PEPS: Ada Indikasi Pelanggaran Hukum yang Luar Biasa di Rempang

 PEPS: Ada Indikasi Pelanggaran Hukum yang Luar Biasa di Rempang

Mediaumat.id – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Prof. Anthony Budiawan menilai ada indikasi pelanggaran-pelanggaran hukum yang luar biasa di Rempang.

“Jadi Rempang ini sebetulnya luar biasa indikasi pelanggaran-pelanggaran hukumnya,” ujarnya dalam diskusi Live! Rempang Tidak Gampang! Anthony & Marwan Gruduk RH: Ada Manipulasi, Banyak Kepentingan!! di kanal YouTube Refly Harun, Rabu (27/9/2023).

Menurutnya, Pulau Rempang yang luasnya 17.000 hektare itu statusnya adalah kawasan lindung dan taman burung dan hanya pesisir yang bisa dikelola. Kemudian, di tahun 2015 PT MEG (Makmur Elok Graha) mulai approach (mendekati) yang sebelumnya 2004 gagal. Di tahun 2018 pengalihan fungsi dari hutan lindung menjadi hutan produksi yang dapat dikonservasi.

“Pertanyaannya adalah meskipun tahun 2018. Apa dasar hukumnya yang dipakai? Karena Undang-Undang Cipta Kerja belum ada. Nah, apa dasar hukumnya?” tanyanya.

Kalau belum ada dasar hukumnya, tegas Anthony, harus memenuhi dua persyaratan. “Yaitu pertama harus ada tim terpadu dan yang kedua harus minta izin dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), tim terpadu dibentuk oleh menteri kehutanan. Lalu harus ada persetujuan dengan DPR kalau dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kalau untuk alih fungsi tadi,” ujaranya.

Jadi bebernya, pada saat itu tidak ada undang-undang yang bisa mengalihkan fungsi hutan. “Tidak ada dasar hukum yang bisa bisa mengalihkan itu, ya diciptakanlah Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 2 November 2020,” tuturnya.

Jadi, cetusnya, Undang-Undang Cipta Kerja ini bukan hanya tentang buruh dan tenaga kerja melainkan banyak sekali salah satunya adalah kehutanan.

“Apa yang yang tercantum dalam Undang-Undang Cipta Kerja itu ada dua hal yang terkait dengan Rempang ini, yaitu pertama adalah status proyek strategis nasional kalau pemerintah mengatakan ini adalah proyek strategis nasional maka pelepasan hutan atau mereka (pemerintah) sebutnya apa pengalihan fungsi penggunaan kawasan hutan itu bisa tanpa mengalihkan fungsi. Jadi mereka boleh pakai aja,” ungkapnya.

Investasi

Anthony juga menilai, investasi ini (Rempang Eco City) adalah untuk mengusir rakyat setempat, meskipun dengan alasan investasi ini mengandung pencemaran lingkungan serta debu pabrik kaca tidak sehat untuk paru-paru.

“Oke di satu pihak benar tetapi di lain pihak harusnya kalau itu memang membahayakan bagi manusia harusnya kan industri yang dilarang bukan manusia yang diusir itu pertama,” ujarnya.

Yang kedua tuturnya, industrinya seharusnya memastikan safe dari analisis dampak lingkungan (amdal) dan juga terkait wacana dibangun pemukiman baru namun di sisi lain pemukiman lama diusir. “Nah ini yang bener-bener kita minta ini transparan pada pemerintah, apa sebetulnya di balik investasi ini?” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *