi seperti Musthafa al-Kadhimi, yang jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, pada posisi Direktur Badan Intelijen. Ini terjadi dalam puncak perang melawan tanzhim ISIS yang menduduki sebagian negara dalam suatu periode sebelum tentara Irak dengan dukungan koalisi internasional berhasil mengalahkannya (Frans24, 8 Mei 2020). Kemudian Amerika tidak menyembunyikan hubungannya dengan al-Kadhimi yang ada di Badan Intelijen. “Sebuah laporan yang dilansir oleh surat kabar The Wall Street Journal Amerika mengutip dari David Schenker, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Timur Dekat, bahwa al-Kadhimi melakukan “sebuah kerja yang baik” ketika menjadi kepala intelijen, menyambut baik kemitraan dengannya sebagai perdana menteri …” (Al-Jazeera.net dari the Wall Street Journal, 30 Mei 2020). Dia telah mengunjungi Arab Saudi pada 2017 bersama mantan Perdana Menteri Haidar al-‘Abadi. Dan dia terlihat memeluk lama teman pribadinya, Putera Mahkota Saudi, Muhammad bin Salman, yang berdedikasi dalam melayani Amerika!
5- Pada 7 Mei 2020 Parlemen Irak memberikan kepercayaan kepada pemerintahan al-Kadhimi dengan suara 255 anggota dari 329 anggota. Padahal al-Kadhimi dituduh memberikan bantuan kepada Amerika dalam pembunuhan Qassim Sulaimani dan al-Muhandis. Abu Ali al-‘Askari penanggungjawab keamanan di dalam milisi Brigade Hizbullah di Irak melancarkan serangan terhadap al-Kadhimi (dan menuduh Direktur Badan Intelijen Irak, Musthafa al-Kadhimi, memberikan “bantuan” di operasi pembunuhan komandan Pasukan al-Quds Iran Qassim Sulaimani, dan wakil ketua al-Hasyad asy-Sya’bi Abu Mahdi al-Muhandis (al-Hurra, 3 Maret 2020). Di dalam reaksi pertama dari sisi pengaruh Iran, “ulama garis keras Ali al-Kawrani yang dekat dengan milisi Hizbullah Lebanon, menyerang al-Kadhimi dan menuduhnya menjalankan agenda Amerika” (al-‘Ayn al-Akhbariyah, 15 Mei 2020). Dan dengan lebih mendalami perkara itu, kami menemukan bahwa partai-partai yang setia kepada Iran telah memberi suara kepada al-Kadhimi dan memberinya kepercayaan. Padahal mereka menuduhnya bekerja untuk Amerika dan menuduhnya bekerja sama dalam pembunuhan putra-putra mereka dan pembunuhan Sulaimani dan al-Muhandis. Bukan ini saja. Bahkan al-Kadhimi menolak semua tuntutan mereka dan menolak kuota yang sudah dikenal, yaitu mengharamkan partai-partai itu dari “pampasan” kementerian. Semua ini menunjukkan bahwa Amerika memiliki jalan besar terhadap partai-partai itu secara langsung atau melalui Iran. Ketegangan yang ditampakkan dengan Iran tidak lain untuk menabur debu di depan mata. Dan bahkan pembunuhan Sulaimani tidak membangkitkan di Teheran kecuali hanya badai suara yang segera berakhir, seolah-olah tidak terjadi dikarenakan hubungan-hubungannya dengan Amerika di balik tirai. Mungkin partai-partai sektarian di Irak tidak menyadari bahwa dirampasnya mereka dari jabatan-jabatan menteri bukanlah hukuman bagi mereka Melainkan hal itu demi menyerap gelombang kemarahan yang memenuhi jalanan Irak yang mana gelombang itu akan berulang kembali setelah menurunnya langkah-langkah mengatasi virus Corona di Irak. Ini berarti bahwa sebagian besar partai-partai itu terjamin kesetiannya kepada Amerika secara langsung atau melalui Iran. Pemberian kepercayaan dengan cara ini telah mendorong beberapa media untuk berbicara tentang perjanjian atau kesepakatan! Ibrahim al-Zubaidi mengatakan di al-‘Arab London “beberapa aliansi dan arus politik di Irak menolak Musthafa al-Kadhimi dan mengeluarkan release dengan melabelinya sebagai antek Amerika dan menuduhnya mengatur pembunuhan Qassim Sulaimani dan Abu Mahdi al-Muhandis …” Al-Zubaidi melengkapi ucapannya dengan mengatakan: “seperti yang telah dan sedang Anda lihat, berbagai arus politik telah setuju untuk meloloskannya di Parlemen. Seakan tidak ada hal yang terjadi. Cukup ketika telah dikeluarkan kepada mereka perintah dan instruksi terakhir dari kedutaan Waliyu al-Faqih di Baghdad, atau dari kedutaan Paman Donald Trump. Bukankah ini semacam teater yang absurd?” (al-‘Arab al-Lunduniyah, 8 Mei 2020). Dan berikutnya Al-Kadhimi pun meraih kepercayaan meskipun ada berbagai tuduhan itu! Ini sebagai tambahan terhadap “pemolesan” Al-Kadhimi dalam pernyataan yang akan dikeluarkan tentang dialog strategis antara Amerika dan Irak, yang diprediksi akan keluar pada pertengahan bulan ini. “Kedua negara sudah dijadwalkan untuk mengadakan dialog strategis pada pertengahan bulan depan, untuk menentukan syarat-syarat hubungan kedua negara di masa depan” (Al-Jazeera.net dari the Wall Street Journal, 30 Mei 2020).
6- Dalam sesi kepercayaan itu, Al-Kadhimi menganggap pemerintahannya bersifat sementara, dan bahwa dia sedang berusaha ke penyelenggaraan pemilu dini. Dia mengatakan: “Salah satu prioritas pemerintahannya adalah mengadakan pemilu dini untuk memenuhi tuntutan rakyat yang sebenarnya. “Yang demikian itu dalam upaya untuk memuaskan para pemrotes dan oposisi. Dan untuk itu dia menambahkan: “Persiapan pemilu yang jujur menuntut penguatan kedaulatan negara di semua bidang. Dan yang terdepan adalah senjata dibatasi hanya di tangan negara dan pasukannya dan dengan komando Panglima Angkatan Bersenjata, tidak mengubah negara menjadi arena untuk penyelesaian masalah, dan untuk mencegah penggunaan wilayah Irak untuk menyerang pihak lain” (BBC, 7 Mei 2020). Perolehan kepercayaan oleh Al-Kadhimi merupakan pencapaian penting dan berita baik bagi Amerika yang berupaya menjadikan rezim yang didirikannya itu efektif untuk merealisasi stabilitas pengaruhnya di Irak dan memberikan legitimasi kepada AS. Untuk itu Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo segera berbicara melalui telepon dengan Musthafa Al-Kadhimi untuk memberinya ucapan selamat memperoleh kepercayaan dari Parlemen sebagai Perdana Menteri Irak. Mike Pompeo menulis di akun Twitternya pada 7 Mei 2020: “Sungguh menyenangkan hari ini berbicara dengan Perdana Menteri Irak yang baru, Musthafa Al-Kadhimi. Sekarang tiba pekerjaan mendesak dan serius untuk menjalankan reformasi yang dituntut oleh rakyat Irak”. Pompeo menambahkan: “Saya berjanji untuk membantunya mengimplementasikan agendanya yang berani“. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Morgan Ortagos mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “sebagai dukungan untuk pemerintahan baru, Amerika Serikat akan melangkah dengan memberi pembebasan berkaitan dengan listrik “impor listrik dari Iran untuk 120 hari sebagai tawaran dari keinginan kami untuk memberi bantuan guna mewujudkan kondisi yang tepat untuk keberhasilan…” (KUNA, 7 mei 2020). Dan kemudian presiden AS sendiri melakukan pembicaraan dengan al-Kadhimi. Juru bicara Gedung Putih Judd Deere mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Presiden Trump pada hari Senin 11 Mei 2020 berbicara melalui telepon dengan al-Kadhimi untuk mengucapkan selamat atas pemberian kepercayaan oleh Parlemen Irak kepada pemerintahannya … Dan bahwa Presiden Trump menyatakan dukungan AS untuk Irak selama pandemi virus Corona yang sedang berlangsung. Presiden Trump menekankan kepentingan bersama dengan Irak untuk secara permanen mengalahkan ISIS … dan bahwa Presiden juga mendorong Perdana Menteri untuk menanggapi tuntutan rakyat Irak akan reformasi dan pemilu dini (Reuters, al-Hurra Amerika, 12 Mei 2020).
7- Salah satu tindakan pertama Al-Kadhimi pada pertemuan pertamanya dengan para menterinya pada tanggal 5 Mei 2020 adalah pengumuman penunjukan kembali Abdu al-Wahhab Al-Sa’adi sebagai kepala dari apa yang disebut Badan Anti-Terorisme di Irak. Dalam pernyataan pers, Al-Kadhimi mengatakan, “Kami memutuskan untuk mengembalikan saudara yang gagah berani, Letnan Jenderal Abdu al-Wahab al-Sa’adi ke jabatannya sebagai kepala Badan Anti-Terorisme. “Pasukan anti terorisme dianggap sebagai pasukan elit dari militer Irak, yang mana dilatih dan dipersenjatai oleh pasukan Amerika dan menjadi ujung tombak dalam perang melawan ISIS selama tiga tahun 2014-2017 (Kantor berita Anatolia Turki, 9 Mei 2020). Kanal Al-‘Arabiya menyebutkan pada 11 Mei 2020 bahwa keputusan Musthafa Al-Kadhimi untuk mengembalikan Abdu al-Wahhab al-Sa’adi dan mempromosikannya ke jabatan kepala Badan Anti-Terorisme datang sebagai tanggapan terhadap tuntutan jalan. Badan Anti-Terorisme di Irak menjadi subordinasi Amerika sampai batas terjauh. “Pada pertengahan 2011, sebuah laporan Amerika (https://www.washingtoninstitute.org/ar/policy-analysis/view/iraqs-counter-terrorism-service-and-the-long-war-against-militancy) menggambarkan Badan Anti-Terorisme merupakan “yang terbaik dari apa yang didirikan oleh Amerika Serikat di Irak” Badan yang ada di bawah pasukan Irak yang didirikan oleh Amerika Serikat dengan standar dan pelatihan yang mungkin ketat dan mirip dengan yang digunakan untuk merekrut pasukan operasi khusus AS, ini menurut laporan yang diterbitkan oleh Washington Institute for Middle East Policy (Arabi21, 30 September 2019). Al-Sa’adi, menurut sumber sebelumnya, telah dipromosikan pada berbagai pangkat secara luar biasa. Dia dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal pada tahun 2006 kemudian menjadi Letnan Jenderal pada tahun 2008 di tangan agen Amerika, Al-Maliki. Hal itu menunjukkan tingkat kepuasan Amerika dengan perwira Irak ini. Badan ini menikmati popularitas yang berasal dari dua hal yang tidak disadari oleh jalanan Irak, yang melakukan perlawanan. Pertama, bahwa Amerika sendiri mencegah Badan Anti-Terorisme untuk membunuh para pengunjuk rasa. Metode Amerika ini sama dengan yang digunakan di Mesir pada tahun 2011 ketika tentara Mesir bersumpah untuk menahan diri dari menggunakan kekuatan terhadap para demonstran. Dan itu mendapat penerimaan pada massa demonstran untuk membentuk Dewan Militer setelah pemecatan Husni Mubarak. Maknanya bahwa Amerika menginginkan tangan bersih bagi Badan Anti-Terorisme Irak agar menjadi alternatif bagi perubahan apapun. Adapun perkara kedua, rakyat Irak berpikir bahwa al-Sa’adi, karena pemecatannya dari jabatan Komandan Badan Anti-Terorisme oleh Adil Abdu al-Mahdi, rakyat Irak berpikir bahwa dia menentang pimpinannya yakni Abdu al-Mahdi. Karena itu, mereka menginginkan al-Sa’adi sebagai alternatif. Jika tidak, demonstrasi Irak sangat menolak pengaruh Iran dan Amerika di Irak….
Dan kami menyebutkan sesuatu tentang itu dalam publikasi kami tertanggal 4 Desember 2019. Di situ kami katakan: “Mengenai Irak, Amerika mengatur Irak hampir secara langsung dari balik tirai. Jumlah staf kedutaan besarnya di Baghdad mencapai 16 ribu staf yang memonitor kerja semua kementerian Irak, terutama minyak dan sektor keamanan. Dan itu merupakan kedutaan terbesar Amerika di dunia. AS memiliki banyak pangkalan militer di Irak, yang paling terkenal adalah pangkalan ‘Ain al-Assad di Anbar…
Pada minggu terakhir bulan lalu, Amerika mengintensifkan delegasinya. Ada kunjungan tiba-tiba Wakil Presiden AS Mike Pence pada23 November 2019 ke pangkalan ‘Ain al-Assad. Tidak sampai seminggu sejak kunjungan Wakil Presiden AS ke Irak, Amerika mengirim komandan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika Mark Milley ke Baghdad pada 27 November 2019. Dan ini menjadi bukti monitoring Amerika yang intensif, terutama karena Irak bagi Amerika memiliki sensitifitas … Dapat diperhatikan bahwa Badan Anti-Terorisme di Irak, yang merupakan kekuatan militer besar yang dibentuk oleh Amerika dan dilengkapi dengan peralatan militer terbaik, Badan ini jauh dari kebijakan represif terhadap protes. Dan tampaknya para pengunjuk rasa di Tahrir Square, mereka melihat kekuatan ini sebagai pembebas dari para politisi korup, ketika para demonstran mengangkat gambar besar Jenderal Abdu al-Wahhab Al-Sa’adi, salah satu komandan Badan tersebut setelah pemecatannya oleh Abdu al-Mahdi, seolah-olah pasukan ini diterima oleh para demonstran untuk memiliki peran dalam mengatur solusi” selesai kutipan dari publikasi tersebut.
– Intinya adalah bahwa Al-Kadhimi adalah orang kepercayaan Amerika di Irak:
a- Dalam biografinya: Selama bekerja sebagai kepala editor urusan Irak pada situs berita US “Monitor”, dan pembelaan kuatnya pada 2015 tentang wajibnya hubungan Irak-AS kuat secara tegas …
b- Di dalam penugasannya pada 2016 sebagai direktur intelijen, dan sambutan Amerika untuknya seperti yang dikutip oleh surat kabar the Wall Street Journal Amerika dari David Schenker, Asisten Menteri Luar Negeri, bahwa al-Kadhimi melakukan “sebuah kerja yang baik” ketika ia menjabat direktur intelijen, ia menyambut baik kerjasama dengannya sebagai perdana menteri …
c- Kemudian hubungannya dengan temannya, Muhammad bin Salman, terutama ketika dia mengunjungi Arab Saudi pada 2017 bersama mantan Perdana Menteri Haidar al-‘Abadi dan terlihat dia memeluk lama teman pribadinya, Putera Mahkota Saudi Muhammad bin Salman, yang berdedikasi untuk melayani Amerika!
d- Dia mendapatkan kepercayaan Parlemen pada 7 Mei 2020, hal itu dengan dukungan Amerika langsung dan tidak langsung dari Iran dengan menekan partai-partai yang loyal kepada Iran, meskipun Al-Kadhimi dituduh memberikan bantuan kepada Amerika dalam pembunuhan Qassim Sulaimani dan al-Muhandis, dan bahwa ia melaksanakan “agenda Amerika”. Dan semua ini menunjukkan bahwa Amerika memiliki pengaruh yang efektif terhadap Iran, dan ketegangan yang ditampakkan dengan Iran tidak lain hanyalah untuk menabur debu di depan mata!
e- Kemudian penunjukan kembali Abdu al-Wahhab al-Sa’adi pada 9 Mei 2020 sebagai kepala Badan Anti-Terorisme di Irak. Dan pasukan badan ini dilatih dan dipersenjatai oleh pasukan Amerika. Sebuah laporan Amerika (https://www.washingtoninstitute.org/ar/policy-analysis/view/iraqs-counter-terrorism-service-and-the-long-war-against-militancy) yang diterbitkan oleh Washington Institute for Middle East Policy pada pertengahan 2017 menggambarkan badan ini sebagai “yang terbaik dari apa yang telah dibuat oleh Amerika Serikat di Irak” (Arabi21, 30 September 2019).
Semua itu menunjukkan sejauh mana “kedudukan” yang dinikmati Al-Kadhimi di mata Amerika. Dan rakyat Irak harus menyadari ini sebelum mereka menyesal, dan ketika itu penyesalan tiada berguna!
9- Saya akhiri dengan satu kalimat, dan saya katakan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Irak dan pemulihan kejayaan dan kemuliaannya, dan menjadi negara penting dan pusat negara besar yang menaklukkan Amerika, Inggris dan negara-negara imperialis lainnya, saya katakan, tidak ada jalan selamat bagi Irak kecuali dengan kembali ke sumber kemuliaannya, yaitu Islam dengan menegakkan negaranya, Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Dan Maha Benar Allah yang Maha Perkasa:
﴿وَلِلّٰهِ العِزَّةُ وَلِرَسُولِه وَلِلمُؤمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعلَمُونَ﴾
“Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”. (TQS al-Munafiqun [63]: 8).
Selasa, 11 Syawal 1441 H
02 Juni 2020 M
Sumber:
http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/68615.html