Peran Aktif Arab Saudi Dalam Melayani Rencana Amerika di Suriah, Palestina dan Yaman
Peran kucing-kucingan yang dimainkan oleh Arab Saudi dalam melayani rencana Amerika di banyak kawasan di dunia, semakin meningkat, terutama di kawasan Arab. Jika kita perhatikan peran kucing-kucingan terbaru yang dimainkan oleh Arab Saudi khususnya di Suriah, Palestina dan Yaman, maka kita dapati sebagai berikut:
Di Suriah, majalah Amerika Foreign Policy menyebutkan bahwa Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, pada tanggal 24 Desember 2017 mengumpulkan para pemimpin oposisi Suriah, dan menyampaikan pesan yang jelas kepada mereka atas nama Amerika Serikat bahwa Arab Saudi akan memperlambat dukungan oposisi jika tidak mematuhi permintaannya. Mengingat situasi mengharuskan untuk mengarahkan upaya oposisi guna mendapatkan sebuah kesepakatan politik dengan rezim Bashar al-Assad, sedang Sochi adalah tempat yang paling tepat untuk mencapai kesepakatan semacam itu. Bahkan al-Jubeir memperingatkan jika oposisi gagal atau tidak melakukannya.
Dengan demikian, kita mendapatkan bahwa Arab Saudi melalui al-Jubeir, yang selalu menggemakan nada perlunya melengserkan al-Assad, kita mendapatkan bahwa sekarang dia telah mengubah sikapnya seratus delapan puluh derajat, dan menekan pihak oposisi untuk tunduk demi mencapai kesepakatan yang memalukan dengan rezim kriminal yang disponsori Rusia.
Jelaslah bahwa kudeta Saudi terhadap oposisi Suriah sesuai dengan sikap Amerika. Pemerintah Amerika yang akhirnya menghentikan dukungnya pada musim panas lalu. Kemudian Amerika memerintahkan Rusia untuk mengatur situasi di Suriah yang dapat menjaga rezim Bashar al-Assad.
Pemerintah Trump tidak lagi tertarik dengan solusi politik yang ditetapkan oleh pemerintahan Obama sebelumnya di konferensi Jenewa. Pemerintah Trump membebaskan tangan Rusia di Suriah secara militer dan politik, hal itu kemudian diikuti oleh Arab Saudi, yang juga mengubah arah oposisi menuju Moskow. Pemerintah Trump tidak lagi menekankan solusi Jenewa, namun menyerahkan semua urusan Suriah kepada Rusia, begitu juga yang dilakukan anak angkatnya, Arab Saudi. Padahal Arab Saudi tahu bahwa Rusia adalah sekutu Iran yang merupakan musuh tradisionalnya. Dengan demikian, persetujuan Arab Saudi terhadap solusi Rusia, sama artinya Arab Saudi harus menerima peran Iran di Suriah, di aman biasanya Arab Saudi menunjukkan permusuhan yang jelas terhadap Iran. Jadi, semua ini menegaskan kebohongan kebijakan politik Arab Saudi selama ini, dan menguatkan sejauh mana ketergantungannya secara mutlak kepada Amerika.
Sementara di Palestina, Ahmad Majdalani, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, mengakui dalam sebuah wawancara dengan Televisi Palestina bahwa “usulan Amerika diajukan ke Otoritas melalui Arab Saudi, di mana Arab Saudi yang mengirimkannya kepada kita.” Dia mengatakan bahwa proposal terakhir adalah “Kesepakatan untuk melikuidasi isu Palestina. Sungguh, proposal ini akan menghancurkan isu Palestina.”
Bagian terpenting dari kesepakatan ini adalah integrasi entitas Yahudi dalam aliansi Arab untuk menyelesaikan isu Palestina. Dengan demikian, yang terpenting dalam kesepakatan tersebut adalah integrasi Yahudi dan bukan rincian solusinya, di mana mereka berkata bahwa negara Palestina terbatas di Gaza dan di daerah A, B, serta sebagian dari daerah C di Tepi Barat, di mana luas wilayahnya kurang dari 40% tanpa al-Quds (Yerusalem). Rincian ini tidak praktis dan bukan yang dimaksudkan untuk diterapkan dari rencana tersebut, namun dimaksudkan sebagai cara untuk memasukkan entitas Yahudi ke dalam aliansi Arab termasuk Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya dengan dalih adanya musuh bersama Arab Saudi dan entitas Yahudi, yaitu Iran. Jadi yang terpenting adalah memuluskan gagasan integrasi. Inilah rencana pemerintah Trump, yang oleh beberapa orang disebutnya dengan “intimidasi” (yaitu model kesepakatan abad ini). Demikianlah peran kepatuhan dan kehinaan Arab Saudi, dan ini tidak lain adalah metode kotor yang memungkinkan Amerika untuk memaksakan agenda konspirasinya di kawasan Timur Tengah.
Adapun di Yaman, maka serangan udara militer Arab Saudi terhadap Yaman tidak meninggalkan sasaran sipil kecuali menghancurkannya. Serangan udara militer Arab Saudi telah membombandir sekolah, rumah, pasar, rumah sakit dan pertemuan di tempat-tempat berkabung. Segala sesuatu di Yaman dibombandir kecuali markas militer Huthi, sehingga operasi ini justru semakin memperkuat Huthi, dan menjadikannya sebagai realita kekuatan terbaik untuk memimpin pemerintahan di banding yang lain. Tentu, itulah yang Amerika inginkan untuk menyingkirkan antek-antek Inggris dan melemahkan mereka di Yaman, khususnya untuk melemahkan Abed Rabbo Mansur Hadi, simbol legitimasi Inggris dan Eropa di Yaman. Akibatnya, Rakyat Yaman menjadi rakyat yang paling miskin di dunia berkat dari serangan Arab Saudi tersebut, juga yang paling menderita akibat dari kelangkaan sebagian besar kebutuhan hidup, mereka tidak memiliki makanan, tidak ada air bersih, tidak ada obat-obatan, dan bahkan mereka diserang penyakit yang telah dinyatakan punah dari dunia, seperti pes dan malaria. Sementara Huthi semakin kuat, mereka mengancam untuk memutus navigasi di Laut Merah, menembakkan rudal balistik dan membunuh tentara Saudi setiap hari.
Dan yang menegaskan atas kesimpulan yang dicapai di Yaman, adalah bahwa Kepala Staf dan Komandan Tentara Mansour Hadi mengatakan kepada media, di mana negara-negara koalisi (Arab Saudi) tidak memberikan gaji, senjata atau amunisi kepada tentaranya, padahal semua itu amat sangat mereka butuhkan.
Pelemahan terhadap tentara Hadi oleh Arab Saudi adalah indikasi yang jelas bahwa perang Arab Saudi di Yaman hanya bertujuan untuk melemahkan antek-antek Inggris dan memperkuat Huthi. Itulah peran kucing-kucingan Arab Saudi, yang hanya melayani tujuan dari rencana-rencana Amerika. Jika Amerika serius mendukung Arab Saudi melawan Huthi, niscaya perang telah berakhir sejak lama.
Dengan demikian, menjadi telanjang peran kotor Arab Saudi dalam melikuidasi isu-isu revolusi Syam, isu Palestina dan isu Yaman, dengan mematuhi instruksi-intruksi Amerika untuk memperluas dan mengokohkan pengaruh Amerika di kawasan tersebut. Sementara fokus perhatian Raja Salman dan anaknya masih tetap sama pada tujuan rendahnya, yaitu mempertahankan takhta mereka semata. [Abu Hamzah al-Khatwani – Muhammad Bajuri]
Sumber: alraiah.net, 07/02/2018.