Peradaban Islam dan Ketegasan Hukum

Oleh: Boedihardjo, S.H.I.

Salah satu puncak peradaban emas Khilafah adalah penerapan syariah Islam di bidang hukum dan peradilan. Keberhasilan yang gemilang di bidang ini membentang sejak sampainya Rasulullah saw. di Madinah tahun 622 M hingga tahun 1918 (1336 H) ketika Khilafah Utsmaniyah jatuh ke tangan kafir penjajah (Inggris). (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, hlm. 44).

Kunci utama keberhasilan tersebut karena hukum yang diterapkan memang hukum terbaik di segala zaman dan masa, yaitu syariah Islam, bukan hukum buatan manusia seperti dalam sistem demokrasi-sekular sekarang. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Dalam kitab At–Tafsir al-Munir Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa ayat ini berarti tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah dan tak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Wahbah Az-Zuhaili, At–Tafsir al-Munir, VI/224).

Dalam hukum Islam itulah akan didapati suatu cita-cita tertinggi manusia dalam bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam. Allah SWT berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا

Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil (QS al-An’am [6]: 115).

Islam sendiri juga memerintahkan manusia untuk bersikap adil dalam menerapkan hukum-hukum Allah, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil (QS an-Nisa’ [4]: 58).

Ayat ini turun berkaitan dengan kisah Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. pada saat Fathu Makkah. Beliau merampas kunci-kunci Ka’bah dari tangan Utsman bin Thalhah, sang penjaga Ka’bah. Rasulullah saw. ternyata marah dan memerintahkan Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan kunci Ka’bah kepada Utsman bin Thalhah. Kemudian turunlah ayat di atas yang akan dibaca terus hingga Hari Kiamat nanti (Tafsir Ibnu Katsir, I/516).

Salah satu potret keadilan Islam yang hebat dan mengagumkan pernah tercatat saat peristiwa penaklukan Kota Samarqand, di negeri Khurasan, Asia Tengah, sebagaimana dikisahkan oleh Imam Thabari dalam Tarikh al-Umam wa al-Muluk (VIII/138). Syahdan, setelah kota ditaklukkan pasukan kaum Muslim, penduduk Samarqand yang non-Muslim itu mengadu kepada hakim bahwa para pasukan telah menyalahi hukum Islam. Sebab, menurut pengetahuan mereka, Islam mengajarkan bahwa penaklukan harus diawali dulu dengan dakwah kepada penduduk untuk masuk Islam. Lalu jika mereka tak mau masuk Islam, mereka diminta membayar jizyah. Jika mereka tetap tak mau membayar jizyah, barulah pasukan Islam boleh memerangi mereka.

Penduduk Samarqand memprotes kepada hakim karena pasukan Islam ternyata menaklukkan Samarqand tanpa diawali dakwah dan tawaran jizyah. Yang menakjubkan, hakim pun akhirnya memutuskan bahwa penaklukan Samarqand tidak sah. Hakim lalu memerintahkan pasukan Islam keluar dari Kota Samarqand dan mengulangi lagi proses penaklukan dengan menyampaikan dakwah dan tawaran jizyah lebih dulu. Demi mendengar vonis hakim yang adil ini, penduduk Samarqand berkata, “Kalau begitu, silakan pasukan Islam tetap di dalam kota dan kami masuk Islam.” (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’sumaliyah Al-Gharbiyah, hlm. 226).

Kisah ini juga menunjukkan keadilan Islam yang luar biasa. Hakim tetap berpegang teguh dengan hukum Islam, walaupun yang mengadukan perkara adalah non-Muslim. Hakim tidak lantas memenangkan pasukan Islam yang sudah telanjur menaklukkan Kota Samarqand. Itu tak lain karena hakim memang berpegang teguh dengan sabda Rasulullah saw., bahwa pasukan Islam hanya boleh memerangi setelah melakukan lebih dulu aktivitas dakwah untuk masuk Islam dan memberi tawaran membayar jizyah.

Dalam bukunya ini Thomas W. Arnold mengutip banyak kisah yang menunjukkan bagaimana kaum Muslim berpegang teguh dengan Islam dan bagaimana bagusnya interaksi kaum Muslim dengan non-Muslim di negeri-negeri taklukan.

Inilah keadilan hakiki yang berhasil diwujudkan Islam. Keadilan seperti inilah yang dulu pernah diwujudkan negara Khilafah tatkala menerapkan syariah Islam di tengah masyarakat. Keadilan yang didambakan tak hanya oleh umat Islam, namun bahkan oleh orang-orang non-Muslim sekalipun.[]

Share artikel ini: