Perangkap Solusi Dua Negara!

Oleh: Umar Syarifudin (pengamat politik Internasional)

Mulut Trump telah jelas mengakui penyerahan Yerusalem kepada agresor Israel, dan umat Islam bereaksi keras atas perampasan tanah ini yang merupakan tanah Isra dan Mi’raj, kiblat pertama Muslim, dan tempat ketiga dari tiga masjid yang diutamakan untuk dikunjungi umat Islam.

dari Abu Ad-Darda’ ra, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali lipat daripada sholat di masjid-masjid lainnya. Sholat di Masjid Nabawi lebih utama seribu kali lipat. Dan sholat di Masjidil Aqsa lebih utama lima ratus kali lipat.” (HR Ahmad).

Trump telah menghubungi para penguasa negeri muslim yang loyal padanya sebelum deklarasi tersebut. Dia menelepon mereka sebelum deklarasi tersebut, lalu mengekspose jati diri para penguasa tersebut. Masyarakat dunia, tidak hanya umat Islam telah bereaksi, namun kami heran dengan sunyinya para penguasa sekeliling Palestina atas pendudukan Israel di sebagian besar wilayah Palestina sejak tahun 1948, dan tidak menggerakkan tentara untuk membebaskan kembali bumi Islam tersebut. Saat Trump menyatakan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui al-Quds sebagai ibu kota Israel, para pemimpin Arab tiba-tiba berteriak betapa pentingnya tanah suci ini, sambil menyatakan peringatan terhadap Amerika.

Trump menginginkan solusi dua negara dan memberikan tekanan kepada dunia muslim agar lebih menyenangkan Israel. Namun dunia internasional melihat Otoritas Palestina maupun penguasa Arab hanya mengikuti solusi yang ditawarkan AS ini, bagi mereka yang menolak AS maka mereka akan kembali ke solusi Inggris. Slogan Trump “Let’s make America great again” ditunjukkan semangat untuk intervensi langsung AS atas Negara target, contohnya Palestina. Pernyataan Trump tentang kebijakan di Palestina maupun Timur Tengah bertujuan untuk memulihkan peran intervensi langsung Amerika, dan untuk melunakkan lawan politiknya seperti Inggris, Jerman dan Rusia. Trump berusaha meningkatkan peran sekutunya, yakni Turki dan Arab Saudi di Palestina dan Suriah, untuk melindungi kepentingan AS di wilayah ini, sekaligus mengurangi peran sekutu lainnya, yaitu Iran.

Melihat penguasa Turki menyuarakan keprihatinan terhadap nasib muslim Palestina dan meminta umat Islam untuk membela Al-Aqsa, ini ironis, sementara Turki menghalangi tentaranya sendiri untuk menyelamatkan Yerusalem; padahal Turki telah memiliki kekuatan untuk membebaskannya. Atau Salman, yang menyebut diri mereka sebagai penjaga tanah suci tapi mengirim pesawat mereka untuk membom Yaman yang saat ini dilanda kelaparan, Salman cuci tangan untuk membela tempat tersuci ketiga dalam Islam. Atau penguasa Iran, yang mengklaim memerintah sebuah negara yang diperintah oleh undang-undang Islam tapi tidak menggunakan tentaranya untuk membebaskan Al-Quds tapi untuk menopang rezim Assad, yang telah berperang melawan rakyatnya sendiri.

Kebijakan AS kali ini merupakan cermin Amerika yang kriminal, ditambah lagi rusaknya AS sebagai hasil sistem rusak kapitalisme, budaya korup dan peradaban busuk yang memiliki pengaruh besar terhadap negara-negara Muslim dan melakukan hegemoni di dalamnya, dan ironisnya para penguasa di negeri muslim yang pro AS menganggap diri mereka sebagai penguasa yang saling bersaing untuk memberikan pelayanan terbaik kepada Amerika. Menyakitkan saat mengetahui tanah-tanah kaum muslim menjadi arena penindasan penjajah.

Israel maupun Amerika Serikat telah merasakan kemarahan internasional dari kaum Muslimin di seluruh dunia. Tekanan internasional terhadap Perdana Menteri entitas Yahudi, Netanyahu maupun Trump, karena kriminalitas yang telah mengusik keadilan umat manusia yang mendorong mereka untuk berusaha keras dalam membela Al Aqsa.

Kami tidak melihat solusi masuk akal, dari pengakuan kedua negara yaitu Israel dan palestina di atas tanah Palestina. Apakah Al-Quds dipersatukan atau dibagi, tidak akan membuat Israel itu sah dalam Islam. Rezim Arab maupun siapapun yang sejalan dengan proyek kolonialis tidak mewakili Islam dan kaum muslim, karena Palestina adalah tanah Islam yang menjadi milik umat Islam.

Lalu apakah kita berharap agar PBB dan masyarakat internasional akan melindungi Al-Aqsa?  Padahal PBB tumpul dan komunitas internasional yang sama yang mendirikan, mendanai dan memperkuat negara ilegal ini, memberikan lampu hijau untuk melukai dan membantai kaum Muslim di Gaza. Mereka diam membangun dinding imajiner agar kejahatan mengerikan Israel tidak diusik oleh perlawanan jihad umat Islam seluruh dunia, bahkan PBB dan komunitas Internasional bisu ketika Israel berulang kali melanggar konvensi dan undang-undang mereka sendiri.

Sekali lagi, seluruh wilayah Palestina, termasuk Al-Quds, bukanlah tanah feodal milik Fatah atau faksi Palestina lainnya, melainkan milik seluruh umat Islam. Sehingga tidak dibenarkan siapapun menjualnya kepada musuh, juga tidak termasuk rezim yang rusak di dunia Muslim yang tunduk kepada tuan Barat mereka. Palestina adalah Tanah Suci sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam Al Qur’an yang mulia dan Sunnah Rasul Mulia saw. Ini adalah tanah Islam sejak era Khalifah Umar bin al Khatab, yang membukanya secara damai dan menetapkan keadilan Islam di atas ini.

 

Share artikel ini: