Mediaumat.news – Usulan Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman agar nama “Pam Swakarsa” diganti karena diksinya sangat sensitif di masyarakat terutama bagi mereka yang pernah mengalami peristiwa 1998, dinilai Aktivis ’98 Agung Wisnuwardana tetap saja tidak mengubah esensi masalah lembaga yang tengah diwacanakan Kapolri untuk diberlakukan lagi.
“Pergantian nama tidak mengganti esensi dari Pam Swakarsa ini. Poin dari Pam Swakarsa ini adalah melegalkan kelompok sipil untuk mem-back-up keamanan dari kepolisian. Akhirnya apa nanti yang terjadi, kegiatan-kegiatan polisional itu dilakukan oleh masyarakat sipil. Inilah yang akan menimbulkan gesekan horizontal antar masyarakat sipil,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Kamis (01/10/2020).
Menurutnya, nanti ada masyarakat sipil yang mewakili polisi, melakukan tugas polisional dan akan ada masyarakat sipil yang ditegasi tingkat kedisiplinannya. “Nah ini akan menimbulkan gesekan horizontal yang sangat besar. Ini yang seharusnya dihindari oleh kepolisian,” ujarnya.
Agung menyarankan bahwa seharusnya kepolisian itu mengoptimalkan institusinya untuk menata keamanan. “Jangan sampai masyarakat sipil dilibatkan dalam kegiatan polisional,” pintanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dalam kondisi yang belum legal saja, seperti sekarang ini, kegiatan polisional sudah dilakukan oleh masyarakat sipil dengan kedok katanya kelompok lain mengganggu kepentingan dan mengganggu keamanan. Dan ternyata polisi membiarkan itu. “Nanti bagaimana kalau ini dilegalkan? Ini kan, bukankah nambah masalah? Dan ini tentunya mengingatkan akan masalah Pam Swakarsa yang terjadi pada tahun 98,” terangnya.
Akar Masalahnya
Menurutnya, akar masalahnya itu karena negara itu tidak serius menata pelayanan pada masyarakat. Sehingga masyarakat banyak yang melakukan kritik terhadap penguasa.
“Kenapa kritik ini terjadi? Karena penguasa tidak melakukan riayah atau pelayanannya dengan baik dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keberpihakan negara pada rakyatnya itu jauh panggang dari api, sehingga wajar kalau kritik itu muncul pada penguasa,” bebernya.
Di akhir wawancara, Agung berpesan jangan sampai kritik pada penguasa ini dianggap mengganggu ketertiban, mengganggu kedamaian dan mengganggu kepentingan penguasa. “Nanti ditanggapi dengan kegiatan polisional. Hal-hal demikian ini, yang harus dihindari!” pungkasnya.[] Achmad Mu’it