Presiden Perancis Emmanuel Macron, pada 9/7/2018, di depan anggota parlemen yang berkumpul di istana Versailles di barat Paris mengumumkan bahwa “tidak ada alasan apapun untuk menjadikan hubungan antara Republik dan Islam itu sulit”. Dia mengakui permusuhan yang diperlihatkan rakyat Perancis terhadap Islam dan kaum Muslim, dengan mengatakan: “Ada wacana militansi dan permusuhan terhadap Islam, yang ditujukan untuk mempertanyakan undang-undang kita sebagai negara dan masyarakat bebas, di mana prinsip keduanya tidak tunduk pada instruksi-instruksi yang berbau agama.”
Oleh karena itu, masalahnya bukan pada Islam, namun ada di Perancis dan kebebasannya, yang tidak mentoleransi keberadaan Islam, penyebarannya dan keadilannya, serta kesucian dan kemurnian yang diserukan oleh Islam. Masalahnya juga ada di semua negara Barat yang mengambil kebijakan anti-Islam dan membatasi ruang kaum Muslim. Mereka melarang hijab (pakaian syar’iy) di sekolah-sekolah, melarang cadar (niqāb) di kehidupan publik, mereka melarang perempuan mengenakan pakaian tertentu untuk berenang yang menutupi tubuh mereka, dan seterusnya. Semua ini mejadi tanda tanya terkait kebebasan dan undang-undangnya yang selalu dinyanyikan Perancis. Sebab kebebasan menurut Perancis adalah porno aksi, kemesuman dan kecabulan. Sehingga siapa saja yang mengingikan kehormatan dan kesucian serta hijab, maka tidak ada tempat baginya di Perancis, yakni dalam permusuhannya dengan Islam, Perancis bertindak sebagai negara Kristen fanatik, bahkan sebagai negara Salibis di antara sisa-sisa zaman pertengahan Eropa.
Macron menegaskan: “Mulai musim gugur, kami akan memperjelas situasi ini dengan memberi Islam sebuah kerangka dan aturan yang akan memastikan bahwa itu bisa dipraktekkan di seluruh negeri sesuai dengan undang-undang Republik Perancis. Kami akan melakukan itu bersama kaum Muslim Perancis dan para perwakilannya.”
Semua tahu bahwa negara Perancis sejak era Chirac hingga Sarkozy adalah negara yang mengadopsi kebijakan anti-Islam sesuai dengan undang-undang Republik, serta membatasi ruang kaum Muslim dan terus mematainya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh Perancis sesuai dengan undang-undang Republik adalah gagal bahkan itu batal demi hukum, sehingga menciptakan reaksi di kalangan kaum Muslim, di mana mereka lebih berpegang teguh terhadap Islam, dan mereka mulai menentang kebijakan ini tanpa rasa takut, dan kepercayaan mereka pada Perancis dan undang-undangnya telah rontok, palagi mereka menolak sekulerisme Perancis dan demokrasinya. Inilah yang menempatkan para pemikir dan politisi mereka dalam kesulitan, sehingga Presiden mereka, Macron mulai mencari solusi lain yang akan memperlunak suasana permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslim.
Untuk itu, para anggota parlemen bertepuk tangan ketika Macron berkata dalam testimoninya: “Ketertiban publik, rasa kesopanan publik, kemandirian pikiran dan individu tentang agama bukanlah kata-kata kosong di Perancis, dan ini membutuhkan kerangka baru dan penataan ulang.” Akan tetapi Islam lebih kuat dari Perancis dan akan mengalahkannya. Sehingga tidak peduli bagaimana mereka berusaha untuk memalingkan kaum Muslim dari Islam, dan berusaha untuk menipu mereka dengan hukum-hukum palsu buatan manusia. Ingat! Bahwa mereka kaum Muslim akan tetap berpegang teguh pada agama mereka yang hanīf (lurus).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/7/2018.