PEPS: Sanksi Peringatan Keras DKPP Pada Komisioner KPU Sangat Tak Adil

Mediaumat.info – Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan bahwa seluruh anggota komisioner KPU melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, terkait pendaftaran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto dan hanya menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dinilai sangat tidak adil.

“Sanksi peringatan keras (terakhir) yang diberikan kepada para komisioner KPU sangat tidak adil. Mereka seharusnya diberhentikan dengan tidak hormat, karena tidak mempunyai legitimasi lagi sebagai penyelenggara pemilu,” ujar Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam pers rilis yang diterima media-umat.info, Rabu (7/2/2024).

Menurut Anthony, sanksi dari DKPP ini terkesan main-main dan tidak serius. DKPP seharusnya memberhentikan, setidak-tidaknya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Hal itu dikarenakan pelanggaran kode etik komisioner KPU kali ini bukan masalah kode etik semata, yang hanya menyangkut persoalan pribadi, seperti pelanggaran moral dan etika Ketua KPU dengan “wanita emas” Hasnaeni, yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap suksesi kepemimpinan nasional.

Tetapi kata Anthony, pelanggaran kode etik para komisioner KPU kali ini sangat serius, karena menyangkut pelanggaran peraturan dan undang-undang, dengan dampak sangat serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden menjadi cacat moral, cacat etika, dan juga cacat hukum. Cacat di Mahkamah Konstitusi, dan cacat di KPU.

Anthony mengungkapkan, berdasarkan persidangan DKPP, KPU terbukti melanggar Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023, Pasal 13 ayat (1) huruf q, tentang Persyaratan Calon yang berbunyi, calon Presiden dan calon Wakil Presiden berusia paling rendah 40 tahun. Pada saat pendaftaran bakal calon Wakil Presiden, Gibran tidak memenuhi Persyaratan Calon, sehingga KPU seharusnya tidak menerima pendaftaran Gibran. Dengan kata lain, pendaftaran Gibran menjadi cacat hukum, alias tidak sah.

Oleh karena itu, Anthony menilai, Putusan KPU menerima pencalonan Gibran dengan menggunakan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023, dan kemudian diubah dengan Peraturan KPU No 23 Tahun 2023, sebelum ada putusan sidang Majelis Kehormatan MK (pada 7 November 2023), merupakan pelanggaran hukum yang sangat serius, karena mengakibatkan ketidakpastian hukum terkait Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

“Semua ini akan memicu ketidakpastian politik. Legitimasi pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden akan selalu dipertanyakan dan dipertentangkan,” pungkasnya. [] Agung Sumartono

Share artikel ini: