Kamis, 8 Pebruari 2018, sidang lanjutan gugatan HTI atas Kemenkumham yang telah mencabut ijin Badan Hukum Perkumpulan (BHP) digelar.
Alhamdulillah shautululama berkesempatan melakukan wawancara dengan Jubir HTI Ustad H. Muhammad Ismail Yusanto. Berikut ini petikan wawancara dengan beliau.
Tanya: “Ustad tadi disampaikan oleh keterangan ahli, DR. Daud Rosyid, bahwa Khilafah itu ajaran Islam benar adanya secara syariah, dan tidak bisa ditutup-tutupi. Lalu apa harapan ustad terhadap ulama dan kaum muslimin?”
Beliau menjawab:
“Dalam persidangan kali ini kami menghadirkan dua orang ahli, pertama, adalah DR. Daud Rosyid sebagai ahli syariah, secara gamblang menjelaskan bahwa Khilafah itu ajaran Islam yang tak terbantahkan, maka jika ada yang mempertanyakan seharusnya hal itu tidak perlu terjadi”.
“Kedua, menghadirkan ahli sejarah Islam, Moeflich Hasbullah, MA yang menjelaskan bagaimana hubungan antara Khilafah dengan Nusantara. Intinya adalah, Khilafah selain ajaran Islam, juga merupakan sejarah kita. Negeri ini terbentuk, Indonesia, Nusantara, termasuk bagaimana perkembangan Islam sangat dipengaruhi oleh peran Khilafah di masa lalu”.
“Dari dua hal ini, kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa Khilafah bukan hanya ajaran Islam tetapi juga sudah pernah menjadi bagian kehidupan di Indonesia.
Karena itu, sungguh aneh jika kita mendakwahkan Khilafah lalu dipersoalkan. Dilihat dari sisi ajaran Islam benar adanya, dari sisi mengapa diajarkan sekarang, karena pernah menjadi bagian dari sejarah kita”.
“Disini lah perlunya dakwah terus dilakukan kepada umat tentang pentingnya perjuangan ini.
Karena di tengah-tengah kita banyak orang yang tidak paham, ada yang salah paham, ada juga yang tidak mau paham”.
“Pada mereka yang tidak paham atau salah paham, maka peran ulama sangat diperlukan, untuk memahamkan yang tidak paham dan meluruskan yang salah paham. Seperti misalnya dikatakan, Khilafah itu tidak menghargai pluralitas, Khilafah akan menghancurkan negeri ini, Khilafah tidak akan membawa kemajuan negeri ini dan lain sebagainya. Jelas ini tidak paham atau salah paham”.
“Tapi kita juga harus menghadapi mereka yang tidak mau paham, karena mereka memiliki paham yang berbeda, sebagai mana seharusnya dimiliki seorang muslim”, demikian pungkas penjelasan beliau saat melayani wawancara shautululama pasca persidangan di gedung PTUN Kamis, 8 Pebruari 2018 kemarin. []
Sumber: shautululama.com