Mediaumat.info – Dinilai bertentangan dengan konstitusi, Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menegaskan, Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) wajib dibatalkan.
“Undang-Undang IKN wajib batal!” paparnya dalam keterangan tertulis yang diterima media-umat.info, Rabu (24/7/2024).
Karenanya, seluruh pembiayaan yang menggunakan APBN untuk pembangunan IKN dapat menjadi kerugian keuangan negara. Sebab menurutnya, UU IKN ini telah melanggar konstitusi negeri ini.
“UU IKN ini melanggar konstitusi,” sambungnya.
Dengan kata lain, kata Anthony menerangkan, UU No 21 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara yang ditetapkan dan berlaku efektif pada 31 Oktober 2023, telah melanggar UUD 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mengutip buku Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945 karya Tutik (2010), misalnya, UUD adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam suatu negara, yang menjadi dasar segala peraturan perundang-undangan.
Artinya pula, seperti juga disebut, adanya UUD menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan peraturan negara. Selain itu, UUD merupakan landasan hukum yang dapat mengatur setiap aktivitas masyarakat di Indonesia.
Sebutlah di antaranya, Pasal 1 angka 8,9 dan 10 UU IKN yang mengatur dan mendefinisikan, bahwa Ibu Kota Nusantara adalah sebuah pemerintahan daerah berbentuk otorita, serta kepala pemerintahannya yang dinamakan kepala otorita.
Meski disebut bersifat khusus dalam hal menyelenggarakan urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara, konsep otorita itulah yang dimaksud Anthony, telah melanggar Pasal 18 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945.
“Daerah di Indonesia hanya bisa berbentuk provinsi, kabupaten atau kota, dengan kepala pemerintah daerah masing-masing dinamakan gubernur, bupati dan wali kota,” bebernya, berkenaan pasal dalam konstitusi tersebut.
Artinya, sebagaimana amanat konstitusi, pemerintah daerah di Indonesia tidak bisa berbentuk otorita. Begitu juga kepala pemerintah daerah, tidak bisa berbentuk kepala otorita.
Sehingga, ungkapnya lebih lanjut, Pasal 5 ayat (6) UU IKN yang mengatur otorita berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, juga bertentangan dengan konstitusi.
“Otorita Ibu Kota Nusantara berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Nusantara,” demikian bunyi Pasal 5 ayat (6) UU IKN yang ia maksud.
Berikutnya, Pasal 9 dan 10 UU IKN yang mengatur kepala otorita sebagai kepala pemerintah daerah Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden, menurut Anthony juga melanggar UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) yang justru mewajibkan kepala daerah dipilih secara demokratis.
“Pasal ini melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD bahwa, gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis,” tulis Anthony menerangkan.
Pula Pasal 13 ayat (1) UU IKN, yang dipandangnya menggunakan kalimat ‘berputar-putar’ yang membuat orang bingung, pada intinya mengatakan bahwa Ibu Kota Nusantara tidak perlu ada DPRD.
Dalam hal ini, jelasnya, bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur bahwa setiap pemerintah daerah di Indonesia wajib mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD,” tulisnya lebih lanjut, yang berarti pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota harus memiliki DPRD dan DPD yang seperti halnya diperintahkan konstitusi anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (pemilu). [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat