PEPS: Kesalahan Berpikir Gibran Sangat Serius

 PEPS: Kesalahan Berpikir Gibran Sangat Serius

Mediaumat.info  – Pernyataan Cawapres No. 02 Gibran kepada Cawapres No. 01 Cak Imin dalam Debat Pilpres 2024 yang sering menyebut ‘lithium ferro phosphate (LFP) identik dengan anti-nikel’, dinilai sebagai kesalahan berpikir yang sangat serius.

“Sering menyebut LFP identik dengan anti nikel adalah kesalahan berpikir yang sangat serius. Kesesatan berpikir. Fallacy of thinking,” ujar Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam pers rilis yang diterima mediaumat.info, Sabtu (27/1/2024).

Menurut Anthony, pertanyaan seperti itu tidak patut dilontarkan dalam debat cawapres. Pertanyaan Gibran mencerminkan ketidakpahaman tentang konstelasi industri baterai dunia, dan posisi Indonesia sebagai penyuplai nikel.

Anthony mengungkapkan, Indonesia bukan penentu arah teknologi baterai di masa mendatang, apakah akan berbasis nikel (NMC) atau LFP. Indonesia hanya penyuplai bahan baku saja. Yang menentukan arah teknologi baterai adalah produsen baterai dan pengguna (user) baterai antara lain produsen mobil listrik, dengan memperhitungkan biaya produksi, keamanan baterai, faktor lingkungan, masa pakai, dan lainnya.

Anthony menilai, pendapat atau pernyataan Tom Lembong, co-captain tim pemenangan 01, terkait baterai LFP, hanya mengungkapkan sebuah fakta perkembangan dan tren industri baterai, bahwa baterai LFP akan mendominasi industri baterai di masa mendatang. Karena, faktanya, tren penggunaan baterai LFP terus meningkat, mencapai lebih dari 30 persen pada 2022. Tesla dan BYD mendominasi kenaikan penggunaan baterai LFP global, dengan kontribusi lebih dari 60 persen. Di Tiongkok, penggunaan baterai LFP sudah melampaui NMC sejak 2021, mencapai hampir 70 persen dari seluruh mobil listrik di Tiongkok tahun 2023 (11 bulan). Toyota Motor juga menyatakan akan mengembangkan baterai LFP.

Anthony melihat, pendapat atau pernyataan Tom Lembong tersebut tidak ada urusannya dengan menolak nikel atau tidak. Tom Lembong juga tidak dalam posisi menentukan arah teknologi baterai dunia. Oleh karena itu, pernyataan bahwa baterai LFP akan mendominasi pangsa pasar baterai dunia, diartikan sebagai penolakan terhadap nikel, merupakan sebuah kegagalan paham yang sangat serius.

Ugal-Ugalan

Selanjutnya, kata Anthony, pernyataan Cak Imin bahwa pertambangan nikel sudah ugal-ugalan dapat dilihat dari beberapa faktor dan fakta.

Pertama, pertambangan secara umum, termasuk nikel, hanya menguntungkan segelintir orang saja. Hilirisasi (smelter) nikel didominasi dan dikuasai segelintir perusahaan asing. Mereka dikasih insentif pajak dan nonpajak, yang tentu saja merugikan keuangan negara.

Kedua, kebanyakan, kalau tidak semua, pertambangan nikel terbukti merusak lingkungan sangat parah. Banyak warga di daerah pertambangan nikel diintimidasi, bahkan ada yang ditangkap dan dipenjara. Perusahaan tambang tersebut dibekingi oleh oknum pejabat dan aparat. Hal itu dapat ditemui di banyak pertambangan nikel, antara lain di Pulau Wawonii, atau Mandiodo, Sulawesi Tenggara, atau di Maluku Utara.

Terakhir Anthony menyebut, peralihan dari baterai berbasis nikel ke baterai LFP merupakan bagian dari perkembangan disrupsi industri baterai, yang tidak dapat dielakkan, dan tidak berhenti hanya sampai di sini. Dan disrupsi berikutnya, teknologi baterai berbasis Sodium, Sodium-ion (Na-ion), siap menggantikan baterai LFP.

“Pertanyaannya, apakah Indonesia siap dan mampu menghadapi disrupsi industri yang bukan hanya terjadi di industri baterai, tetapi juga di berbagai industri lainnya?” pungkas Anthony. [] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *