Perang Dagang AS – China
Hari ini, kawasan Timur Jauh sedang mengalami dinamika ekonomi yang ekstrem. Statistik sederhana secara dramatis menyoroti kenyataan itu.
Sejak 1991, kawasan Asia Timur di mana produk nasional bruto (GNP) telah menjadi hampir sama dengan Amerika Utara.
Dan karena faktor globalisasi, banyak negara berkembang menjadi bagian dari Organisasi Multilateral, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, hal itu karena supremasi dan hegemoni Kapitalisme.
Para ahli telah lama berkomentar bahwa Amerika, Jepang dan Inggris adalah negara pertama yang melakukan industrialisasi, tetapi sekarang melihat posisi mereka di bawah ancaman.
Di mana kekuatan politik dan ekonomi China tak tertandingi di kawasan Asia dan terus tumbuh. Terkait konteks ini, Amerika Serikat memulai perang dagang yang sulit dalam berurusan dengan Kerajaan Tengah.
** ** **
Sejak kedatangan Presiden Trump, maka digunakan proteksionisme gaya 1980-an. Ini merupakan taktik yang sama, yang dulu pernah digunakan oleh Ronald Reagan dalam melawan kekuatan yang meningkat saat itu, yaitu Jepang, karena perusahaan multinasional, seperti General Motor yang melobi Regan untuk menetapkan kuota sukarela terhadap ekspor mobil dari Jepang. Sementara saat ini, banyak hal telah berubah karena rantai pasokan bersifat global, dan banyak produk yang mengandung komponen-komponen yang diproduksi di seluruh dunia.
Sementara sisi lain dari ini adalah keberadaan tarif dan kuota akan merugikan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, yang bergantung pada rantai pasokan global tersebut. Oleh karena itu tarif Trump yang berat terhadap China bukanlah strategi yang masuk akal untuk jangka panjang, karena para petani, industri mekanik dan kimia sedang mengalami kesulitan, akibat dari tarif yang diterapkan pada impor China. Trump berusaha meredakan ketegangan dengan menghilangkan semua hambatan perdagangan antara Kanada dan Meksiko yang merupakan bagian dari perjanjian perdagangan NAFTA.
Sementara Amerika Serikat adalah pemimpin dunia yang tak tersaingi pada akhir abad ini, namun kesalahan yang telah dilakukannya di Irak dan Afghanistan telah menyaksikan perubahan konstelasi, di mana Amerika sekarang dipandang sebagai berlebihan dalam reaksinya, dan tidak mampu menyelesaikan banyak masalah di seluruh dunia.
Hal ini pada gilirannya, akan membuat negara-negara seperti China dan Rusia akan menjadi sangat percaya diri dalam menghadapi Amerika Serikat. Sehingga China menjadi sangat kurang ajar, yang secara terbuka menyatakan bahwa seluruh Laut China Selatan adalah perairan teritorial China.
Ini adalah konteks sebenarnya dari perang dagang Amerika Serikat melawan China, sungguh ini hanya kekuatan pembuka di negara adikuasa yang ingin berurusan dengan kekuatan yang meningkat. Karena keberhasilan militer Cnina masih diragukan, sehingga ia terpaksa menggunakan perang ekonomi untuk menghadapi ancaman Kerajaan Tengah.
Sesungguhnya tantangan bagi Amerika adalah bahwa ia tidak dapat berperang di banyak lini, dan ini telah melemahkannya selama dua dekade terakhir ketika dipaksa untuk berperang di Irak dan Afghanistan. Sementara itu tidak mungkin menghindari kerugian sumber daya alam, biaya, dan lebih-lebih hilangnya nyawa. Pada saat yang sama, Amerika tidak dapat menanggung kekalahan wilayah manapun di dunia, karena ini dapat berarti penurunan kekuatannya dan indikasi yang jelas tentang penurunannya sebagai kekuatan global, serta merupakan awal dari akhir zamannya sebagai kekuatan global.
Jadi, bagaimana mungkin Amerika bisa membalikkan kenyataan ini? Ini hanya mungkin dengan kembali pada ideologi yang konon diperjuangkan Amerika Serikat. Tetapi Amerika telah merusak semua ini selama dua dekade terakhir, ketika Amerika menghancurkan jalannya di seluruh dunia, di mana Amerika berbicara dengan arogan ketika melakukan intervensi sepihak, mengubah rezim, dan mendirikan kamp sinar-X (Guantanamo), dan menginjak-injak semua yang dulu diperjuangkannya.
Masih harus dilihat apakah kemenangan China akan menonjol, akan tetapi yang pasti bahwa perang dagang ini hanyalah awal dari pertempuran untuk abad ke-21. [Adnan Khan]
Sumber: hib-ut-tahrir.info, 19/6/2019.