Peringati Maulid, UIY Serukan Umat Harus Ittiba’ kepada Nabi SAW

Mediaumat.id – Turut memperingati Maulid Nabi SAW 12 Rabiul ‘Awwal 1445 H, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan, sebagai bentuk cinta kepada Nabi SAW, umat harusnya mengikuti jalan perjuangannya.

“Cinta kepada Nabi harus mengikutinya, ittiba’ kepadanya,” ujarnya dalam Maulid Forum: Cinta Kepada Nabi SAW, Jalan Menuju Islam Kaffah, Kamis (28/9/2023) di Jakarta.

UIY juga mengingatkan, cinta kepada Nabi SAW juga harus dilakukan oleh kaum Muslim sebagai bukti cinta kepada Allah SWT. “Cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan mengikuti Nabi,” tandasnya.

Lebih lanjut UIY juga menyampaikan, yang dimaksud ittiba’ atau mengikuti, sebagaimana melansir keterangan dari Imam Ibnu Katsir, adalah mengikuti dengan sebenar-benarnya (haqqul ittiba’).

Bahkan, ungkap UIY, Imam Ibnu Katsir menyebut dusta bagi siapa pun yang mengaku cinta kepada Nabi SAW tetapi tidak disertai dengan haqqul ittiba’.

“Apa itu haqqul ittiba’? Imam Ibnu Katsir mengatakan, mengikuti di dalam seluruh perintah dan larangannya,” jelas UIY.

Tujuan

“Salah satu tujuan penting dari kita memperingati maulid Nabi itu tak lain adalah agar bagaimana rasa cinta kepada Nabi ini terus membuncah, meningkat,” tukas UIY.

Tak hanya itu, sebagaimana hadits sahih riwayat Imam Muslim, Nabi SAW yang mengatakan, al-mar’u ma’a man ahabba, seseorang itu akan bersama dengan yang dicintai.

Maksud hadits tersebut ialah, seorang Muslim akan dibangkitkan nanti di hari kiamat dan dikumpulkan bersama orang-orang yang ia cintai, termasuk bersama dengan Nabi SAW.

Demikian pula tentang mengikuti jalan perjuangan atau yang UIY sebut sebagai aktivitas dakwah yang dilakukan Nabi SAW. Secara umum ia memaparkan beberapa tujuan dari sifat dan karakternya.

Pertama, dakwah Nabi SAW adalah dakwah kepada Islam, tauhid, sebagaimana telah menjadi komitmen umat Islam yang senantiasa menegaskan di dalam doa iftitah di tiap-tiap shalat.

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya,” demikian bunyi terjemahnya.

Sebab, menurutnya, manusia tidak akan mungkin kosong dari keyakinan. “Jika tidak Allah yang disembah, maka yang disembah adalah pohon, keris, jimat atau manusia (semisal) Lenin, Stalin,” sebutnya.

Makanya, umat harus juga menginsyafi bahwa ada akibat apabila dakwah kepada tauhid ini ditinggalkan maka akan muncul kekufuran dan kemusyrikan. “Itu pasti,” lugasnya.

Kedua, adalah inqilabi atau dakwah politis. Kata UIY, dakwah inilah yang mengubah individu dan sistem dari jahiliah, kekafiran, maupun kemusyrikan menuju kepada sistem Islam berikut ketauhidan di dalamnya.

“Kita bisa melihat tujuannya tak lain adalah tegaknya kehidupan Islam, yang di dalamnya diterapkan syariah secara kaffah hingga terwujud rahmatan lil ‘alamin,”_ terangnya, menambahkan.

Artinya, apabila dakwah ini ditinggalkan maka yang terjadi bukan rahmat tetapi kefasadan atau kerusakan, yang ditimbulkan akibat hukum jahiliah. “Itu juga pasti,” cetusnya.

Tengoklah kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini yang melebar, kezaliman semacam yang menimpa masyarakat Pulau Rempang, maupun kerusakan moral kaum LGBT, penjajahan, penistaan, dsb., yang kalau boleh dikatakan tidak ada tanda-tanda akan berhenti.

Ketiga, dakwah seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW bertujuan untuk menegakkan kehidupan Islam di bawah naungan Daulah Khilafah.

Maknanya, apabila dakwah ini ditinggalkan, niscaya kehidupan yang berkembang di tengah masyarakat bukanlah kehidupan Islam di bawah naungan adikuasa khilafah, tetapi adikuasa jahiliah seperti yang saat ini terjadi.

Untuk diketahui, sebelum Islam menjadi adikuasa kala itu misalnya, Imperium Persia, Romawi Timur maupun Barat pernah menguasai dan mendominasi peradaban dunia.

“Dunia itu tidak pernah kosong dari the ruling power, kekuatan yang menguasai, yang mendominasinya,” kata UIY, yang berarti perguliran kekuatan yang mendominasi dimaksud tidak akan pernah berhenti sampai kapan pun.

Maknanya pula, tatkala tidak ada adikuasa Islam, dalam hal ini Daulah Khilafah yang menempuh jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah) yang terbukti menebarkan rahmat tentunya, maka adikuasa jahiliahlah yang bakal menebarkan kerusakan, kezaliman, penindasan, penjajahan, dsb.

Terakhir, dari sifat dan karakter dakwah yang dilakukan oleh Nabi SAW secara umum juga bertujuan untuk menggapai ridha Allah SWT. “Ketika dakwah ditinggalkan maka bukan ridha tetapi murka Allah yang kita dapatkan,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: