Perang Yaman Tewaskan 377 Ribu Jiwa, Bukti Kegagalan Kapitalisme
Mediaumat.id – Merespons laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang perkirakan jumlah korban jiwa dari Perang Yaman hingga 377 ribu orang pada akhir tahun 2021, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadji menyebut itu sebagai bentuk kegagalan sistem kapitalisme global dalam hal ini PBB.
“Sistem kapitalisme global yang dipimpin oleh Amerika, yang salah satu penjaganya itu adalah PBB sebagai organisasi politik dunia, telah gagal menghentikan atau paling tidak mengurangi korban-korban yang berjatuhan dalam berbagai wilayah konflik di dunia internasional,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Rabu (24/11/2021).
“Ini sekali lagi menunjukkan kegagalan PBB. Kenapa PBB gagal? Karena PBB menjadi bagian dari problem itu sendiri,” sambungnya, dengan menjelaskan bahwa PBB telah menjadi alat bagi kekuatan-kekuatan negara global Barat untuk melegitimasi kebijakan-kebijakan dari negara global dimaksud.
Sebagaimana hal itu tampak dari keberadaan pasukan Barat di Afghanistan dan negeri Muslim lainnya yang menurut Farid, PBB justru terkesan melegitimasi. Setali tiga uang, ketika tanpa persetujuan PBB, Amerika Serikat (AS) tetap menginvasi Irak pada 2003 lalu.
Pada saat bersamaan, ia pun menyayangkan kondisi mandul PBB saat berhadapan dengan negara-negara global yang memiliki hak veto. “Mereka (PBB) gagal untuk berhadapan dengan Amerika ketika terkait dengan isu-isu yang dianggap menyerang Israel, misalnya,” ungkap Farid.
Proksi
Ia memandang, Perang Yaman adalah bentuk dari pertarungan proksi yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan Inggris, dengan melibatkan negara-negara regional di sekitar Yaman.
“Demikian juga kelompok-kelompok yang ada, baik itu kelompok yang didukung oleh Saudi atau kelompok Houthi yang didukung oleh Iran,” terangnya.
Penting diketahui, kata Farid, sebelumnya, Yaman berada di bawah kendali Inggris. Tetapi setelah itu, AS ingin menggeser posisi tersebut dengan cara yang menimbulkan konflik seperti saat ini.
Maka itu, untuk menghadapi kerakusan tersebut, Farid menyeru seluruh negeri Muslim untuk segera memutus intervensi negara-negara Barat. Baik terhadap PBB maupun solusi-solusi penyelesaian masalah yang melibatkan negara-negara rakus tersebut. “Justru di situ pangkal persoalannya, sehingga problem tetap ada.” tegasnya.
Kemudian, untuk menyelesaikannya, imbuh Farid, umat Islam membutuhkan kekuatan politik yang tidak sekadar level regional tetapi sampai pada level global.
Sehingga, dari situ bisa dilihat pentingnya keberadaan sebuah institusi khilafah. “Khilafah itu menjadi penting, untuk berhadapan dengan kekuatan-kekuatan global Barat seperti ini. Dan ini tentu membutuhkan persatuan umat Islam secara keseluruhan,” pungkasnya.[] Zainul Krian