Peradilan Islam Itu Unik, Kontras dari Peradilan Sekuler Beserta Slogan Reformasi dan Kover Demokratis dan Kebebasannya
Oleh: Boedihardjo, SHI – Divisi Advokasi Publik di IJM (Indonesia Justice Monitor)
Sesuatu yang diresahkan sebagian masyarakat adalah bahwa peradilan di peradaban sekuler kapitalistik, mustahil bisa menetapkan hukum dengan adil.
Pada saat hukuman dijatuhkan pada warga biasa yang melakukan tindak kejahatan tanpa penundaan sedikitpun, Bila kepada para pejabat elit atau kelompok elit, bisa jadi Anda bisa temukan bagaimanapun kezaliman dan kejahatan yang mereka lakukan, kadangkala mereka tidak dihukum sama sekali seperti ada berlapis – lapis hak imunitas. Jika diajukan tuduhan terhadap salah seorang oknum dari mereka, maka mungkin Anda dapati kasus mereka dengan segera ditutup dengan dalih tidak adanya bukti yang cukup.
Dalam sistem peradilan sekuler yang berlaku di Indonesia saat ini, presiden, gubernur, dan para menteri tidak dapat didakwa atas kekeliruan kebijakan mereka, selama kebijakan itu dianggap berdasarkan undang-undang yang ada. Karena itu, masyarakat tidak dapat mengajukan mereka ke muka pengadilan meski telah nyata-nyata melakukan sebuah kebijakan yang keliru, seperti penerbitan “Release and Discharge” oleh presiden untuk sejumlah penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hanya membayar kembali utangnya sekian persen sehingga merugikan negara ratusan trilyun rupiah.
Kebijakan itu dianggap benar karena menurut peraturan, Presiden berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang sudah dibuat lebih dulu, boleh menerbitkan R and D itu. Maka, Presiden tidak dapat dituntut di muka hakim, kecuali bila ada indikasi korupsi atau suap dalam pengambilan keputusan tersebut. Ini juga tidak mudah dibuktikan karena biasanya suap atau korupsi seperti ini dilakukan dengan sangat rapi dan transaksinya dilakukan di luar negeri. Yang bisa dilakukan oleh masyarakat hanyalah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar undang-undang atau sebuah peraturan yang dinilai tidak bagus seperti UU Kelistrikan, dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.
Adapun dalam sistem Islam, tidak ada seorang pun yang tidak bisa diajukan ke muka pengadilan. Semua bisa, meski ia adalah seorang Khalifah atau pejabat tinggi negara. Qadhi Madzalim dari Mahkamah Madzalim akan menyidang kasus-kasus yang melibatkan penguasa atas kekeliruan kebijakan yang mereka ambil. Qadhi Madzalim juga berhak menghukum dan memberhentikan penguasa.
Bagi kaum muslim, pada saat yang pertama kali terlintas di dalam benak seorang muslim ketika disebutkan “al-qadha’ -peradilan- adalah hukum dan berhukum dengan hukum-hukum Allah sesuai dengan firman Allah SWT:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]: 48)
Sistem peradilan Islam adalah sistem peradilan satu-satunya yang akan memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah.
Sistem peradilan Islam akan memutuskan perkara di tengah masyarakat dengan adil. Sistem peradilan Islami akan menyamakan semua orang tanpa ada diskriminasi. Tidak ada diskriminasi antara pemimpin tertinggi di negara dengan individu rakyat. Sistem peradilan Islam mampu menyebarluaskan kehangatan dan ketentraman di antara kaum muslim dan di tengah seluruh manusia.
Allah SWT berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu (QS an-Nisa’ [4]: 105).[]