Kantor berita Reuter (3/7/2019) mengutip pernyataan Yang Li, seorang penyelidik independen PBB urusan hak asasi manusia di Myanmar, bahwa “Tentara seringakali melakukan pelanggaran berat terkait hak asasi manusia dengan kedok memutus layanan telepon seluler di Rakan dan Chin.” Serangan yang dilatari kebencian dari para tentara dan rahib Budha di Myanmar pada tahun 2017 telah menyebabkan lebih dari 730.000 Muslim melarikan diri dari Rohingya ke Bangladesh.
Penyelidik PBB mengatakan bahwa operasi Myanmar meliputi pembunuhan massal, pemerkosaan massal, pembakaran yang di area yang luas, dan dilakukan dengan maksud genosida. Dalam laporannya, penyelidik PBB mencatat bahwa tentara Myanmar telah menangkap dan menginterogasi warga sipil, di mana kebanyakan dari mereka adalah penduduk Rakhine, karena dicurigai memiliki hubungan dengan Tentara Arakan, dan sesungguhnya banyak mereka yang telah tewas selama penahanannya. Penyidik mengatakan bahwa “Helikopter menembaki para pria dan anak laki-laki dari Rohingya yang sebelumnya mereka mengumpulkan bambu pada bulan April lalu.”
Myanmar terus melakukan kejahatan terhadap kaum Muslim karena diamnya para rezim di negeri-negeri Islam, terutama negeri Islam terdekat, Bangladesh, yang tidak mau mengerahkan tentaranya untuk menolong kaum Muslim. Bahkan tidak melakukan serangan propaganda melawan Myanmar dan kejahatannya, yang akan membangkitkan opini umum yang melawannya, hingga kemudian memutus hubungan diplomatik dan perdagangan (kantor berita HT, 8/7/209).